Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kebijakan Luar Negeri Tiongkok dan Dampaknya bagi Asia Tenggara

15 Mei 2024   13:59 Diperbarui: 15 Mei 2024   15:32 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo bertemu Xi Jinping,  sumber gambar: Kompas.com

Kunjungan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto ke Beijing untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping pada 1 April 2024 dan PM Li Qiang pada 2 April 2024 menarik perhatian.

Meski datang sebagai seorang menteri, namun status Prabowo sebagai Presiden terpilih Indonesia tidak dapat dipandang sebagai kunjungan biasa. Terdapat sinyal kuat dari Beijing untuk memperkuat kerjasama dengan Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo nantinya.

Sinyal kuat Beijing untuk memperkuat hubungan kerjasama dengan Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara lainnya juga ditunjukkan dengan kehadiran para pejabat tinggi dari Vietnam, Laos dan Timor Leste dalam waktu berdekatan.

Selang beberapa hari setelah kunjungan Prabowo, Menlu Vietnam Bui Thanh Son, Menlu Laos Saleumxay Kommasith dan Menlu Timor-Leste Bendito dos Santos Freitas bertemu dengan Menlu Tiongkok Wang Yi di Beijing pada 5 April 2024. Berikutnya pada 4-10 April 2024 Putri Maha Chakri Sirindhorn dari Thailand juga berkunjung ke Tiongkok.

Upaya Tiongkok untuk semakin memperkuat hubungannya dengan negara-negara di Asia Tenggara sesungguhnya tidak terlepas dari kebijakan "good neighbourhood" yang diterapkan sejak tahun 1990-an. Tujuannya adalah menjadikan Asia Tenggara sebagai model strategi "peaceful rise" (kebangkitan China yang damai).

Pada saat bersamaan, upaya tersebut juga merupakan bagian dari  penerapan strategi "Constructive engagement" terhadap negara-negara di Asia Tenggara dan pengadopsian diplomasi "Soft power" oleh Tiongkok untuk menepis persepsi tentang Tiongkok sebagai ancaman

Selain itu, sebagai kekuatan ekonomi dunia baru dan untuk menjaga roda industri agar terus berjalan, Tiongkok membutuhkan banyak pasokan energi berupa batubara dan minyak dari Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Oleh karena itu, Asia Tenggara yang kerap disebut sebagai 'halaman belakang' Tiongkok memiliki peran strategis dan menjadi kawasan yang paling terpengaruh dari kebijakan luar negeri asertif yang dilakukan Presiden Xi Jinping.

Memperhatikan peran strategis negara-negara di Asia Tenggara tersebut dan mempertimbangkan pengaruh Tiongkok yang semakin kuat, terutama dalam masalah politik dan keamanan kawasan, di bawah kepemimpinan  Xi Jinping, Tiongkok tidak lagi menyembunyikan kekuatannya.
Tiongkok memperlihatkan kekuatan ekonomi dan militernya untuk meningkatkan pengaruhnya di Asia Tenggara, membuat hanya sedikit negara yang berani menghadapinya secara terbuka. Negara-negara di Asia Tenggara seperti Vietnam pun, yang memiliki perbatasan darat dan laut yang panjang, sangat berhati-hati ketika berhadapan dengan tetangga raksasanya. Terlebih, Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Vietnam dan mata rantai penting dalam rantai pasokan, yang membuat ekspornya mengalahkan dunia.

Dengan kekuatan ekonominya, Tiongkok secara efektif berhasil melemahkan persatuan ASEAN dengan menjadikan negara-negara yang lebih kecil, seperti Laos dan Kamboja, menjadi sangat bergantung pada bantuan Beijing.
Hal itu membuat kedua negara tersebut, bergantung secara ekonomi, politik, dan kemiliteran kepada Tiongkok.

Dalam hal pengelolaan konflik di Laut Tiongkok Selatan (LTS),  Tiongkok pun semakin intensif melakukan pendudukan dan pembangunan militer di pulau-pulau karang di LTS.  Langkah tersebut telah membawanya ke dalam konflik langsung dengan negara-negara Asia Tenggara yang menjadi claimants di  kawasan itu, khususnya Vietnam dan Filipina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun