IpIeh: "Bang...virus Corona udah nyampe Depok, eneng ngeri niy bang takut ketularan..."
Aa "Tenang Bae... elu mah ga bakal ketularan Peh.."
Ipeh  "lah emang ngapah bang..??"
Aa: "itu yg ketularan pas lagi dansa.., pan lu mah demennya dangdut"
Begitu lelucon yang beredar di group-group Whatsapp dan media sosial tidak lama setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa dua orang WNI terpapar virus Corona (Covid-19). Saya hanya tersenyum membaca lelucon yang tidak jelas siapa pembuatnya. Tidak cukup tersenyum, saya pun langsung memuji kreativitas dalam membuat lelucon yang sangat faktual dalam merespon peristiwa tersebarnya virus covid-19 di Indonesia.
Faktual karena lelucon tersebut dibuat dalam waktu sangat cepat dan mengaitkannya dengan data diri korban yang tersebar luas tidak lama setelah Presiden Jokowi mengumumkan adanya korban virus Corona. Data yang beredar menyebutkan bahwa korban adalah ibu dan anak yang berprofesi sebagai pedansa dan bertempat tinggal di Depok. Konon keduanya tertular dari WN Jepang saat berkunjung ke sebuah klub di kawasan Kemang, Jakarta. Bukan hanya itu, foto ibu dan anak tersebut pun beredar luas di media sosial.
Tidak jelas siapa yang pertama kali memunculkan informasi data korban, namun yang jelas tersebarnya data korban sudah memunculkan kelucuan tersendiri. Benar-benar lucu  karena hanya di Indonesia, data pasien yang semestinya rahasia malah bisa muncul ke ruang publik. Di Jepang misalnya, otoritas kesehatan di negeri tersebut sangat menjaga privasi korban, meskipun ada permintaan dari pejabat. Hal ini dibuktikan ketika Menlu RI Retno Marsudi resmi meminta nama WNI yang terpapar virus, guna memberikan bantuan perlindungan, otoritas kesehatan di Jepang tidak langsung memberikan.
Kelucuan berikutnya, yang juga tidak kalah lucu, ketika Presiden RI mengumumkan mengenai adanya korban virus Corona di Indonesia, si korban sendiri malah tidak tahu bahwa merekalah yang terkena virus. Dalam wawancara dengan harian Kompas lewat telepon genggam, salah seorang korban bercerita bahwa tidak ada seorang dokter pun di rumah sakit dimana menjalani perawatan, yang menginformasikan bahwa mereka sudah terpapar virus Corona. Korban baru tahu bahwa mereka terpapar virus Corona setelah Presiden Jokowi mengumkannya ke publik.
Nah bahwa korban bisa diwawancarai media lewat telepon genggam juga menjadi kelucuan lainnya. Bagaimana mungkin media dibiarkan mewancarai korban secara langsung saat korban di rawat di rumah sakit.
Kelucuan lain terjadi ketika mengetahui virus Corona sudah masuk Indonesia dan publik berbondong-bondong belanja masker penutup mulut/hidung dan cairan pencuci tangan. Sebagian anggota masyarakat bukan hanya membeli untuk kepentingan sendiri tapi memborong dalam jumlah besar. Akibatnya mudah ditebak, masker dan cairan pencuci tangan menjadi barang langka dan harganya meningkat hingga sepuluh kali lipat dari harga normal. Kelucuan belum selesai karena kondisi ini juga ternyata dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk memproduksi masker palsu dalam jumlah besar dan menjualnya sebagai masker asli.
Kelucuan bertambah ketika masyarakat panik memborong sembako yang menimbulkan kegaduhan di berbagai tempat perbelanjaan. Entah menerima informasi hoax darimana, masyarakat percaya bahwa dampak virus Corona akan meluas.