Dengan terbitnya Perpres nomor 63 tahun 2019 di bulan Bahasa 2019 kiranya bisa menjadi momentum untuk mendorong upaya meningkatkan kebanggaan dalam menjunjung tinggi bahasa Indonesia terutama dalam konteks formal ataupun berkomunikasi secara tertulis.
Kita memang tidak bisa membendung serbuan istilah asing yang masuk melalui berbagai jalur. Di media sosial atau media internet, kita akrab dengan istilah mention, gadget, time line, email, hash tag, poke. Di dunia politik kita juga akrab dengan istilah electability atau outsourcing. Sementara di dunia kuliner, kita menjumpai kata sea food atau appetizer.
Istilah-istilah yang sudah mulai popular tersebut memang tidak mudah untuk digantikan begitu saja. Kita akan mengernyitkan dahi jika mendegar kata 'boga bahari' sebagai pengganti sea food atau 'penyelera' untuk pengganti appetizer.
Namun Menteri atau Pejabat Pemerintah Daerah yang menurut Perpres nomor 63 tahun 2019 diberikan tugas pengawasan kiranya dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan seksama dalam mendorong masyarakat menggunakan bahasa Indonesia melalui contoh-contoh keseharian, terutama saat berpidato atau membuat surat.
Mereka misalnya bisa mengarahkan dan membiasakan penggunaan istilah yang sudah lazim digunakan seperti unduh sebagai pengganti download, unggah untuk pengganti upload atau nota kesepahaman untuk menggantikan memorandum of understanding (MOU).
Adapun istilah yang belum popular dan dianggap sebagai padanan yang sangat tepat diperkenalkan sebagai kata yang mendahului istilah yang diserap. Istilah yang diserapa diletakkan di antara tanda petik tunggal atau dalam kurung. Contoh: petahana 'incumbent' atau gawai 'gadget', lini masa 'time line' dan surat el 'email'.
Kalau "Bahasa Indonesia please"? Yuuk berbahasa Indonesia ha ha ha.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI