Setelah menempuh perjalanan sekitar 4 jam 30 menit, melebihi waktu yang saya harapkan karena beberapa kendala di perjalanan, akhirnya sampailah saya ke lokasi yang saya tuju, yaitu Desa Rahtawu, Kecamatan Gebok, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Memasuki kawasan Desa Wisata Rahtawu, pengunjung dikenakan restribusi Rp3.000. Lalu saya menuju ke basecamp pendakian puncak Natas Angin Gunung Muria.Â
Untuk registrasi saya membayar Rp. 5.000, sedangkan untuk parkir sepeda motor Rp5.000. Hari sabtu ini (24/08/2024), cukup banyak pendaki yang hiking ke puncak Natas Angin Gunung Muria dilihat dari kendaraan yang diparkir. Kode plat nomor huruf K mendominasi asal para pendaki.Â
Di gunung itu ada Pertapaan Eyang Abiyoso dan Petilasan Soekarno, sehingga masyarakat Desa Rahtawu menyebutnya dengan nama "Gunung Abiyoso." Ketika memasuki bulan Sura dalam kalender Jawa, gunung tersebut dipenuhi para peziarah.Â
Saya telah melalui perjalanan cukup jauh dari tempat saya tinggal. Tentu saja sedikit mengurangi stamina saya. Namun untuk menghemat waktu karena hari sudah siang, setelah terlebih dahulu ke toilet, lalu saya segera menyiapkan trekking pole dan menaruh jaket ke dalam carrier.Â
Solo tektok saya ke puncak Natas Angin Gunung muria ini dimulai pukul 09:34. Udara pun terasa panas, dan pendakian kali ini bisa menjadi salah satu pendakian terberat saya karena biasanya ketika mendaki gunung, siang hari saya sudah berada di puncak gunung.
Puncak Natas Angin hanya berada pada elevasi 1.515 Mdpl, namun jangan pernah meremehkannya. Kecelakaan di gunung, banyak terjadi karena mereka menganggap remeh suatu gunung. Apalagi saya statusnya pemula di gunung ini. Belum pernah mendaki ke puncak Natas angin sebelumnya.
Estimasi waktu tempuh untuk sampai ke puncak Natas Angin dari basecamp menurut seorang petugas sekitar 3 sampai 4 jam. Dan dari informasi yang didapat dari Youtube video, gunung ini tingkat kesulitannnya melebihi Gunung Ungaran yang sudah 6 kali saya daki. Meskipun gunung tersebut berada pada ketinggian 2.050 Mdpl, namun letak basecampnya sudah tinggi, sedangkan basecamp Abiyoso (Gunung Muria) berada pada elevasi yang masih rendah sehingga naiknya akan lebih jauh.
Cepat atau tidaknya seorang pendaki mencapai puncak gunung tentunya tidak hanya berpedoman hanya pada ketinggian gunung tersebut. Menurut catatan blog.eigeradventure.com, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkiraan lama waktu mendaki gunung, yaitu:
1. Ketinggian gunung.
2. Pengalaman pendaki.
3. Kondisi fisik dan tempo pendakian.Â
4. Perubahan ketinggian mempengaruhi kadar oksigen di udara.Â
5. Medan pendakian.Â
6. Beban pendakian yang dibawa.
7. Waktu istirahat dan cuaca.
Basecamp - Pos 1 Kali BantengÂ
Trek dari basecamp berupa jalan setapak yang sudah dicor semen dan menanjak yang juga dilalui warga desa berkendaraan sepeda motor. Pekerjaan di kebun pun jadi terasa lebih ringan dengan jalan yang disemen ini. Namun, pepohonan yang ada tak cukup rapat untuk menghalau hawa panas yang terasa sekali di tubuh saya ini.
Solo tektok ke puncak Natas Angin di siang hari ini sungguh menguji stamina saya. Jalan sebentar saja tubuh sudah bermandikan keringat dan nafas mulai terasa agak berat. Saya tak merasakan sejuknya hawa pegunungan.
Pukul 10:14 saya sampai di Pos 1 Kali Banteng. Di sini ada dua warung. Sekitar 40 menit waktu yang saya butuhkan jalan dari basecamp. Saya banyak berhenti beristirahat di jalan karena sempat merasa mual walaupun di rumah sudah sarapan. Lalu duduk di batu besar sambil makan pisang, roti dan menikmati minuman yang saya bawa. Puji Tuhan setelah itu badan jadi terasa enak.Â
Berdasarkan pengalaman pada pendakian-pendakian sebelumnya. Ketika memulai pendakian biasanya kaki terasa berat, namun setelah melampaui dua pos tubuh akan bisa segera beradaptasi, dan langkah kaki pun jadi terasa ringan.
