Adegan kemudian mundur ke masa-masa awal Freddie Mercury memulai karir musiknya ketika bergabung dengan Brian May dan Roger Taylor lewat grup band Smile di tahun 1970. Setelah John Deacon masuk ada.
1971, nama band kemudian berubah menjadi Queen atas usulan Freddie Mercury. Tidak diceritakan bagaimana reaksi ketiga anggota lainnya ketika nama Queen diusulkan, tiba-tiba mereka setuju saja dengan usulan nama baru tersebut.
Sejak awal penonton memang sudah digiring untuk berpandangan bahwa cerita tentang Queen adalah tentang autobiografi Freddie Mercury, yang meninggal pada usia 45 tahun karena AIDS. Bagaimana lagu-lagu hits Queen tercipta berkat kejeniusan Freddie menulis lagu dan aksi panggungnya yang memikat.
![sumber foto : Dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/11/13/bohemian-rhapsody-levitasi-5bea162b43322f629751b727.jpg?t=o&v=555)
Adegan yang sangat memuakkan adalah saat Freddie Mercury selesai menyusun komposisi lagu "Love of My Live" dan kemudian berciuman dengan manajernya, Paul Prenter (yang juga seorang pria).
Secara vulgar adegan ini dan pernyataan Paul Prenter bahwa Freddie Mercury mempunyai kecenderungan menyukai sesama jenis memang dimaksudkan untuk memperlihatkan ke penonton mengenai adanya perubahan perilaku seksual Freddie Mercury sejak tahun 1975. (Saya yakin adegan berciuman ini tidak muncul di bioskop Indonesia).
Sebelumnya juga ada adegan (meski samar) tentang hasrat Freddie Mercury yang malu-malu bertatapan dengan sopir truk dan kemudian menyusul sopir truk tersebut ke kamar mandi pria.
Secara keseluruhan saya sangat menikmati film ini. Saya seperti sedang menonton konser Queen di gedung bioskop, khususnya saat adegan Queen tampil di konser LIVE AID tahun 1985 di Stadion Wembley, London.
Tanpa sadar saya pun ikut bernyanyi dan menghentakkan kaki. Sambil melirik ke penonton di sekitar, saya perhatikan mereka juga melakukan hal yang sama. Meski tentu saja bernyanyi lirih, tidak histeris seperti saat nonton konser sesungguhnya.
Dibuka dengan lagu Bohemian Rhapsody, Freddie Mercury terlihat tampil sangat prima dan seolah-olah konser LIVE AID adalah konser terakhirnya. Rami Malik benar-benar terlihat penuh totalitas memerankan dirinya sebagai Freddie Mercury. Melihat akting Rami Malik, saya seperti melihat Freddie Mercury hidup kembali dan beraksi penuh semangat di atas panggung, menembangkan lagu Bohemian Rhapsody, Radio Gaga hingga We are The Champion.
Di luar aksi bermusik Queen dan Freddie Mercury, saya sebenarnya agak kecewa karena dua harapan lainnya tidak terjawab yaitu adanya penafsiran yang jelas terhadap lagu Bohemian Rhapsody dan mengapa personil Queen lainnya seperti membiarkan Freddie Mercury terperosok sebagai seorang gay alias LGBT. Penceritaan kehidupan Freddie Mercury di luar urusan musik seperti dibiarkan mengambang.