"Benar tuh, di dapil saya, ada poster atau baliho yang memuat foto caleg dan bapaknya dengan tulisan "Anak Presenter TV Anu" atau atau foto caleg bersama bapaknya yang pernah menjadi walikota," ujar bos yang lainnya lagi
"Ha Ha Ha benar sekali, kalau jaman dulu hanya ada foto-foto calon dengan Presiden pertama RI, sekarang semua sudah bawa-bawa keluarganya yang pernah menjabat. Di dapil saya misalnya, ada caleg yang menambahkan tulisan "Adik mantan Bupati X" di balihonya, " tambahnya
Nah menyimak percakapan ringan di atas, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa kampanye Capres/Cawapres memang lebih menarik perhatian pemilih. Jajak pendapat Kompas menguatkan kenyataan tersebut karena hasil jajak pendapat menyebutkan bahwa sekitar 76,5% responden lebih tertarik mengikuti kampanye pemilihan presiden-wakil presiden.
Sementara itu, hanya 12,3% responden yang lebih tertarik dengan kampanye calon anggota legislatif dan sisanya cenderung menjawab di tengah-tengah, yakni mengaku tertarik pada keduanya.
Menurut Neni Nur Hayati Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia yang juga Wakil Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah, potret pemilih yang lebih tertarik mengikuti kampanye pemilihan presiden-wakil presiden, sesungguhnya tidak mengejutkan sebab hasil evaluasi pemilu serentak 2019 menunjukkan bahwa pemilu lima kotak hanya memberikan insentif tingkat partisipasi pemilih.
Dengan merujuk hasil penelitian LIPI mengenai evaluasi pasca-Pemilu 2019, Neni menyebutkan bahwa untuk efek ekor jas dan kecerdasan pemilih belum terbukti. Mencoblos lima surat suara (Presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota) menyulitkan pemilih sehingga sebagian besar perhatian publik tertuju pada proses pemilu presiden jika dibandingkan dengan pemilu legislatif.
Selanjutnya terkait dengan minimnya informasi tentang Caleg seperti dikemukakan para calon pemilih, juga tidak terlepas dari minimnya informasi caleg yang disuguhkan KPU di website infopemilu.kpu.go.id pasca-DCT ditetapkan. Dengan minimnya informasi tersebut, masyarakat tidak bisa mengetahui informasi caleg secara komperhensif, baik itu dari riwayat pendidikan, politik gagasan, pengalaman di politik dan organisasi, maupun informasi lain yang dibutuhkan pemilih.
Bagi para caleg incumbent, keterbatasan informasi tidak terlalu menjadi masalah karena mereka sudah terlebih dahulu dikenal di dapilnya. Berbeda dengan partai dan caleg yang baru maju di Pemilu 2024 dihadapkan pada tantangan untuk mengenaklkan diri di tahapan kampanye yang pendek. Karenanya ada kecenderungan caleg berkampanye di akhir tahapan kampanye. Akibatnya, pemilih tidak memiliki referensi yang kuat dari caleg.
Akhirnya, mumpung masih ada waktu 2-3 pekan, mari kita manfaatkan untuk menelusuri jejak caleg yang ada di dapil masing-masing. Pilihlah caleg yang memiliki rekam jejak kerja yang baik dan terbukti bersih. Jangan pilih caleg yang pernah korupsi atau punya keluarga pernah dijatuhkan hukuman karena korupsi.
"Siap!!!" teriak para bos dan si Lae yang percakapannya dikutip di atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H