Pos 1 Kali Banteng - Pos 2 Kebun Kopi
Dari Pos 1 yang dinamakan Kali Banteng, saya langsung melanjutkan pendakian ke pos berikutnya. Trek masih menanjak yang berupa tanah dan batuan kecil.
Pukul 10:41 saya sampai di Pos 2 Kebun Kopi. Dari Pos 1 kesini membutuhkan waktu 27 menit. Tempo jalan saya pelan, tak terburu-buru, dan terkadang berhenti. Menyesuaikan dengan kemampuan yang penting bisa sampai ke puncak dan turun kembali dengan selamat.
Pos 2 Kebun Kopi tempatnya cukup rindang dan berada pada ketinggian 725 Mdpl. Namun puncak masih jauh. Ada sebuah warung dengan beberapa bangku bambu didepannya. Bagi pendaki yang mau istirahat bisa membeli minuman dan makanan disini.
Saya pun melanjutkan perjalanan. Dikanan kiri banyak ditanam pohon kopi, jenisnya arabika dan robusta kata seorang warga yang saya jumpai di kebun.Â
Disini saya melihat papan yang terletak agak kedalam berupa informasi dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Perhutani. Balai Pengelolaan Das dan Hutan Lindung Pemali Jratun.
Dari informasi tersebut pada Petak No. 61-1a, ada 16,6 hektar lahan yang ditanami:
Jenis Tanaman Kayu: Pinus dan Salam
Jenis Tanaman HHBK: Rambutan, Randu, Jengkol, Nangka
Jenis Tanaman Sela: Kopi, Lamtoro, Gamal, Kaliandra, Secang.
Pos 2 Kebun Kopi - Pos 3 Mpranak Kembar
Dari sini jalur pendakian zig zag menuju puncak. Terasa lama menuju ke Pos 3 dan trek masih menanjak belum dapat bonus jalan landai.Â
Saya melihat di tanah ada bekas muntahan pendaki lain. Pastinya ia kelelahan sekali sampai muntah di jalan.
Di tengah perjalanan saya menjumpai pos bayangan, yaitu pos diantara pos utama. Namun sayangnya kondisi bambu buat duduk dalam keadaan rusak.
Akhirnya pukul 11:25 saya sampai juga di Pos 3 Mpranak Kembar yang hanya berupa shelter kayu sederhana beratapkan asbes. Dari Pos 2 ke sini saya membutuhkan waktu 44 menit sudah termasuk istirahat. Saat ini arloji di tangan kiri saya sudah menunjukkan pukul 11:25.
Pos 3 Mpranak Kembar - Pos 4 Sendang Suci
Sekitar 10 menit saya beristirahat di Pos 3. Di sini saya bertemu dengan 4 remaja pria pelajar SMK dari Kudus. Mereka hiking ke puncak Natas Angin siang ini.
Kemudian saya melanjutkan pendakian lagi dengan trek yang masih menanjak. Pukul 11:54 saya sampai di Pos 4 Sendang Suci yang berada pada elevasi 1.147 Mdpl. Perjalanan dari Pos 3 kesini saya tempuh selama 19 menit.
Sendang Suci merupakan satu-satunya mata air yang ada di jalur pendakian ke puncak Natas Angin Gunung Muria. Ada batuan yang membentuk kolam kecil dimana air ditampung, lokasinya di dekat shelter yang tak ada bangkunya. Namun saya tak melihat air berasal darimana. Tak ada pancuran, atau mungkin saya yang kurang cermat mengamatinya.
Pos 4 Sendang Suci - Pos 5 Abiyoso
Setelah berjalan selama 29 menit, akhirnya saya tiba di Pos 5. Tempatnya datar dan luas, merupakan tempat para pendaki beristirahat dan berkemah.Â
Disini ada gapura, warung, dan camping ground. Selain itu disini juga ada sebuah bangunan cukup besar yang diatas pintu masuknya bertuliskan Pertapaan Eyang Bambang Polosoro dan Eyang Begawan Abiyoso.Â
Gunung yang juga dikenal dengan nama Gunung Abiyoso ini memiliki banyak petilasan dan sangat populer dikalangan para pegiat spiritual. Tentu saja saya tidak masuk ke dalam Pertapaan Eyang Abiyoso karena tujuan saya kesini bukan untuk berziarah, namun untuk menikmati keindahan alam gunung ini.
