Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salam Pancasila

10 Juli 2021   06:51 Diperbarui: 10 Juli 2021   06:53 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sebagai warga negara republik Indonesia, saya menyampaikan kepada saudara-saudara sekalian, baik yang beragama Islam, baik yang beragama Hindu-Bali, baik yang beragama lain, kepada saudara-saudara sekalian saya menyampaikan salam nasional, Merdeka!," tambah Sukarno

Melalui pidatonya tersebut tampak jelas bahwa Sukarno mengajak rakyat untuk melakukan internalisasi terhadap makna salam, yang artinya adalah damai, sejahtera. Kata 'salam' memiliki arti sangat luas dan dalam, tidak hanya berarti keselamatan tetapi juga perdamaian". Salam berarti kedamaian yang dalam arti luas, berarti 'kita bersaudara', 'kita dalam kedamaian' yang sama sekali membuang jauh unsur-unsur kebencian atau penolakan atas segala apapun yang telah kita sepakati.

"Marilah kita bangsa Indonesia, terutama sekalian yang beragama Islam hidup damai dan sejahtera satu sama lain. Jangan kita bertengkar terlalu-lalu sampai membahayakan persatuan bangsa. Bahkan jangan kita sebagai gerombolan-gerombolan yang menyebutkan assalamu'alaikum, akan tetapi membakar rumah-rumah rakyat", ucap Soekarno.

Dari pidato Sukarno mengenai Salam Merdeka, saya melihat bahwa beliau telah mendekonstruksi makna salam, dari yang bercorak eksklusif-agama ke inklusif-sosial. Salam Merdeka atau Salam Pancasila tidak menanyakan apa agamamu, apa sukumu, darimana asalmu, darimana provinsimu apa status sosialmu tapi semua diikat untuk hal yang sama untuk kepentingan bangsa Indonesia. Ungkapan merdeka, bagi Soekarno adalah pekik yang membuat rakyat Indonesia menjadi bersatu tekad, memenuhi sumpahnya "sekali merdeka tetap merdeka!".

Dalam pandangan Sukarno, salam merdeka adalah pekik pengikat, bahkan sebuah cetusan daripada bangsa yang berkuasa sendiri, dengan tiada ikatan imperialisme. Itulah sebabnya, harapan Soekarno, jangan lupa kepada pekik merdeka! Setiap kali kita berjumpa satu sama lain, pekikkanlah, merdeka!.

Dalam konteks kekinian, Salam Merdeka yang sekarang dilanjutkan dengan Salam Pancasila masih tetap relevan keberadaannya sebagai salam pengikat. Seperti kata Megawati bahwa jika pada masa lalu Salam Merdeka dipekikkan untuk mengingatkan bahwa kita adalah bangsa merdeka dan tidak mau dijajah lagi, maka sekarang Salam Pancasila dipopulerkan untuk mengingatkan kita kembali sebagai nasionalis yang cinta pada negara Indonesia.

Sebagai nasionalis yang cinta pada negeri kita bisa saling memberikan penghormatan kepada sesama warga negara dan saling mengingatkan akan nilai-nilai Pancasila. Hal ini penting karena sebelum kita mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-sehari, kita mesti memahami nilai-nilainya. Dan sesuai makna Salam Pancasila, pengamalan nilai-nilai Pancasila merupakan tanggung jawab bersama yang harus kita emban. Secara sadar kita harus memantapkan ideologi  Pancasila dan menanamkannya di dalam diri dan lingkungan masing-masing.

Salam Pancasila!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun