Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Begini Penampakan Bung Karno Dalam Sidang BPUPK Versi Artificial Intelligence

18 Januari 2024   16:26 Diperbarui: 18 Januari 2024   23:46 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang hari lahir Pancasila, kta tidak dapat melepaskan diri dari peran Proklamator Kemerdekaan dan Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Sukarno atau Bung Karno. Beliau lah orang pertama yang pada 1 Juni 1945 mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara pada Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) atau Dokuritsu Zunbi Cusokai. Sidang BPUPK sendiri telah berlangsung sejak 29 Mei hingga 1 Juni 1945.

Selama 4 hari Sidang BPUPK tersebut, anggota Sidang yang berjumlah 60 orang dan tiga orang Ketua Sidang berdiskusi untuk menjawab agenda sidang tentang usulan dasar negara Indonesia merdeka.

Dari arsip denah tempat duduk selama persidangan BPUPK yang didapat dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), diketahui bahwa terdapat 60 meja dan kursi yang saling berhadapan. Ke-60 meja kursi ini digunakan anggota Sidang. Sementara itu terdapat 3 meja kursi untuk pimpinan Sidang.

Bung Karno sendiri duduk di kursi nomor 1, tepat di depan Pimpinan Sidang yang terdiri dari tiga orang yaitu dr. Radjiman Wediodiningrat (Ketua Muda), Itjibangase Yosie (Ketua) dan R.P Soeroso (Ketua Muda).

Duduk di sebelah kanan Bung Karno adalah Mohammad Yamin (meja nomor 2) dan disebelah Yamin adalah Dr. R. Kusumatmadja (meja nomor 3). Adapun di belakang Bung Karno adalah Ki Bagoes Hadikoesoemo (meja nomor 7), sementara di depan Bung Karno adalah Mr. Boentaran Martoatmodjo (meja nomor 31).

Membayangkan suasana Sidang BPUPK seperti tersebut di atas, saya kemudian mencoba membuat sebuah gambar imajiner dengan menggunakan bantuan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence).

Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan login ke sebuah aplikasi AI berbasis web yaitu image.bing. Lalu memasukan narasi (prompt) mengenai gambar imajiner yang ingin kita buat. Penulis sendiri kemudian menggunakan narasi "Gambarkan suasana sidang BPUPK tahun 1945 dimana seorang pria berpeci hitam khas Indonesia sedang berpidato dan di kiri kanannya terdapat beberapa tokoh".

Salah satu hasilnya adalah sebuah gambar yang memperlihatkan sosok seorang pria berpeci hitam tinggi, mengenakan jas hitam, mengacungkan jari telunjuk kanannya, berpidato di atas podium, di ruangan luas menyerupai hangar pesawat. Di sekitarnya terdapat para perserta sidang mengenakan jas hitam dan beropeci hitam pula sedang serius menyimak pidato.

Karena sudah pernah melihat foto Bung Karno berpidato pada 1 Juni 1945, gambar yang dihasilkan tersebut tentu saja tidak memenuhi imajinasi saya. Misalnya saja, sosok pria yang tampil berpidato sama sekali tidak mencerminkan gambaran seorang Bung Karno. Begitu pun ruangan yang digunakan.

Adapun salah satu penyebab hal tersebut terjadi, saya menduga karena tidak diperbolehkannya menggunakan yang menyebut nama orang. Kita tidak boleh menyebutkan nama seseorang, hanya boleh menyebutkan gambaran umum. Kita tidak boleh menyebutkan narasi "Gambar Sidang BPUPK tahun 1945 dimana Bung Karno sedang berpidato". Yang diperbolehkan hanya "Gambarkan suasana sidang BPUPK tahun 1945 dimana seorang pria bla bla bla ...".

Jadi bagaimana dong kalau kita ingin mengetahui gambaran yang sebenarnya tentang suatu peristiwa? Tidak ada cara lain, kita tidak boleh meninggalkan sejarah. Seperti kata Bung Karno pada pidato tanggal 17 Agustus 1966, "Kita jangan sekali-kali meninggalkan sejarah" atau biasa disebut jas merah.

Untuk itu, guna memahami sejarah, kita mesti meningkatkan literasi tentang sejarah Indonesia dengan banyak membaca, menelusuri fakta-fakta sejarahnya, baik berupa buku, dokumen, foto, tempat peristiwa dan lain sebagainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun