Â
Senang rasanya melihat foto-foto Menlu RI Retno Marsudi dan para diplomat Indonesia, delegasi peserta pertemuan dari berbagai negara mengenakan batik, termasuk Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres yang menggunakan motif tenun troso berwarna cerah.
Foto-foto tersebut dapat dilihat di berbagai media massa online dan sosial media tidak lama setelah Menlu Retno memimpin sidang yang menandai dimulainya rangkaian pertemuan DK PBB selama bulan Mei 2019 di bawah Presidensi Indonesia.
Menurut Kementerian Luar Negeri RI, penggunaan batik di dalam Sidang DK PBB diharapkan semakin mempopulerkan batik yang saat ini telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan kebudayaan dunia.
Kementerian Luar Negeri juga menyebutkan bahwa dipilihnya batik sebagai dress code sidang DK PBB merupakan bentuk penghormatan para anggota DK PBB bagi Indonesia yang memegang Presidensi Dewan Keamanan PBB untuk bulan Mei 2019.
Menariknya, berbagai batik yang dikenakan delegasi DK PBB pada pertemuan tersebut merupakan koleksi pribadi mereka masing-masing. Sejumlah delegasi mengoleksi batik tersebut tidak hanya dari pemberian dari delegasi Indonesia di New York, atau ketika mereka menjadi ketua delegasi dalam konferensi di Indonesia, namun juga ada yang membelinya sendiri pada saat kunjungan ke Indonesia.
Selain Sekjen PBB, delegasi lainnya yang terlihat menggunakan batik termasuk Amerika Serikat, Jerman, Pantai Gading, Perancis, Peru, Dominican Republic, dan Tiongkok.Â
"Sangat menyenangkan bahwa dalam sidang hari ini cantik dan colorful, karena sebagian besar anggota DK PBB mengenakan batik, termasuk Sekjen PBB mengenakan tenun dari Bali," tutur Menlu Retno.
Meski dress code batik dalam pertemuan internasional bukanlah yang pertama, sebelumnya sudah pernah dilakukan di mana salah satu yang fenomenal adalah pemakaian batik oleh para kepala negara anggota APEC saat pertemuan di Bogor tahun 1994, namun pemakaian batik sebagai dress code tetap saja menarik. Terlebih batik yang dikenakan adalah milik masing-masing.
Bagi saya, keberhasilan memasukkan dress code batik dalam pertenuan di DK PBB menyiratkan keberhasilan para diplomat Indonesia. Mereka tidak hanya piawai dalam berdiplomasi mengenai politik dan keamanan internasional tetapi juga jeli memanfaatkan momen pertemuan yang disorot dunia internasional untuk berdiplomasi budaya untuk memperkuat promosi Indonesia lewat batik.
Pengalaman saya menghadiri beberapa pertemuan internasional, dalam hal dress code sudah terdapat kesepakatan baku. Biasanya dress code yang digunakan adalah PSL (pakaian sipil lengkap) alias jas sewarna dan dasi. Karenanya saat Sekjen PBB dan delegasi dari berbagai negara berbatik ria dalam pertemuan DK PBB bukan hal yang biasa.
Permintaan agar pemakaian batik secara bersama-sama dalam pertemuan internasional tidak bisa dilakukan tiba-tiba. Setidaknya diperlukan pengetahuan mengenai penggunaan dress code, kepemilikan batik di antara anggota delegasi yang akan menghadiri pertemuan dan pendekatan personal sebelum akhirnya sepakat untuk berbatik ria pada hari yang sama.
Untuk melakukan hal tersebut, biasanya tedapat lobi-lobi informal terlebih dahulu yang dilakukan oleh para diplomat di sela-sela pertemuan, baik saat menghadiri jamuan ataupun daat bertemu di koridor atau lorong-lorong ruang pertemuan.
Setelah pengkondisian selesai dilakukan, barulah disampaikan pemberitahuan atau ajakan(yang juga informal) ke semua delegasi untuk mengenakan batik.
Setelah mendapat kepastian bahwa semua delegasi sepakat untuk mengenakan batik saat sidang pertama DK PBB yang dipimpin Indonesia pada bulan Mei 2019, tugas selanjutnya adalah mengondisikan media massa agar menyebarluaskan apa yang berlangsung di pertemuan DK PBB khususnya penggunaan batik, misalnya dengan menyiapkan press release yang kemudian disebarluaskan ke seluruh media massa.Â
Di sini tampak kepiawaian lain para diplomat Indonesia dalam berjejaring dengan media massa. Hubungan baik yang telah terbina selama ini sangat membantu penyebarluasan dengan cepat.
Tidak mengherankan jika tidak lama setelah sidang DK PBB dimulai, press release soal batik dan foto-foto ibu Menlu Retno beserta para delegasi dari berbagai negara sedang berbatik ria langsung viral di media online dan semua platform media sosial seperti Twitter, Instagram, atau Facebook.Â
Warganet pun menyambut gegap gempita keberhasilan para diplomat Indonesia dalam mempromosikan batik dan Indonesia.
Semua keberhasilan di atas tentu saja tidak terlepas dari kepiawaian ibu Menlu Retno mengorkestrasi para diplomatnya di PTRI New York yang dipimpin Duta Besar Dian Triansjah Djani.Â
Perpaduan apik antara kemampuan substansi, kepemimpinan dan kepekaan melihat situasi. Memadukan tema kepemimpinan Indonesia di DK PB "Menabur Benih Perdamaian: Meningkatkan Keselamatan dan Kinerja Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP) PBB" dengan kearifan budaya Indonesia, batik.
#inidiplomasi #batik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H