Hari ini, Senin 20 Mei 2024, bertepatan dengan 116 tahun terbentuknya organisasi pemuda Budi Utomo oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA pada 20 Mei 1908. Budi Utomo adalah organisasi yang bergerak di bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan, tetapi tidak bersifat politik.
Meski bukan merupakan organisasi yang bersifat politik, Budi Utomo menjadi pelopor perjuangan yang memanfaatkan kekuatan pemikiran dan mendorong munculnya organisasi-organisasi pergerakan lainnya.
Oleh karena itulah Presiden pertama RI, Sukarno, menetapkan tanggal terbentuknya Budi Utomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional atau Harkitnas pada tahun 1948.
Latar belakang penetapan Harkitnas adalah Bangsa Indonesia butuh pemersatu pada masa awal kemerdekaan. Presiden Soekarno menilai berdirinya organisasi Budi Utomo sebagai awal dari kebangkitan bangsa Indonesia melawan para penjajah.
Belajar dari Budi Utomo
Dari terbentuknya Budi Utomo kita belajar mengenai bangkitnya kesadaran masyarakat dalam berbangsa yang dipengaruhi langsung atau diwakili oleh kaum intelektual dan terpelajar.
Dari Budi Utomo kita belajar bahwa pendidikan merupakan alat penting untuk memajukan suatu bangsa. Organisasi Budi Utomo menjadi inspirasi dan penggerak pemuda untuk bersatu dan membentuk berbagai organisasi kepemudaan lainnya dan terselenggaranya kongres pemuda 1926 dan 1928 yang melahirkan Ikrar Pemuda: bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan berbahasa persatuan bahasa Indonesia.
Dari Budi Utomo pula kita belajar bahwa lahirnya Pancasila, yang hari lahirnya akan akan diperingati oleh seluruh masyarakat Indonesia pada 1 Juni 2024 atau dalam waktu 11 hari dari sekarang, bukanlah suatu gagasan yang hadir secara tiba-tiba lewat pidato Sukarno 1 Juni 1945.
Ide Pancasila sebagai "Philosofische grondslag," hadir melalui rangkaian pemikiran mendalam dan perbincangan panjang para pendiri bangsa mengenai kebangsaan yang digali dari kearifan lokal bumi Indonesia.
Berdasarkan semangat kebangsaan inilah, seperti dikatakan Sukarno pada pidato 1 Juni 1945, masyarakat Indonesia hendak mendirikan suatu negara "semua buat semua". Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, -- tetapi "semua buat semua".