Hal lain yang dicatat dari Perpres nomor 63 tahun 2019 adalah penggunaan Bahasa Indonesia bagi Presiden/Wakil Presiden, dan pejabat negara bukanlah satu-satunya pengaturan yang dilakukan. Dalam Perpres yang terdiri dari 14 Bab dan 44 pasal ini diatur antara lain pengunaan Bahasa Indonesia dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, bahasa pengantar dalam pendidikan resmi, dan pelayanan administrasi publik di Instansi Pemerintahan.
Lebih lanjut Bahasa Indonesia digunakan dalam pembuatan nota kesepahaman atau perjanjian, dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia, komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta, laporan setiap lembaga atau perseorangan kepada instansi pemerintahan, penulisan karya ilmiah dan publikasi karya ilmiah di Indonesia dan pemberitaan di media massa.Â
Dengan pengaturan penggunaan Bahasa Indonesia seperti tersebut di atas, pertanyaan yang mestinya mengemuka adalah apakah Perpres nomor 63 tahun 2019 ini efektif untuk mendorong masyarakat menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Bukankah selama ini penggunaan Bahasa Indonesia terdesak oleh penggunaan bahasa asing dan dianggap tidak memiliki prestise dan udik. Pemerintah maupun masyarakat pun semakin marak menggunakan istilah dalam bahasa asing. Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional pun semakin terpinggirkan.
Perhatikan saja nama pusat-pusat perbelanjaan yang menggunakan kata-kata dalam bahasa Inggris seperti Senayan City, Plaza Senayan, atau Grand Mall Metropolitan. Beberapa papan iklan penyambutan juga kerap menggunakan kata dalam bahasa Inggris seperti Welcome to Batam tanpa padanan kata dalam bahasa Indonesia.
Penggunaan kata "skytrain" lebih keren dibandingkan "kalayang" - singkatan dari kereta layang; atau istilah "fly over" Semanggi di Jakarta lebih akrab dibanding "simpang susun" Semanggi; dan sebagainya.
Penggunaan istilah bahasa asing dalam berbagai instansi pemerintah, kegiatan internasional, maupun ruang publik memperlihatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara semakin terpinggirkan.
Sebenarnya upaya untuk membudayakan bahasa Indonesia di ruang-ruang publik bukan baru sekarang dilakukan, tetapi sudah dilakukan sejak lama oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Secara terus menerus BPPB melakukan sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan menyurati seluruh pemerintah daerah di tingkat Provinsi agar menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara daalam berbagai kegiatan, termasuk kegiatan berskala internasional, termasuk mengindonesiakan kata-kata asing seperti mall menjadi mal.
Meski sudah dilakukan upaya yang sungguh-sungguh, termasuk di masa Orde baru, namun belum ada perubahan yang signifikan. Semua yang dilakukan seolah tak memiliki dampak.Â
Pejabat pemerintah yang seharusnya menjadi teladan dan contoh dalam berbahasa, dianggap lalai. Apabila dengar pidato sambutan pejabat dalam beberapa acara, maka yang terdengar adalah bahasa Indonesia berbumbu bahasa asing (Inggris). Bahkan di kota besar, seperti Jakarta, beberapa keluarga kini menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa percakapan. Bahkan anak-anak muda Jakarta Selatan dikenal berbicara campuran Indonesia Inggris