Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Mengajarkan Makna Lebaran Lewat Games Tradisional Congklak

9 April 2024   17:00 Diperbarui: 10 April 2024   05:20 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak bermain congklak, sumber gambar: Kompas.com

Masyarakat Indonesia yang terdiri dari beragam suku, bangsa dan agama memiliki pula beragam permainan atau games tradisional yang kerap dimainkan oleh anak-anak, terutama anak-anak di pinggiran kota dan pedesaan.

Menurut Ketua Permainan Olahraga Tradisonal Indonesia (KPOTI) Dr. Zaini Alif yang juga peneliti permainan tradisional, di Indonesia terdapat sekitar 2.600 permainan tradisional. Namun dari jumlah itu hanya 60 persen yang masih bertahan. Banyak games tradisional yang hilang dan tergusur dengan games modern

Hal ini patut disayangkan karena dalam games tradisional terkandung nilai-nilai kejujuran, kebersamaan, dan toleransi.

Dari sekian banyak games tradisional yang masih tetap eksis hingga saat ini, salah satunya adalah congklak. Congklak adalah games tradisional kuno di Indonesia.

Di berbagai daerah Indonesia, congklak dikenal dengan berbagai sebutan nama. Di Sumatera disebut congklak. Adapun di Jawa, permainan itu dikenal dengan sebutan dhakon.

Sementara di Lampung, permainan tersebut populer dengan istilah dentuman lamban. Sedangkan di Sulawesi, permainan disebut Maggaleceng.

Permainan congklak dapat dimainkan laki-laki atau perempuan. Namun umumnya, permainan congklak dimainkan oleh perempuan, terutama anak-anak yang berusia 6 sampai 12 tahun.

Permainan ini bisa dimainkan di dalam ruangan oleh dua orang anak yang duduk berhadapan. Cocok dimainkan saat lebaran bersama keluarga. Sambil beramah tamah dan berbincang-bincang, anak-anak bisa bermain congklak di tengah keluarga.

Untuk melakukan permainan congklak butuhkan sebilah papan congklak berbahan kayu atau plastik yang berisi 14 lubang kecil dan 2 lubang besar. Seiring kemajuan jaman, papan congklak saat ini sudah berbahan plastik.  

Masing-masing pemain akan mendapat 7 lubang kecil dan sebuah lubang besar serta 49 biji congklak yang terbuat dari kerang kecil atau biji sawo. Setiap lubang kecil pada papan congklak diisi dengan 7 biji congklak, sedangkan lubang besar dibiarkan kosong. Lubang besar dianggap sebagai gudang penyimpanan pemainan.

Saat bermain, dua orang pemain ini secara bergantian memilih satu lubang kecil miliknya. Kemudian, biji pada lubang tersebut dipindahkan satu per satu ke lubang lain searah jarum jam, sampai biji dalam genggaman habis.

Permainan akan berakhir saat biji di semua lubang kecil kosong dan berpindah ke lubang besar. Pemenangnya ditentukan dari jumlah biji terbanyak di lubang besar masing-masing pemain.

Dibalik kesederhanaan dan cara bermainnya, games congklak memiliki nilai filosofis yang patut digarisbawahi. Angka tujuh yang merupakan jumlah lubang pada masing-masing pemain dan jumlah biji dalam setiap lubang bermakna jumlah hari dalam satu minggu. Artinya, setiap orang memiliki jatah waktu yang sama dalam satu minggu, yaitu tujuh hari.

Pada saat biji congklak diambil dari satu lubang, biji itu mengisi pada lubang yang lain. Makna pada tahap ini adalah setiap hari yang dijalani akan mempengaruhi pada hari-hari selanjutnya. Biji diambil lalu mengisi lubang yang lain juga berarti bahwa hidup harus memberi dan menerima, tidak bisa hanya memberi saja atau menerima saja.

Selain mengandung nilai-nilai filosofis, games congklak juga mengajak pemainnya untuk berlatih dalam memikirkan strategi mendapatkan biji congklak terbanyak. Pemain diajak melatih kejelian dalam berhitung, serta melatih ketangkasan tangan dan kejujuran membagi biji di setiap lubang permainan.

Dari penjelasan tentang games traditional congklak di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa games tersebut sarat dengan nihai-nilai filosifs sederhana dan dorongan untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan ketrampilan dengan jujur. Apabila hal ini disampaikan oleh orang tua kepada anak-anak saat Lebaran, maka ibarat sekali mendayung dua tiga pulau terlewati. Sambil bermain, orang tua dapat menjelaskan makna Lebaran kepada anak-anak.

Lebaran bukan tentang baju dań barang baru atau makan enak dan banyak, melainkan berapa banyak bantuan yang kita beri untuk mereka yang kekurangan. Lebaran juga tentang kembalinya seseorang kepada keadaan suci atau keterbebasan dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, dan keburukan sehingga berada dalam kesucian atau fitrah. Orang yang kembali fitrah akan terlihat antara lain dari sikapnya untuk berlapang dada, bisa memberi dan menerima dengan adil, menghormati kebersamaan, toleransi dan sebagainya. 

Selamat Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri 1445 H. Jika Lebaran atau Idul Fitri adalah lentera, mari membukanya dengan maaf, agar cahayanya menerangi jiwa dari setiap kesalahan. Semoga semua amal ibadah kita diterima Allah SWT dan tulisan-tulisan kita di Ramadan Bercerita bermanfaat bagi para pembacanya. Mohon maaf lahir batin, Selamat Idul Fitri 1445 Hijriah. (AHU)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun