[caption id="attachment_329869" align="aligncenter" width="552" caption="Tjipta Lesmana sedang sampaikan paparan diapit Duta Besar RI untuk Tiongkok (kanan) dan moderator / Foto oleh Aris Heru Utomo"][/caption]
“Jangan mudah percaya dengan politikus Indonesia karena mereka pandai memainkan political impression. Politik Indonesia dewasa ini masih belum matang, masih diwarnai aroma politik balas dendam”, demikian komentar pengamat komunikasi politik dan dosen Universitas Pelita Harapan Profesor Tjipta Lesmana menanggapi perkembangan politik di Indonesia, khususnya menanggapi pertemuan antara Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan pesaingnya, Prabowo Subianto, dalam acara bincang-bincang dengan Duta Besar dan staf KBRI serta mahasiswa Indonesia yang digelar di aula KBRI Beijing.
Pengamat yang dikenal suka ceplas ceplos ini kemudian menambahkan bahwa sidang DPR dan MPR kemarin menjadi bukti berlangsungnya drama politik yang luar biasa. Politik balas dendam terlihat dalam bentuk sapu bersih kursi kepemimpinan kedua lembaga tersebut. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan langkah untuk setiap saat menggoyang dan menjatuhkan pemerintah yang berkuasa melalui impeachement.
Karena itu menurut Tjipta Lesamana, kunci sukses agar Jokowi bisa bertahan sebagai presiden adalah adanya kabinet kerja yang professional dengan program-program pro rakyat. Jika susunan kabinet pemerintahan Jokowi tidak jauh lebih baik dari susunan kabinet pemerintahan Presiden SBY dan berbagai program yang dilakukan memberatkan masyarakat serta hanya menekankan pada pencitraan, maka pemerintahan Jokowi tidak akan lama.
Dikemukakan lebih lanjut oleh Tjipta Lesmana bahwa meskipun pesimis, ia berharap Jokowi dapat menjalankan pemerintahan dengan prinsip berdikari seperti yang diajarkan Bung Karno dan ditekankan kembali oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Ia pesimis prinsip berdikari akan dapat dilaksanakan oleh Jokowi karena ketika Megawatiberkuasa pun justru prinsip tersebut tidak dilaksanakan sama sekali. Pada masa pemerintahan Megawati hutang luar negeri RI justru semakin meningkat, beragam penjualan asset nasional dilakukan dan kekayaan alam dikeruk dan dijual dengan harga murah. Sampai kapan pun Indonesia tidak akan bisa berdikari bahkan yang ada adalah semakin meningkatnya ketergantungan kepada kekuatan asing.
Karena itu Tjipta Lesmana mengusulkan agar Jokowi belajar melaksanakan prinsip berdikari dari Korea Utara. Dari kunjungannya selama 5 hari ke ibu kota Korea Utara, Pyongyang, pada minggu kedua Oktober 2014, ia melihat sendiri antara lain bagaimana masyarakat Korea Utara bergotong royong membangun negaranya dengan menggunakan sumber daya yang dimilikinya dan tidak bergantung pada kekuatan asing. Melalui gotong royong, masyarakat Korea Utara berhasil memenuh kebutuhan mereka sendiri seperti tempat tinggal yang memadai yang terlihat dari kemunculan gedung-gedung tinggi, ketersediaan bahan pangan, jaringan jalan raya yang baik dan ketercukupan aliran listrik serta industri pertahanan yang terus berkembang. Semuanya dilakukan sendiri di tengah berbagai sanksi dan larangan yang diberikan banyak negara.
Kenyataan bahwa pembangunan di Korea Utara mengesankan Tjipta Lesmana dan karenanya menyarankan agar Jokowi belajar pengelolaan berdikari disana sepertinya tidak terlepas dari kenyataan bahwa meskipun Korea Utara terus ditekan oleh Barat dan negara-negara lain sejak perang dingin, namun eksistensi negara tersebut di dunia internasional tetap mencuat. Padahal negara-negara seperti lainnya sudah banyak yang bertumbangan dan rejim pemerintahannya pun sudah pro Barat. Contoh nyata dari eksistensi Korea Utara di dunia internasional adalah di keberhasilan mereka di bidang olah raga dimana pada ajang Asiang Games di Incheon beberapa waktu yang lalu, para atlit Korea Utara mampu berada di urutan 7 dengan raihan medali 11 emas 11 perak dan 14 perunggu (bandingkan dengan Indonesia di posisi 17 dengan raihan medali 4 emas 5 perak 11 perunggu), tim sepakbola Korea Utara pun disegani (mereka meraih medali perak di Asian Games Incheon dan lolos ke putaran Piala Dunia U20).
Tjipta Lesmana tidak menjelaskan lebih jauh mengenai konsep berdikari yang dilaksanakan di Korea Utara, namun dari penelusuran di internet diketahui bahwa Korea Utara dapat bertahan antara lain dengan menerapkan ekonomi terpusat dan memberikan banyak subsidi kepada masyarakatnya seperti subsidi bahan pangan dan tempat tinggal.Selain itu pemerintah memberikan pembebasan biaya kesehatan dan pendidikan.
Sempat mengalami krisis ekonomi paska perang dingin dan terjadi bencana kekurangan pangan, maka setelah dilakukan reformasi struktural pada tahun 1998 dan 2002 serta dengan adanya dukungan dari industri maka perekonomian Korea Utara relatif membaik, human development berada pada tingkat menengah dan pendapatan nasional per kapita pada tahun 2012 mencapai US$ 1.523.
Dan bicara industri, maka industri utama yang mendukung perekonomian Korea Utara antara lain adalah permesinan, perangkat militer, kimia, pertambangan, metalurgi, tekstil, dan pengolahan makanan. Korea Utara pun memiliki produksi pasir besi dan batu bara yang jauh lebih besar dibandingkan tetangganya di Selatan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan, Korea Utara mengandalkan produksi beras, jagung, kedelai dan kentang sebagai produk tanaman pangan utama, disamping perikanan laut dan budi daya perikanan darat.
Untuk mendorong perdagangan luar negeri, Korea Utara juga membangun sejumlah kawasan ekonomi dan administratif khusus, misalnya kawasan ekonomi khusus di Rason (proyek kerjasama dengan Tiongkok) dan Kaesong (proyek kerjasama dengan perusahaan-perusahaan Korea Selatan), dimana perusahaan asing dapat beroperasi dengan mendapatkan insentif perpajakan dan perusahaan Korea Utara dapat belajar dan meningkatkan kemampuan teknologi.
Beijing, 19 Oktober 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H