Sejumlah temuan kecurangan pemilu yang terjadi di masa kampanye Pemilu Serentak 2024 menunjukan banyaknya persoalan yang terjadi sejak tahap pencalonan hingga kampanye. Memasuki masa tenang, catatan pemantauan masyarakat sipil menemukan adanya dugaan penyalahgunaan fasilitas negara, persoalan netralitas aparatur negara, hingga praktik laten politik uang yang mendominasi dalam temuan kecurangan. Pelbagai masalah ini semakin memperjelas gejala kecurangan pemilu yang terjadi.
Anggota Komisi II DPR RI Riyanta menegaskan peserta dan penyelenggara Pemilu harus berkomitmen untuk menghindari politik uang (money politic) dalam melaksanakan Pemilu 2024. Sehingga hal yang dapat menimbulkan persengketaan perlu dihindari agar penyelenggaraan Pemilu 2024 dapat terlaksana secara jujur dan adil.
Bawaslu DKI mengingatkan siapa saja yang bermain politik uang bisa dijerat pidana Pemilu.
"Perkara politik terjadi tidak hanya pada masa tenang, tapi pada masa pemungutan suara pun masih kerap terjadi. Ia mengingatkan subjek hukum pelaku politik uang di masa pemungutan suara adalah setiap. Jadi siapa pun pada hari pemungutan suara melakukan politik uang, maka dapat dijerat dengan tindak pidana pemilu," ujar Koordinator Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Benny Sabdo dalam keterangannya Benny mengatakan hukum soal politik uang diatur dalam Pasal 523 ayat (3) UU "Setiap orang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih. Dijerat dengan sanksi pidana 3 tahun penjara & denda Rp 36 juta," jelas Benny.
Baca artikel detiknews, "Bawaslu DKI Ingatkan Ancaman Pidana 3 Tahun Penjara bagi Pelaku Politik Uang.
Upaya penanggulangan Money Politic terdiri dari tiga bagian pokok , yaitu:
1. Pre-emtif
Yang dimaksud dengan upaya pre-emtif disini adalah upaya-upaya awalnyang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulan kejahatan secara pre-emtif menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisai dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran/kejahatan tapi tidak ada niatnyauntuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha pre-emtif faktor niat menjadi hilang meskipun ada kesempatan. Cara pencegahan ini berasal dari teori NKK, yaitu: Niat +
Kesempatan terjadinya kejahatan. Contohnya, seorang calon berkampanye
tidak secara berlebihan tetapi berkampanye secara sehat meskipun uang yang dimiliki si calon banyak. Jadi dalam upaya pre-emtif faktor "NIAT"tidak terjadi.
2. Preventif
Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya pre- emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan.Dalam upaya preventif ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya. Contoh larangan kampanye oleh Bawaslu sebelum masa kampanye, dengan demikian kesempatan menjadi dan tidak terjadi Money Politic. Jadi dalam upaya preventif kesempatan ditutup.
3. Represif
Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana/kejahatan yang tindakan berupa penegakan hukum (law enforcement) dengan menjatuhkan hukuman.Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya represif untuk menindak para pelaku sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang ditanggungnya sangat berat. Dalam membahas sistem represif, tentunya tidak lepas darisistem pidana kita, dimana dalam sistem peradilan pidana paling sedikitterdapat 5 (lima) sub-sistem yaitu sub-sistem kehakiman, kejaksaan,
kepolisian, pemasyarakatan, dan kepengacaraan. Yang merupakan suatukeseluruh- an dalam terangkai dan berhubungan secara fungsional. Dalampenanggulangan secara represif cara-cara yang ditempuh bukan lagi padatahap bagaimana mencegah terjadinya suatu kejahatan tetapi bagaimana menanggulangi atau mencari solusi atas kejahatan yang sudah terjadi. Atas dasar itu kemudian, langkah-langkah yang biasa ditempuh cenderung bagaimana menindak tegas pelaku kejahatan atau bagaimana memberikanefek jera terhadap pelaku kejahatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H