Mohon tunggu...
Aris Dwi Nugroho
Aris Dwi Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Seseorang yang selalu ingin menjadi pembelajar sejati untuk menggapai kebahagiaan hakiki.

Email: anugrah1983@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Nilai Fungsi Bergeser ke Nilai Gengsi

14 Juni 2017   06:54 Diperbarui: 14 Juni 2017   07:14 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: gunungkelir.com

Kita sebagai manusia, dalam menjalani kehidupan ini, selain dibekali dengan hati dan akal pikiran, kita pun dibekali nafsu oleh Allah SWT. Itulah trinitas yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Ketiga aspek inilah yang menjadikan sesosok makhluk dinamakan manusia. Dalam diri manusia, nafsu selalu akan terus menuntut untuk dipenuhi kebutuhannya. Ia ibarat air yang selalu mengalir terus selama masih ada cela dan rongga, disitulah air mengalir, sesuai dengan sifat dasarnya. Begitu juga dengan nafsu manusia, yang terus-menerus menuntut tanpa hentinya. Ia selalu menuntut untuk dipenuhi keinginannya, tidak akan pernah merasa puas dan tidak akan pernah berhenti selama manusia hidup di dunia ini.

Dalam proses pemenuhan kebutuhan nafsu yang terus menuntut, akal terus berpikir cara memenuhi kebutuhan nafsu dengan berbagai pengetahuan yang dimilikinya. Sedangkan hati berfungsi sebagai pengontrol akal dalam merealisasikan tuntutan nafsu, dan dalam rangka menjadikannya lebih baik.

Oleh karena nafsu memiliki sifat terus menuntut untuk dipenuhi, manusia jarang menemukan titik kepuasan, dan selalu dihinggapi oleh rasa kurang. Sehingga dalam kehidupan, pemenuhan kebutuhan sehari-hari manusia akan terus berproses, tanpa henti-hentinya dan terus menuntut yang lebih dari apa yang telah dipenuhinya.  

Ketika hal tersebut terjadi, yang tidak diimbangi dengan proses berpikir dan kontrol hati yang baik, maka nafsu akan merajalela dalam tuntutannya. Sebut saja dalam proses pemenuhan kebutuhan baik yang bersifat primer, sekunder ataupun tersier, seperti kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, kendaraan, dan lain sebagainya. 

Dalam kondisi demikian sangat besar peluang terjadi pergeseran nilai fungsi kepada nilai gengsi. Nilai fungsi sudah tidak menjadi pertimbangan utama dalam pemenuhan kebutuhannya, melainkan nilai gengsi yang di kedepankan. Sehingga manusia disibukkan dengan pencitraan diri dan memperindah image di hadapan orang lain. Minimalnya ingin sepadan, bahkan terlihat lebih dari yang lain. Ingin tampil sepadan, bahkan lebih dari orang lain, dan ingin mendapatkan pengakuan yang sepadan, bahkan melebihi orang lain.

Ketika nafsu terus mendorong untuk mengedepankan nilai gengsi, akal terus mencari cara pemenuhan kebutuhan nafsu tersebut, dan ketika hati tidak berfungsi dengan baik sebagai pengontrol, maka pemenuhan kebutuhan sering mengabaikan kemampuan materi sebagai alat pemenuhan kebutuhan. Walaupun sebenarnya belum/tidak membutuhkan sesuatu tersebut, baik dari nilai fungsi maupun manfaatnya, namun karena terbuai dengan nafsu yang membutuhkan nilai gengsi, apapun dilakukan dan dikorbankan demi terlihat sepadan atau lebih dari orang lain.

Kondisi seseorang dalam pemenuhan nafsu semacam itu, yang tidak mempertimbangkan kemampuan materi untuk pemenuhannya akan menimbulkan beban baru dalam kehidupannya. Paling tidak beban psikologis yang akan dipikul oleh seseorang tersebut.  Betapa tidak menimbulkan beban psikologis, menjalani kehidupan yang tidak sesuai dengan kemampuanya, dan harus menjalani kehidupan dengan menjadi orang lain akibat memaksakan kehendak nafsu untuk sepadan atau lebih dari orang lain. Walaupun mendapatkan pengakuan dan image yang lebih dari kondisi yang sesungguhnya, namun hati tidak dapat dipungkiri tetap akan merasakan sebuah beban. Dan ketika hal itu terjadi, tekanan nafsu akan semakin besar dan menuntut lebih, selalu merasa kurang dalam kehidupan ini. Apabila beban psikologis tersebut hadir dalam kehidupan seseorang, betapa banyak wilayah kehidupan yang akan terpengaruhi. Kehidupan pribadi, keluarga, sosial, dan dunia kerja sedikit banyaknya akan terpengaruhi.

Fenomena tersebut akan membuat kesederhanaan menjadi suatu hal yang langka. Hidup apa adanya menjadi suatu hal yang sangat berat. Hidup sesuai dengan kemampuan diri sendiri menjadi suatu aib yang memalukan. Bukankah hidup sederhana, apa adanya dan sesuai dengan kemampuan diri sendiri merupakan perwujudan dari rasa syukur kepada Allah SWT.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu. (HR. al-Bukhari).

Hadits tersebut mengajarkan kepada kita untuk selalu menjalani hidup penuh dengan rasa syukur, hidup sesuai dengan kemampuan diri sendiri, apa adanya sesuai dengan nikmat yang Allah SWT berikan. Tidak menuruti kehendak nafsu yang selalu melihat ke atas untuk menuntut lebih dari apa yang telah dimilikinya. Melihat orang lain yang kondisi, posisi, dan kedudukannya berada di atas kita akan memberikan peluang kepada nafsu untuk mensejajarkan diri dengan orang lain, bahkan melebihinya.

Oleh karena itu, Rasulullah SAW memberikan resep untuk mengendalikan kehendak nafsu yang selalu melihat ke atas, dan menuntut yang lebih dari yang telah ada, dengan cara menundukan hati dan pikiran untuk melihat orang lain yang kondisi, posisi, dan kedudukanya berada di bawah kita. Betapa banyak orang lain yang kurang beruntung dari kita, dan betapa banyak orang lain yang tidak dapat merasakan manisnya nikmat seperti yang Allah SWT berikan kepada kita. Dengan demikian, hidup apa adanya akan terwujud dalam kehidupan, hidup dapat berjalan tanpa adanya beban psikologis, hati menjadi tenang, sehingga kebahagiaan hakiki akan dapat kita raih.

Sebenarnya hidup itu begitu sederhana, namun gengsi-lah yang membuat rumit. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimbingan dan hidayah kepada kita agar lebih dapat memfungsikan hati dan pikiran dalam mengontrol tuntutan nafsu, sehingga kita akan menjadi insan yang selalu mengedepankan nilai fungsi dan mengabaikan nilai gengsi dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Aamiin ya Robbal'alamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun