Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Jangan Baper Ketika Diingatkan akan Miskinnya Kosakata Bahasa Indonesia

9 April 2024   11:19 Diperbarui: 9 April 2024   18:50 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penggunaan Bahasa Indonesia, sumber gambar: Kompas.com


"Bahasa Indonesia itu sebenarnya bahasa yang miskin kosakata dan ini benar banget terutama kalau dibandingkan dengan bahasa Arab atau bahasa Inggris," begitu narasi di siniar (podcast) The Indah Show yang diunggah akun X @korbanreceh_, Jumat (5/4/2024).

Narasi bahwa Bahasa Indonesia miskin kosakata kemudian ramai diperbincangkan netizen atau warga net. Bukan hanya diperbincangkan, muncul pula pertanyaan tentang bagaimana jika ada yang lebih suka menggunakan bahasa asing daripada Bahasa Indonesia?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu saya informasikan bahwa dalam siniar The Indah Show tersebut, percakapan antara host (Indah) dan tamunya (Cinta Laura) dilakukan dalam bahasa campur-campur, Bahasa Inggris dan Indonesia, yang kita kenal sebagai 'bahasa anak Jaksel (Jakarta Selatan)'.

Walau disebut sebagai bahasa gaul anak Jaksel, pada prakteknya gaya bahasa campur-campur ini tidak hanya digunakan oleh anak Jaksel semata. Begitupun, tidak semua anak Jaksel menggunakan gaya bahasa seperti ini.  

Percakapan menggunakan bahasa campur-campur dalam pergaulan sekarang ini sebenarnya biasa-biasa saja. Kenapa? Karena sesungguhnya bahasa itu adalah salah satu hal yang sangat dipengaruhi oleh budaya. Ketika suatu budaya masuk ke suatu daerah, maka pengaruh budaya pun ikut masuk, termasuk bahasa yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi bahasa keseharian. Anak sekarang menyebutnya bahasa gaul.

Fenomena hadirnya "bahasa anak jaksel" sebagai bahasa gaul di Jakarta, bukanlah satu-satunya. Di ASEAN sendiri kita mengenal 'Singlish' yang mencampurkan Bahasa Inggris dengan bahasa warga lokal yang multi-budaya, seperti Melayu dan Hokkian. Di Filipina muncul bahasa gaul yang disebut "Taglish" yang mencampurkan Bahasa Inggris dengan bahasa yang digunakan masyarakat Filipina yaitu Bahasa Tagalog.

Terkait dengan kekhawatiran bahwa masyarakat Indonesia akan lebih suka menggunakan bahasa asing daripada Bahasa Indonesia, saya melihatnya berlebihan. Kenapa?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sekarang mari kita bahas bersama dengan mengawalinya dari sejarah kelahiran Bahasa Indonesia. Kalau melihat sejarahnya, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang relatif muda jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain.

Bahasa Indonesia lahir dari kesepakatan atau ikrar pemuda dalam Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta atau 96 tahun yang lalu alias belum seratus tahun. Bandingkan dengan bahasa-bahasa lain seperti bahasa Latin, Yunani, Mandarin, Arab, Inggris dan lain sebagainya yang usianya sudah ratusan tahun.

Bahasa Indonesia yang dimaksud dalam Ikrar Pemuda pun, sebetulnya adalah bahasa Melayu modern yang menjadi Lingua Franca di Nusantara, yang pada saat itu memiliki beragam bahasa. Lingua Franca adalah sebuah bahasa yang secara sistematik digunakan untuk sarana komunikasi antara pihak-pihak yang tidak memiliki kesamaan bahasa.

Seperti dijelaskan oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Prof E Aminudin Aziz di Kompas.com (07/04/2024) "Bahasa Indonesia baru berkembang dan dinamakan sebagai bahasa Indonesia pada 28 Oktober 1928".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun