"Jadi celakalah mereka yang hanya mementingkan hablumilnallah dan mengabaikan hablumminannas," tegas Khotib
Ditambahkan oleh Khotib bahwa Ramadan mengajarkan kepada manusia bahwa rasa lapar dan haus bukanlah rasa yang membuat seseorang nyaman. Karena itu, beruntunglah bila di saat berpuasa kita masih bisa berharap menemukan makanan setelah magrib, saat berbuka puasa. Tapi ingatlah, bagaimana dengan anak-anak yatim dan piatu yang tidak memiliki sanak saudara yang mampu atau mereka yang ada di daerah konflik seperti di Palestina. Mereka belum tentu bisa mendapatkan makanan dan minuman yang cukup, apalagi mengenakan pakaian yang bagus di hari raya.
Disinilah kita diajak untuk bisa menahan diri untuk tidak bermegah-megah dengan pakaian baru, makan dan minum berlimpah sementara banyak yg tidak mampu melaksanakan sholat ied dengan tenang karena belum makan, apalagi mengenakan pakaian baru.
Disinilah sungguhnya jati diri manusia diingatkan bahwa manusia sesungguhnya tidak memiliki ap-apa.
Sementara jati diri ketiga yang perlu diingat adalah dunia ini bukan lah tempat yang abadi tetapi sementara, sebelum pada akhirnya menuju kehidupan kekal di akhirat.
Memahami jati diri ketiga tersebut, Khotib kembali mengajak untuk bermuhasabah setelah ramadan, bersilaturahmi dan bermunajat kepada Allah SWT untuk memohonkan ampunannya.
Apabila orang tua masih hidup, datangilah mereka untuk bersimpuh dan memohon doa dan maaf atas segala kesalahan yang dilakukan.
Mengakhiri khotbahnya, Khotib Mulyadi mengingatkan bahwa dengan mengenali jati diri dan saling berbagi, maka kita tidak akan berkurang apapun, justru akan bertambah rizki dan keberkahannya. (AHU)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H