Pos 5 Abiyoso - Pos 6 Petilasan Soekarno
Menurut keterangan dari seorang pendaki yang turun, puncak Natas Angin masih 1 jam 30 menit perjalanan lagi dari Pos 5. Ternyata masih jauh. Pikirku sudah dekat.
Melanjutkan perjalanan, kembali saya disuguhi tanjakan yang cukup menantang. Namun kali ini suasananya jauh berbeda. Saya memasuki hutan yang cukup rapat dengan trek tanah bercampur dengan akar-akar pepohonan yang menyembul ke permukaan tanah. Langkah kaki pun wajib hati-hati agar tak tersandung. Udara sejuk memberi rasa nyaman di badan ini.Â
Pukul 12:58 saya tiba di Pos 6 Petilasan Soekarno. Di sini ada beberapa pohon yang cukup besar dan sebuah bangunan kecil. Dari luar saya melongok ke dalam, sepertinya tempat untuk orang bertapa, pikirku.
Pos 6 Petilasan Soekarno - Jalur Naga - Puncak Natas AnginÂ
Setelah melewati Pos 6 semangat saya pun semakin bertambah. Puncak Natas Angin sudah semakin dekat.
Singkat cerita, saya sudah sampai di Jalur Naga. Disini ada tulisan "Puncak Bayangan" yang berada pada ketinggian 1.374 Mdpl. Panorama alam pegunungan dari atas sini baru terlihat sangat indah.
Jalur Naga berupa trek sempit yang ditumbuhi ilalang. Kanan kirinya jurang yang dalam. Untunglah disebelah kiri ditumbuhi pepohonan yang agak tinggi sehingga bisa melindungi pendaki dari terpaan angin kencang. Namun tetaplah harus berhati-hati ketika melintas.Â
Melintasi Jalur Naga seperti berjalan di atas punggung naga yang berkelok-kelok, diselingi tanjakan berbatu yang cukup terjal. Saya bisa melihat tempat-tempat yang sudah saya lalui dari kejauhan letaknya lebih rendah berada di ekor naga.
Gunung Muria berada di wilayah 3 kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Kudus, Pati dan Jepara. Sebagian orang menyebutnya sebagai "Pegunungan Muria" yang memiliki 3 puncak yang sangat populer di kalangan pendaki, yaitu puncak Natas Angin, Argopiloso dan Songolikur.Â
Puncak Argopiloso dan Songolikur terlihat cantik dari Jalur Naga yang dipisahkan oleh jurang yang sangat dalam. Jika ingin hiking ke puncak tersebut tentunya harus menuju ke basecamp pendakiannya terlebih dahulu. Sedangkan puncak Makam Sunan Muria berada di punggungan yang lain sehingga tak terlihat dari Jalur Naga.Â
Tak terasa puncak Natas Angin sudah terlihat di depan mata. Ada pilihan trek untuk akses menuju ke puncaknya. Jika lurus akan melalui trek yang sangat terjal, sedangkan jika lewat jalur sebelah kiri berupa jalan setapak landai yang naik memutar.
Mengabaikan nasihat pendaki remaja yang berada di depan saya, saya memilih trek yang menantang yang terjal karena pikirku lebih baik mencoba keduanya. Sensasinya pasti beda kan? Dan turunnya nanti mau melalui trek yang landai.
Akhirnya setelah melalui pendakian selama sekitar 4 jam 30 menit dari basecamp, sampailah saya di puncak Natas Angin Gunung Muria yang berada pada elevasi 1.515 Mdpl.Â
Puncak tak terlalu luas, saya berjumpa dengan cukup banyak remaja putra-putri yang sedang menikmati keindahan alam Pegunungan Muria dari atas puncak Natas Angin.Â
Bagi saya, panorama alam pegunungan Muria sepanjang Jalur Naga ketika langit cerah sungguh sangat mempesona. Jauh lebih indah daripada di puncak Natas Angin. Tidak sia-sia saya melakukan perjalanan jauh dan melakukan solo tektok yang melelahkan ini. Semua pengorbanan terbayar lunas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H