Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Indonesia Jajaki Impor Sapi Mongolia

19 Maret 2014   20:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:44 936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1395208863420305668

Karena hidup berpindah-pindah maka mereka pun tidak berdiam di suatu tempat tinggal permanen seperti rumah yang kita kenal. Mereka berdiam dalam tenda-tenda besar yang disebut ger, tanpa jendela dan hanya memiliki satu pintu. Di musim dingin, dinding ger dibuat berlapis dua atau tiga yang dilengkapi plastik untuk melindunginya dari hujan dan salju. Ger dirancang sedemikian rupa sehingga mudah dibongkar dan diangkut saat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, setidaknya 4 kali dalam setahun, tergantung musim.

Setibanya kami di kawasan peternakan, terlihat 6 buah ger dipasang berdekatan satu sama lain dan sebuah kandang ternak. Setiap ger yang beratnya sekitar 250 kg dan diameter sekitar 6-8 meter, setidaknya dihuni oleh satu keluarga. Di latar belakang terdapat bukit-bukit batu dan yang dikelilingi area tanah yang tidak ditumbuhi rumput. Menurut  keterangan pemandu wisata yang menyertai kami, kawasan tersebut dipilih sebagai lokasi pemasangan ger karena selain tanahnya keras, sehingga tidak becek saat hujan atau salju, kawasan tersebut juga tidak ditumbuhi rumput yang merupakan makanan utama hewan ternak mereka.

Di pintu gerbang tampak beberapa orang wanita Mongolia berdiri berjajar menyambut kedatangan kami, termasuk dua tentara berkuda yang tadi menjemput kedatangan bus kami. Pipi para wanita dan ‘tentara’ Chinggis Khan tersebut terlihat kemerah-merahan, bukan karena malu, tapi akibat dinginnya suhu udara yang minus 15 derajat Celcius. Meski berdiri dibawah udara dingin, mereka terlihat penuh semangat menyambut kedatangan kami, memberi salam dan tidak segan-segan untuk berfoto bersama.

Usai berfoto-foto di luar, saya pun segera memasuki salah satu ger di bagian depan. Di dalamnya terlihat 2-3 tempat tidur dan meja yang ditempatkan mengelilingi dinding ger. Sedangkan di tengah tenda terdapat sebuah perapian untuk memasak sekaligus untuk menghangatkan ruangan.

Sebagai bentuk keramahtamahan, tuan rumah menghidangkan susu kuda yang sepintas mirip dengan teh susu atau teh tarik. Selain itu disediakan pula susu kuda yang sudah dikeringkan dan mirip keju. Menurut si pemandu wisata, seperti halnya daging kuda yang bagus untuk menjaga kehangatan badan, khususnya di musim dingin, susu kuda juga memiliki manfaat yang sama. Tidak heran jika orang Mongol suka dengan daging dan susu kuda karena cocok untuk membantu mereka menahan udara di musim dingin.

Di bagian belakang ger terdapat kandang ternak semi permanen berpagar kayu yang sebagian besar terbuka untuk mengandangkan hewan ternak seperti sapi, domba, kambing, unta dan kuda di waktu malam. Ukuran kandang ternak tidak terlalu besar dan bisa menampung sekitar 200-an ternak milik bersama. Ketika saya melongok ke kandang, didalamnya terlihat puluhan ekor domba sedang memamah rumput kering, sedangkan lainnya berkeliaran bebas di padang rumput. Sementara di bagian lain tampak beberapa ekor kuda dan unta sedang ditambatkan. Hewan ternak yang dipelihara bersama oleh setiap keluarga atau kelompok tersebut merupakan sumber utama penghasilan mereka. Selain memanfaatkan daging dan kulitnya, para peternak juga memanfaatkan susu dan bulu hewan ternak untuk dijadikan kain wool, dan cashmere.

Di Mongolia, jumlah peternak atau kelompok peternak yang mengelola peternakan keluarga (family farming) jumlahnya ribuan dan tersebar di seluruh kawasan. Tidak mengherankan jika jumlah hewan ternak di Mongolia jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan penduduk Mongolia itu sendiri. Jika menurut data statistik penduduk Mongolia hanya sekitar 2,8 juta jiwa, maka jumlah hewan ternaknya diperkirakan berjumlah 41 juta ekor.

Dengan jumlah hewan ternak yang sedemikian besar maka Mongolia tercatat sebagai salah satu negara pengekspor ternak termasuk produk olahannya seperti kulit dan kain wool serta cashmere. Namun demikian, seperti dikatakan Menteri K. Batullga, Pemerintah Mongolia ingin agar kelebihan pangan di sektor peternakan dapat dilengkapi dengan pemenuhan kebutuhan di sektor pertanian dan mengingkan Mongolia menjadi negara produsen tanaman organik, yang hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,

Ditambahkan pula oleh Menteri Batullga yang mantan pegulat ini bahwa Pemerintah Mongolia bekerjasama dengan FAO membuat program yang memusatkan perhatian pada upaya-upaya menghapus tingkat kemiskinan, menyiapkan keamanan pangan dan nutrisi, memperbaiki mata pencarian petani/peternak, mengelola sumber daya alam, melindungi lingkungan dan berupaya mencapai pembangunan yang berkelanjutan di kawasan pertanian tertentu.

Namun demikian, menyadari ancaman yang akan muncul jika dilakukan eksploitasi berlebihan terhadap area tanah yang dipergunakan sebagai padang rumput, yang bisa mengakibatkan kerusakan flora dan fauna, Mongolia melakukan kerja sama secara terpadu dengan berbagai negara dan institusi pengelola pertanian, termasuk mendukung program FAO yang menjadikan tahun 2014 sebagai tahun pertanian keluarga (The International Year of Family Farming 2014).

Kembali ke perbincangan di awal tulisan ini mengenai keinginan Indonesia untuk mengimpor sapi dengan barter ekspor kelapa sawit dan buah tropis dari Indonesia, saya melihat peluangnya untuk meningkatkan kerja sama perdagangan bilateral sangat besar karena sifatnya saling melengkapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun