Pada Sabtu (13/4), untuk pertama kalinya dalam sejarah hubungan Iran dengan Israel, Iran melakukan serangan militer langsung terhadap Israel dengan meluncurkan lebih dari 200 drone, rudal jelajah, dan rudal balistik. Iran beralasan, serangan yang dilakukan tersebut merupakan balasan atas tindakan Israel menghancurkan konsulat Teheran di Suriah pada 1 April lalu yang menewaskan 12 orang, termasuk dua jenderal elit Iran.
Terlepas dari alasan Iran, serangan militer tersebut memunculkan reaksi dari berbagai pemimpin negara di dunia. Ada pemimpin negara yang tegas-tegas mengutuk keras serangan militer tersebut seperti Ukraina, namun ada yang sekedar menyesalkan terjadinya serangan militer Iran seperti yang dilakukan Tiongkok.
Seperti disampaikan juru bicara Kemlu Tiongkok yang tidak disebutkan namanya, Beijing menyampaikan "keprihatinan yang mendalam" atas eskalasi yang terjadi dan meminta pihak-pihak terkait untuk bersikap tenang dan menahan diri untuk mencegah eskalasi lebih lanjut. Reaksi Tiongkok yang terkesan datar dan tidak mendukung Israel, tentu saja mengecewakan negeri Zionis ini.
Seperti diberitakan South China Morning Post pada Senin (15/4), Wakil Duta Besar Israel di Beijing, Yuval Waks, menyatakan kekecewaannya terhadap sikap Tiongkok mengenai serangan rudal dan drone Iran.
"Kami mengharapkan kecaman yang lebih keras dan pengakuan yang jelas atas hak Israel untuk membela diri," ujar Yuval Waks.
Alih-alih menanggapi kekecewaan Israel tersebut, pada Senin (15/4), Menlu Tiongkok Wang Yi justru melakukan pembicaraan telepon dengan Menlu Iran, Hossein Amir-Abdollahian, membahas ketegangan antara Israel dan Iran.
Seperti diberitakan Kantor Berita Xinhua, dalam percakapan telepon tersebut, Wang yang juga merupakan anggota Politbiro Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok, justru mengutuk dan menentang keras serangan terhadap bagian konsuler kedutaan Iran di Damaskus. Tiongkok beranggapan serangan tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan tidak dapat diterima.
Tiongkok pun mencatat pernyataan Iran bahwa serangan militernya ke Israel merupakan tindakan terbatas untuk membela diri dalam menanggapi serangan terhadap konsulat Iran di Suriah dan menghargai tindakan Iran untuk tidak menargetkan negara-negara regional dan tetangganya. Tiongkok yakin bahwa Iran dapat menangani situasi ini dengan baik dan menghindari gejolak lebih lanjut di kawasan sambil menjaga kedaulatan dan martabatnya sendiri.
Lebih jauh, Tiongkok berpandangan bahwa serangan Iran sesungguhnya merupakan dampak limpahan dari meningkatnya konflik di Gaza. Karena itu Tiongkok mendesak agar Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) 2728 yang menyerukan gencatan senjata segera antara Israel dan Hamas diterapkan sesegera mungkin.
Resolusi yang disetujui 14 negara anggota DK PBB tersebut (AS abstain dan tidak memveto) perlu segera diterapkan oleh semua pihak agar nantinya mengarah pada gencatan senjata yang langgeng dan berkesinambungan. Selain seruan gencatan senjata, resolusi tersebut juga menuntut seluruh sandera dibebaskan segera dan tanpa syarat serta menjamin akses kemanusiaan ke Gaza.
Membaca sikap negara yang dulunya dikenal sebagai "Negeri Tirai Bambu" tersebut terhadap serangan militer Iran ke Israel dan dukungan terhadap pelaksanaan segera Resolusi DK PBB 2728, memperlihatkan adanya konsistensi politik dan kebijakan luar negeri Tiongkok di bawah kepemimpinan Xi Jinping. Â
Konsistensi di bawah Xi Jinping tersebut tidak terlepas dari elemen-elemen penting dalam politik dan kebijakan luar negeri Tiongkok seperti pertama, rutin dan konsisten dalam melakukan pembangunan perdamaian dan stabilitas dengan menegaskan pertahanan terhadap kepentingan inti Tiongkok, berpusat pada kedaulatan dan integritas wilayah, keamanan, dan pembangunan. Kedua, Tiongkok "tidak akan  pernah melaksanakan pembangunan dengan mengorbankan kepentingan negara lain" Ketiga,  menekankan pentingnya peran PBB dalam menyelesaikan konflik.
Semua elemen tersebut di atas diarahkan untuk mencapai tujuan utama politik dan kebijakan luar negeri Tiongkok yaitu menjaga kemerdekaan, kedaulatan, integritas wilayah, dan membentuk lingkungan internasional yang mendukung modernisasi serta Reformasi dan Keterbukaan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Tiongkok melakukan penataan diplomasi dan secara terbuka mempromosikan agenda diplomasi yang menekankan lima perspektif kemitraan berupa politik, keamanan, pembangunan ekonomi, pertukaran kebudayaan, dan lingkungan.
Dengan lima perspektif kemitraan ini, Tiongkok melaksanakan kebijakan bertetangga baik dan mendorong penguatan kemitraan politik, keamanan, pembangunan ekonomi, pertukaran kebudayaan, dan lingkungan dengan banyak negara. Oleh karena itu, meskipun Beijing mendukung penyelesaian konflik Palestina dan Israel dan mendukung kemerdekaan Palestina, namun karena Tiongkok tidak memiliki riwayat permusuhan dengan Israel, maka Beijing akan terus menjaga hubungan ekonomi dan pertahanan di antara mereka. (AHU)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H