Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Baju Tahun Kemarin

15 April 2021   05:47 Diperbarui: 15 April 2021   06:03 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan Ramadan Hari Kedua

Ramadan baru memasuki hari kedua, namun pertanyaan mengenai baju apa yang akan dikenakan pada saat Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran nanti sudah mulai mengemuka di sebagian benak orang. Pertanyaan yang wajar-wajar saja sebenarnya, karena memakai pakaian baru pada Lebaran telah menjadi budaya sebagian kaum Muslimin di mana pun. Terdapat dalil-dalil sahih berupa hadis Nabi dan perkataan para ulama yang menunjukkan bahwa hal itu memang boleh dan ada tuntunannya.

Seperti diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari bahwa "Abdullah bin Umar Radhiallahu anhuma pernah berkata, "Umar Radhiyallahu anhu mengambil sebuah jubah dari sutera yang dijual di pasar, lalu dia mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian berkata, 'Wahai Rasulullah, belilah jubah ini dan berhiaslah dengannya untuk hari raya dan menyambut tamu.' Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang tidak mendapatkan bagian (di Hari Kiamat).'"

Dari hadits di atas diketahui, bahwa berhias di hari raya termasuk kebiasaan dan budaya yang sudah ada di kalangan para sahabat, dan Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam juga tidak mengingkarinya. Baju yang pada dasarnya memiliki fungsi untuk menutup aurat dan sebagai pelindung tubuh manusia dari kondisi lingkungan masing-masing, juga sudah menjadi kebutuhan pokok untuk berhias oleh manusia.

Seperti disebutkan dalam surat Al-A'raf ayat 26: "Hai anak-cucu Adam, sungguh Kami telah menurunkan untuk kamu pakaian yang dapat menutupi aurat-auratmu dan untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat." (QS. Al-A'raf: 26).

Seperti halnya kehidupan manusia yang dipenuhi banyak karakter, suku, bahasa, agama, adat istiadat, kebudayaan, dan lain-lain, baju pun memiliki beragam corak, model dan warna yang beragam serta terbuat dari beragam bahan yang berasal dari serat alam ataupun sintetis. Suatu perbedaan itu harus dipelihara agar tercipta satu harmoni yang sangat indah.

Menyikapi perbedaan, bila musim berganti, model dan corak pakaianpun berganti. Jika pada tahun 1970-an kita mengenal baju pria yang longgar sehingga bagian dada terlihat  dan celana panjang dengan bagian bawah berkibar-kibar laksana layar perahu maka di tahun 2000-an baju yang dikenakan pria umumnya ngepas di badan (slim fit) dan celana panjang sempit di bagian bawah.

Seiring perkembangan zaman maka fungsi dari pakaian pun terus berkembang. Salah satunya sebagai "Simbol Status Manusia", sebagian orang memakai pakaian-pakaian dengan harga tertentu sebagai pembeda status tingkatan sosial manusia yang satu dengan yang lainnya. Karena itu dalam suasana Lebaran, orang seperti ingin berlomba menunjukkan status sosial dengan memakai pakaian terbaik yang dimiliki sekaligus meningkatkan kepercayaan diri orang yang mengenakannya. Tidak  sedikit orang yang merasa malu jika di saat Lebaran mengenakan baju tahun kemarin, meski baju tersebut masih sangat layak dikenakan.

Fenomena tersebut dicermati dengan seksama oleh para perancang busana dengan membuat aneka ragam pakaian yang disesuaikan dengan kebutuhan dan suasana.  Sementara para pedagang memanfaatkan momen pergantian baju dengan berjualan beragam corak dan model serta warna baju di berbagai lokasi.

Sah-sah saja semuanya itu, karena setiap orang pada hakekatnya memiliki kebebasan untuk mengenakan baju baru ataupun baju tahun-tahun kemarin. Memilih pakaian merupakan kebebasan setiap orang. Namun hendaknya dalam berpakaian tetap mempertimbangkan maksud dari pemakaian pakaian itu sendiri. Sebuah istilah Jawa yang berbunyi "Ajining raga saka busana" memiliki arti bahwa berharganya seseorang itu dinilai dari penampilan atau busana yang ia pakai. Pakaian yang dipakai hendaklah sopan dan sesuai tempat dan waktu.

Intinya, jika tidak ada yang baru, baju lama juga tidak masalah. Seperti bunyi lirik lagu Baju Baru yang dinyanyikan Dhea Ananda, "Baju baru Alhamdulillah. Tuk dipakai di hari raya. Tak punya pun tak apa-apa. Masih ada baju yang lama."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun