Mohon tunggu...
Aris Dwi Nugroho
Aris Dwi Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Seseorang yang selalu ingin menjadi pembelajar sejati untuk menggapai kebahagiaan hakiki.

Email: anugrah1983@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kita Butuh "Full Day Education", Bukan "Full Day School"

16 Juni 2017   07:58 Diperbarui: 16 Juni 2017   08:46 1190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: klikbontang.com

Menilik kembali kebijakan Mendikbud yang akan diberlakukan pada tahun ajaran 2017/2018 mendatang, sekilas tak berbeda dengan dengan konsep FDS, karena waktu sekolah akan berlangsung hingga sore setiap harinya dari Senin hingga Jumat. Namun di dalam beberapa penjelasan Mendikbud yang diberitakan media, beliau menyampaikan bahwa kebijakan yang bertujuan untuk Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) terkait nilai religius, nasionalis, gotong-royong, mandiri, dan integritas ini dalam implementasinya bukan berarti siswa akan berada di sekolah sepanjang hari, namun siswa juga dapat menjadikan tempat ibadah, madrasah, museum, taman budaya, sanggar seni dan tempat-tempat lainnya sebagai sumber belajar. Pihak sekolah dapat menjalin kerjasama dengan tempat-tempat tersebut dalam penguatan karakter siswa. Selain itu, beliau pun menjelaskan bahwa guru akan mendorong siswa untuk belajar dengan berbagai metode, seperti role playing, dan proyek, serta mereka dapat belajar dari bermacam-macam sumber belajar, seperti dari seniman, petani, ustadz, pendeta, dan lain sebagainya, namun guru harus tetap bertanggung jawab terhadap seluruh aktivitas siswanya.

Memperhatikan permendikbud yang baru diterbitkan dan penjelasan Mendikbud yang ada, apakah ini merupakan sebuah upaya mensinergikan ketiga komponen dari "trilogi pendidikan", dan mengarah pada FDE? Dengan meminta pihak sekolah untuk menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat, dan menjadikan potensi-potensi yang ada di masyarakat sebagai sumber belajar dalam rangka penguatan karakter para siswa. Ataukah semua itu hanya sekedar bertujuan untuk mendesain seluruh sekolah di Indonesia menjadi FDS? Sekolah yang pelaksanaan kurikulumnya berlangsung dari pagi hingga sore hari. Itu pun Kemendikbud hanya baru sekedar menetapkan mengenai waktu sekolahnya. Kurikulum, pedoman teknis, dan berbagai perangkat yang terkait dengan konsekuensi penambahan waktu belajar hingga sore hari, baru akan dipersiapkan kemudian.

Walaupun saya yakin pelaksanaan dari kebijakan lima hari sekolah akan berjalan dengan lancar, namun yang saya khawatirkan adalah program beserta implementasinya yang akan mengisi selisih waktu sebagai konsekuensi dari penambahan jam belajar hingga sore hari, yang sebenarnya merupakan hal yang substansial, apakah akan memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan, khususnya karakter siswa, atau malah akan menimbulkan kegaduhan dan tumpang tindih di sana sini, yang akan menyebabkan  keruwetan permasalahan pendidikan di negeri ini.

Namun demikian, mari kita hormati kebijakan yang telah ditetapkan, kita ikuti dan dukung proses implementasinya, dengan tetap memberikan saran dan kritik yang positif untuk perbaikannya, demi terwujudnya sistem pendidikan yang berkualitas di negeri yang kita cintai ini. Di akhir tulisan ini, sekali lagi saya hanya ingin menyampaikan bahwa kita sebenarnya butuh FDE, bukan FDS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun