Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Pengalaman Duet Membaca Puisi di Gedung Kesenian Jakarta

6 Januari 2024   15:25 Diperbarui: 7 Januari 2024   21:16 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar dokumen pribadi

Dalam surat ini Allah menjelaskan tentang proses pendidikan manusia mulai dari membaca, menulis, sampai hal-hal yang tidak dapat dipahami oleh manusia kecuali karena petunjuk-Nya. Nah dalam kaitannya dengan pengkajian dan penggalian Pancasila, hal tersebut dapat dilakukan bila kita membaca dan terus membaca.

Selanjutnya, di baris ketiga yang berbunyi "Pancasila harus diyakini sepenuh hati, kesaktiannya sudah teruji," penulis dapat memahami pesan yang ingin disampaikan oleh si penulis puisi yaitu Susilawati bahwa Indonesia bisa bertahan sebagai suatu negara kesatuan hingga saat ini, meski memiliki beragam suku, agama dan bahasa, karena adanya Pancasila sebagai pemersatu bangsa yang sudah teruji melewati berbagai cobaan.

Penulis sependapat dengan Susilawati bahwa kesaktian Pancasila sudah teruji. Penulis pun teringat bagaimana saktinya Pancasila dalam menghadapi segala cobaan dan tantangan yang dihadapi, termasuk menghadapi upaya-upaya yang dilakukan untuk mengganti Pancasila dengan ideologi lain.

Namun demikian, agar kebesaran Pancasila tetap mengakar di bumi, maka "Pancasila harus dipupuk dan disirami" seperti tertulis di baris-baris selanjutnya. Pancasila harus menyala jangan mati, kebangkitannya terdapat pelita hati.

Ketika rekan penulis, Sabri, usai membacakan baris terakhir yang berbunyi "Pancasila harus klimaks lebur di hati, ketentraman masuk tak kan didustai," penulis pun merasa lega karena akhirnya selesai duet pembacaan puisi ini.

Peenulis pun merasakan klimaks ketika para penonton, yang tidak terlihat wajahnya, memberikan aplaus dan tepuk tangan yang meriah.

Kami berdua pun mengucapkan terima kasih dan sampaikan salam yang biasa kami lakukan di setiap acara BPIP yaitu "Salam Pancasila" kepada para penonton yang memberikan tepuk tangah meriah. Senang rasanya pembacaan puisi berjalan dengan lancar.

Terima kasih juga kepada Susilawati Susmono, ISAQ Cenrter dan dan Yayasan Riyadhatul Ihsan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk membaca puisi di GKJ yang megah dan bersejarah.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun