Mohon tunggu...
Aris Dwi Nugroho
Aris Dwi Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Seseorang yang selalu ingin menjadi pembelajar sejati untuk menggapai kebahagiaan hakiki.

Email: anugrah1983@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Takbirku dan Takbirmu untuk Keharmonisan Kehidupan Sosial

28 Juni 2017   07:52 Diperbarui: 28 Juni 2017   07:53 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Republika.com

Bulan Ramadhan yang penuh dengan keistimewaan, bulan yang penuh rahmah (kasih sayang), dan bulan yang penuh dengan maghfirah (ampunan) Allah SWT, telah kita lalui bersama. Sepertinya baru kemarin memasuki bulan yang mana di dalamnya terdapat berbagai nilai-nilai pendidikan bagi jiwa dan raga ini, tak terasa bulan Ramadhan telah meninggalkan kita. Perasaan sedih menghampiri hati para orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Kesedihan dan kekhawatiran dirinya tidak akan dapat berjumpa kembali dengan bulan mulia tersebut di tahun-tahun berikutnya. Namun, waktu tetap terus akan berputar sesuai dengan ketetapan Allah SWT, sehingga kita baru saja memasuki bulan Syawal 1438 Hijriyah.

Ketika memasuki bulan Syawal, terdengar gema suara takbir membahana di seantero jagat raya yang dilantunkan oleh umat Islam di Masjid, Musholla, jalan-jalan, dan di tempat-tempat yang secara khusus diselenggarakan kegiatan takbir bersama. Takbir tersebut terus dan semakin menggema sampai dengan Sang Khatib menyampaikan khutbahnya. Hampir seluruh umat Islam berjalan menuju Masjid, Musholla, dan tempat-tempat diselenggarakan shalat idul fitri untuk berkumpul, menyebut dan mengagungkan asma (nama) Allah SWT.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar,

Laa ilaha illallahu Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahilhamd,

Allaahu Akbar kabiiraa walhamdulillaahi katsiiraa,

Wasubhaanallaahi bukrataw wa ashiillaa.

Laa ilaaha illallallahu walaa na'budu illaa iyyaahu mukhlishiina lahuddiin, walau karihal kaafiruun, walau karihal musyrikun, walau karihal munafiqun.

Laa ilaaha illallaahu wahdah, shodaqa wa'dah, wanashara 'abdah, wa a'azza jundahu wahazamal ahzaaba wahdah.

Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar walillaahil hamd.

Artinya:

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar,

Tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah.

Allah Maha Besar dan juga sempurna kebesaran-Nya, Segala puji bagi-Nya,

Dan maha suci Allah sepanjang pagi dan sore.

Tiada Tuhan selain Allah dan tiada yang kami sembah selain kepada-Nya, kami memurnikan agama Islam meskipun orang kafir, musyrik, dan munafiq membencinya.

Tiada Tuhan selain Allah dengan ke-Esaan-Nya. Dia Maha menepati janji, dan menolong hamba-hamba-Nya, memuliakan bala tentara-Nya dan menghancurkan musuh-musuh dengan ke-Esaan-Nya.

Tiada Tuhan selain Allah. Dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan Segala Puji hanya bagi Allah.

Itulah lafazh takbir yang dilantunkan dari setiap lisan individu yang merayakan hari raya Idul Fitri. Takbir yang dilantunkan tersebut idealnya bukanlah hanya sekedar sebuah lafazh yang berasal dari lisan, namun lafazh tersebut berasal dari hati dan pikiran sebagai bentuk pengakuan dan kesadaran akan Keagungan dan Kemahabesaran Allah SWT. Segala sesuatu yang diperoleh dalam kehidupan ini merupakan bentuk kasih sayang Allah SWT. Kesehatan, kenyamanan, ketenteraman, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kesuksesan yang dirasakan seseorang merupakan anugerah besar dari Allah SWT. Harta, pangkat, jabatan, ilmu pengetahuan, dan berbagai fasilitas dan kenikmatan dalam menjalani kehidupan ini merupakan pemberian dari Allah SWT.

Ketika seseorang melantunkan takbir bersama artinya di setiap diri mereka harus mengakui secara bersama akan Keagungan dan Kemahabesaran Allah SWT, dan menyadari posisinya sebagai seorang hamba yang tidak dapat menjalani kehidupan ini dengan segala sesuatu yang dimilikinya, tanpa anugerah dan kenikmatan dari Allah SWT. Dan ketika pengakuan dan kesadaran bersama ini terjadi, harusnya tercermin pada sikap dalam kehidupan sosial. Sikap saling menyombongkan atas segala sesuatu yang dimilikinya tidak akan terjadi diantara mereka. Tidak akan terjadi seseorang menyombongkan harta, pangkat, dan jabatan yang dimilikinya di hadapan orang lain, dan tidak akan meremehkan orang lain yang tidak bernasib sebaik dirinya. 

Begitu pula dengan seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan ataupun titel akademik yang tinggi, tidak sepantasnya mereka menyombongkannya di hadapan orang lain, merasa dirinya adalah orang yang paling pandai, dan meremehkan orang lain yang tidak memiliki ilmu pengetahuan ataupun titel setinggi dirinya. Karena setiap individu yang melantunkan takbir menyadari bahwa segala sesuatu yang dimilikinya pada hakikatnya hanyalah sesuatu yang berstatus "hak guna pakai" yang Allah SWT berikan dalam rangkaian kehidupan di muka bumi ini, dan sewaktu-waktu dapat diambil dengan sangat mudahnya oleh yang Maha Memiliki, Allah SWT.

Dengan demikian, takbir yang dilantunkan dari lisan seseorang adalah pengakuan terhadap Keagungan dan Kemahabesaran Allah SWT yang harus dapat berkontribusi terhadap kehidupan sosial di masyarakat. Ketika setiap individu melantunkan takbir dengan penuh kesadaran, maka akan berdampak terhadap terciptanya sebuah tatanan kehidupan sosial yang harmonis. Kehidupan yang tenteram, saling menghormati dan menghargai serta terbebas dari konflik sosial yang disebabkan oleh penyakit hati. 

Sikap membanggakan diri, iri hati, sombong, membicarakan keburukan orang lain, fitnah, dan menghina orang lain tidak akan terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, karena mereka saling menyadari bersama bahwa mereka adalah sesama hamba Allah SWT yang lemah, tidak memiliki sesuatu apapun, dan tidak dapat berbuat apapun kecuali atas kuasa dan kehendak Allah SWT. Sehingga tidak ada yang dapat memicu lahirnya berbagai penyakit hati yang akan berakibat pada terjadinya konflik sosial.

Marilah sadari bersama lafazh takbir yang kita lantunkan pada hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan takbir di dalam setiap pelaksanaan shalat, selain merupakan bentuk dari pengakuan ketuhanan atas Keagungan dan Kekuasaan Allah SWT, juga harus dipahami sebagai wujud kesadaran akan konsep "kesetaraan" sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, yang menunjukkan kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu dengan lainnya. Harta, pangkat, jabatan, ilmu pengetahuan, dan status sosial bukanlah sesuatu yang menjadi standar tingkatan derajat seseorang di hadapan Allah SWT, melainkan tingkat ketakwaannya yang membedakan derajat seseorang dengan yang lainnya di hadapan Allah SWT. Dengan memahami dan menyadari konsep "kesetaraan" ini akan dapat berkontribusi terhadap terciptanya keharmonisan kehidupan sosial di masyarakat.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan ampunan, bimbingan, dan hidayah kepada kita semua. Aamiin ya Robbal'alamiin

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriyah. Mohon Maaf Lahir dan Batin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun