Sebuah pohon sukun bercabang lima berbuah lebat terlihat berdiri kokoh di tengah sebuah taman yang berlokasi tidak jauh dari pantai Kota Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).Â
Pohon berdaun lebar dan bergerigi serta rimbun tersebut dikelilingi tembok setinggi kurang lebih 1 meter dan pada salah satu sisinya terdapat plakat dari marmer hitam bertuliskan "DI KOTA INI KUTEMUKAN LIMA BUTIR MUTIARA, DI BAWAH POHON SUKUN INI KURENUNGKAN NILAI-NILAI LUHUR PANCASILA."
Plakat yang berisi ucapan Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno atau Bung Karno tersebut dipasang oleh Pemerintah Daerah NTT untuk menandai bahwa di bawah pohon sukun inilah Bung Karno kerap melakukan permenungan saat diasingkan ke Ende oleh Pemerintah kolonial Belanda pada 14 Januari 1934 -- 18 Oktober 1938. Pohon sukun itu berjarak 700 meter dari rumah pengasingan Bung Karno.
Rumah pengasingan tersebut adalah sebuah tumah di tengah pemukiman penduduk biasa milik Haji Abdullah Ambuwaru di Kampung Ambugaga Kelurahan Kota Ratu, Ende.
Bukan hanya plakat berisi ucapan Bung Karno, untuk mengenang kehadiran Proklamator Kemerdekaan RI di Ende, di sekitar pohon sukun tersebut pun dibangun patung yang menggambarkan sosok Bung Karno mengenakan peci hitam, baju safari lengan panjang dan bersepatu sendal sedang duduk di atas kursi sepanjang 17 meter di atas kolam berukuran 8 x 45 meter. Bung Karno duduk menatap ke laut pantai Ende dengan kaki kiri dilipat di atas kaki kanannya dan tangan diletakkan di atas dengkul.
Biasanya, Bung Karno pergi sendiri ke tempat itu pada Jumat malam. Di tempat itulah, Bung Karno mengaku buah pemikiran Pancasila tercetus. Bung Karno melakukan permenungan memikirkan dasar-dasar negara dan mencurahkan pikiran untuk menemukan cara mempersatukan Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dan beragam suku, bahasa, agama, dan adat istiadat.
Bahwa pohon sukun merupakan tempat merenungkan nilai-nilai Pancasila pada awalnya tidak banyak orang yang tahu, sampai Bung Karno sendiri yang mengungkapkannya pada kunjungannya ke Ende pada tahun 1950. Seperti dikutip dari buku "Bung Karno dan Pancasila Ilham dari Flores untuk Nusantara" yang ditulis Tim Nusa Indah, Bung Karno mengakui bahwa selama tinggal di Ende ia sering merenung di bawah sebatang pohon sukun di pinggir laut.
Selama di Ende Bung Karno menjadi lebih relijius dan memaknai keberagaman secara lebih dalam. Sebuah tempat favoritnya untuk berkontemplasi adalah di bawah pohon sukun yang menghadap langsung ke Pantai Ende.
Sambil duduk merenung di bawah pohon sukun, gagasan Soekarno tentang dasar-dasar Indonesia memperoleh bentuknya yang jelas dan tetap, dan yang kemudian akan dipakai sebagai falsafah Bangsa Indonesia pada tahun 1945. Menurut keterangannya sendiri, di bawah pohon sukun itulah konsepsi tentang Pancasila selesai diolah.Â
Masih menurut pengakuan Bung Karno "Tempat pelarian untuk menyendiri yang kugemari adalah di baah pohon sukun yang menghadap kje laut. Aku lalu duduk dan memandang pohon itu. Dan aku melihat pekerjaan dari Trimurti dalam agama Hindu. Aku melihat Brahma yang maha pencipta dalam tunas yang berkecambah di kulit kayu keabu-abuan itu.Â