Selain berkebun dan membaca sebagai kegiatan rutin, Bung Karno menemukan caranya sendiri untuk dapat aktif kembali di tengah sambutan dingin dan ketakutan raja dan bangsawan distrik Ende yang merupakan pegawai Pemerintah Belanda. Bung Karno berpaling kepada rakyat kecil yang sederhana dan tidak mengerti apa-apa.
Bersama rakyat kecil inilah Bung Karno membentuk masyarakatnya dan mulai berbicara. Jiwa seni Bung Karno pun kembali tumbuh. ia pun mulai melukis, sebuah lukisannya masih dapat disaksikan di situs museum pengasingan Bung Karno, dan membentuk dan membina grup sandiwara tonil dengan nama Klub Tonil Kalimutu, yang diambil dari nama danau yang tidak jauh dari Ende.
Di tengah keterbatasan yang bisa dilakukan di tempat pengasingan yang begitu jauh dari Ibu Kota, Bung Karno juga mulai mempelajari lebih jauh soal agama Islam dengan antara lain berkirim surat secara diam-diam ke tokoh Islam di Bandung bernama T. A. Hassan.
Bung Karno juga belajar soal pluralisme dengan berkunjung secara rutin ke Biara Santo Yosef untuk bergaul, membaca buku-buku milik Biara ataupun perorangan dan berdiskusi intens bersama prater dan bruder yang ada di Biara.
Dilansir dari buku "Ekspedisi Jejak Peradaban NTT: Laporan Jurnalistik Kompas" dijelaskan bahwa selama di Ende, Bung Karno dekat dengan tiga pastor Katolik, yaitu Pater Yohanes Bouma, Regional Regio SVD Ende (wilayah Sunda Kecil); pastor paroki katerdral Ende Pater Huyjink; serta Brider Conradus W Thuis yang mempersilahkan Bung Karno menggunakan Gedung Imakulata untuk pementasan tonil. (Kompas, 19/08/2019).
Sedikitnya ada 13 naskah tonil yang dibuat Bung Karno di Ende, yakni Dokter Setan, Rendo, Rahasia Kelimutu, Jula Gubi, Kut Kutbi, Anak Haram Jadah, Maha Iblis, Aero Dinamit, Nggera Ende, Amoek, Rahasia Kelimutu II, Sang Hai Rumba, dan 1945. Tema tonil diangkat dari cerita rakyat didukung tarian adat. Selain itu tonil juga dimainkan untuk membangkitkan semangat membebaskan Indonesia dari belenggu penjajah.
Masih dari buku Ekspedisi Jejak Peradaban NTT: Laporan Jurnalistik Kompas diceritakan tentang Djae Bara pengikut setia Soekarno yang meninggal akhir tahun 1990-an pernah memaparkan bahwa dalam satu karya tonil, Bung Karno meramalkan Indonesia akan terbebas dari penjajahan tahun 1945. Bung Karno juga membayangkan kemerdekaan itu tidak direbut dari penjajah Belanda, melainkan dari sesama bangsa Asia.
Bekasi, 19 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H