Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Serambi Biara dan Jejak Penggalian Pancasila

13 Desember 2020   05:56 Diperbarui: 13 Desember 2020   13:04 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ada satu kebetulan lain, yang mungkin dapat dikatakan sebagai firasat yaitu perkataan Pater Huijtink yang pada masa-masa akhir kepergian Soekarni dari Ende seringkali menyebut Bung Karno sebagai Tuan Presiden. Dengan menyebut Bung Karno sebagai Tuan Presiden, sepertinya Pater Huijtink telah memiliki firasat yang kuat bahwa  suatu saat Indonesia akan menjadi negara yang merdeka dan Bung Karno menjadi presidennya. Bung Karno pun akan kembali ke Ende sebagai Presiden Indonesia, negeri yang diperjuangkannya dengan sepenuh jiwanya," jawab pater Henri.

Sambil berbincang, tidak terasa kami sudah di ujung anak tangga. Perbincangan pun terus berlanjut sambil melewati lorong 17 meter menuju serambi. 

Di sepanjang lorong ini dipajang foto-foto Presiden Indonesia, mulai dari Soekarno hingga Joko Widodo. Di bawahnya terlihat kursi kayu berjejer rapih di pinggir lorong. Menurut penjelasan Pater Henri, kursi-kursi tersebut sebagian besar masih asli.

Setiba di serambi tampaklah sebuah patung besar Bung Karno sedang duduk memandang ke laut lepas. Sementara di dinding terdapat teks Pancasila dan lukisan bergambar Bung Karno sedang berbincang dengan dua misionaris asal Belanda, Pater Gerardus Huijtink, SVD dan Pater Joanes Bouma, SVD.

"Nah di serambi inilah Bung Karno kerap berinteraksi dengan para Biarawan, membaca buku-buku atau majalah serta berkonsultasi tentang rencana dan jadwal pementasan tonil hasil karyanya serta berbincang-bincang dan bertukar pikiran. Tidak jarang pula Bung Karno membaca di ruang kantor Pater Huijtink. Di serambi ini kita bisa memandang laut lepas dan merasakan semilir anginnya. Sayang, pemadangan ke arah laut sekarang ini terhalang oleh bangunan gedung yang didirikan kemudian," ujar Pater Henri.

"Tidak banyak referensi, apalagi di media sosial, yang menulis mengenai kontribusi Biara dalam memperluas wawasan Bung Karno tentang berbagai hal, terutama internasionalisme. Benar bahwa Bung Karno diketahui sudah banyak membaca buku-buku sejak sebelum ke Ende, tetapi dengan membaca buku-buku di Biara dan banyak berdiskusi dengan para Pater maka wawasan Soekarno semakin luas dan permenungan yang dilakukannya semakin mendalam," tambah Pater Henri.

"Bukan hanya buku-buku, bahkan dari referensi yang diberikan Pater Martin, Bung Karno berkesempatan membaca ajaran Katholik dari ensklesi yang ditandatangani langsung oleh Paus di Vatikan yaitu Retum Novarum tentang Kaum Buruh yang ditandatangani pada 15 Mei 1891 tentang kaum buruh dan Quadra Desimo Anno tentang tata sosial masyarakat baru yang ditandatangani pada 15 Mei 1931," ujar Pater Henri.

Menurut Pater Henri, kedua ensklesi ini memberi sumbangan sangat berharga bagi Bung Karno dalam memandang kaum buruh dan pentingnya nasionalisme dalam perspektif internasional.  Kedua ensklesi ini menjadi benang merah permenungan,  penggalian dan penemuan lima butir nilai-nilai Pancasila.

"Untuk mengenang Bung Karno dan memberikan informasi lebih banyak tentang kegiatan Bung Karno selama tinggal di pengasingan di Ende, yang salah satunya adalah mengunjungi Biara Santo Yosef, maka pada peringatan 85 tahun pendaratan Bung Karno di Ende yaitu pada tanggal 14 Januari 2019, Biara Santo Yosef menjadikan serambi yang kerap dikunjungi Bung Karno sebagai "Serambi Soekarno" yang terbuka untuk umum," ujar Pater Henri.

Apresiasi layak diberikan kepada Biara Santo Yosef atas upayanya meningkatkan literasi mengenai proses penggalian nilai-nilai Pancasila di Ende, bahwa gagasan mengenai Pancasila dari Bung Karno tidak hadir tiba-tiba di bawah pohon sukun.  

Penggalian lima butir Pancasila dilakukan melalui berbagai proses lain yang menyertainya seperti membaca buku-buku di Biara Santo Yosef dan interaksi dengan masyarakat setempat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun