Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rampak Kendang Hentakkan Beijing

26 Juni 2014   13:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:50 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah pertunjukan musik tradisional rampak kendang digelar di Wisma Duta KBRI Beijing di hadapan seratusan anggota ASEAN Ladies Circle(ALC), Senin, 23 Juni 2014. Acara tersebut disaksikan langsung oleh istri Duta Besar RI untuk RRT Aslida Rahardjo dan istri para duta besar dan diplomat negara-negara anggota ASEAN lainnya serta perwakilan dari Kementerian Luar Negeri RRT. Sebanyak 6 orang pemain yang terdiri dari diplomat dan staf lokal KBRI Beijing serta seorang anggota Dharma Wanita  memainkan seperangkat alat musik tradisional rampak kendang yang terdiri dari kendang berukuran kecil yang biasa disebut Kendang Ciblon dan  kendang besar yang disebut Kendang Ageng, dua buah gamelan Bali dan sebuah drum minimalis. Rampak kendang merupakan musik tradisional asal dari Jawa Barat dan Tengah yang dimainkan secara serempak oleh sedikitnya dua orang pemain. Permainan kendang yang dilakukan bersama-sama ini memiliki makna filosofis yang mencerminkan kebersahajaan, kebersatuan gotong royong, keharmonisan dan keceriaan masyarakat Indonesia. Mengenakan kostum putih hitam dengan sarung kotak-kotak dan ikat kepala khas Bali, para ‘pemusik dadakan’ tersebut memulai pertunjukan dengan 4 pukulan beruntun pada pada Kendang Ciblon. Bunyi tung tung langsung menggema dari kendang kecil tersebut yang diikuti dengan pukulan serentak pada Kendang Ageng yang sontak menghasilkan bunyi dung dung sehingga menghasilkan rangkaian bunyi pembuka yang harmonis … tung tung tung tung … dung dung tung deng …  tung deng … tung deng.

Pemukul kendang bergantian menari …

Setelah itu muncul alunan gamelan Bali yang mengeluarkan bunyi ning nong ning tung disertai tepukan satu dua pada Kendang Ciblon yang dikombinasikan dengan hentakan Kendang Ageng yang dipukul serempak membuat alunan musik semakin lengkap dan harmonis. Dimainkan secara berulang-ulang dan serempak sebanyak tiga kali per pukulan disertai sedikit gaya memindahkan kedua tangan ke kiri dan ke kanan mirip gerakan senam irama membuat pertunjukan semakin meriah. Tanpa dikomando para penonton pun kemudian bertepuk tangan sebagai tanda kekaguman. Pertunjukan semakin meriah ketika dua orang pemukul kendang bergantian maju untuk  bergoyang dimana pada akhir gerakan ditutup dengan bunyi kendang … tung pak tung tung … dung dung sebanyak tiga kali. Pada saat penari pertama bergoyang,  kendang dan gamelan dipukul penuh. Namun untuk pemain kedua,  kendang dan gamelan hanya dipukul dua kali. Pukulan ketiga tidak jadi dipukul sehingga si penari merasa tertipu karena tidak ada bunyi kendang yang terakhir. Melihat adegan ini para penonton pun tertawa dibuatnya. Setelah kedua penari kembali ke tempatnya dan memegang kendangnya kembali, pertunjukan dilanjutkan dengan pukulan terakhir yang lebih keras pada kendang besar sehingga menjadikan ruang wisma terasa bergetar. Setelah itu pertunjukan diakhir dengan tiga pukulan kendang yang memadukan kedua permukaan Kendang Ageng sehingga menghasilkan bunyi … tung deng .. tung deng … tung deng … tung … deng deng deng Penampilan rampak kendang yang dimainkan staf KBRI ini terasa istimewa karena berupaya memperkenalkan khazanah kekayaan budaya Indonesia yang bernilai tinggi pada kalangan masyarakat Beijing. Suatu kegiatan yang dirancang sebagai bagian dari diplomasi budaya Indonesia di dunia internasional. Melalui pentas seperti ini diharapkan masyarakat Beijing dapat lebih mengenal kebudayaan Indonesia. Ke depan, pertunjukan akan dilakukan dengan menjangkau masyarakat yang lebih luas seperti perguruan tinggi, sekolah dan berbagai komunitas yang ada di Beijing dan berbagai kota lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun