Mohon tunggu...
Aris Armunanto
Aris Armunanto Mohon Tunggu... Lainnya - Penghobi jalan pagi.

Hati yang gembira adalah obat yang manjur,...(Amsal 17:22).

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Cukup ke Puncak Pemancar 2.847 mdpl, Dapat View Maksimal, Merbabu via Thekelan

20 Juni 2024   19:09 Diperbarui: 21 Juni 2024   18:31 4766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit dari Kota Salatiga, sabtu menjelang tengah malam (15/6/2024), kami akhirnya tiba di Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

Bagi para penikmat alam dan pendaki gunung, khususnya di Jawa Tengah, Dusun Thekelan tentunya merupakan nama yang sangat familiar. Inilah jalur legendaris pendakian ke puncak Gunung Merbabu.

Yang menarik, lewat jalur Thekelan, jika stamina kuat, kamu bisa menggapai 7 puncak sekaligus (Seven Summits of Mount Merbabu). Yaitu Puncak Watu Gubug 2.707 mdpl, Puncak Pemancar 2.847 mdpl, Puncak Geger Sapi 2.987 mdpl, Puncak Syarif 3.119 mdpl, Puncak Ondo Rante 3.110 mdpl, Puncak Kenteng Songo 3.139 mdpl, dan Puncak Trianggulasi 3.142 mdpl.

Saya menerima ajakan mendaki dari teman, Om Jack dan Mbak Ayu (istrinya) yang saya kenal ketika mendaki bersama ke Gunung Prau lintas jalur Dieng-Patak Banteng.

Tektok kali ini, ada 9 orang peserta. Total biaya yang dibutuhkan oleh setiap orang adalah Rp. 120.000, dengan perincian; tiket masuk Rp. 45.000, ojek naik Rp. 40.000, ojek turun Rp. 35.000. Biaya tersebut sudah termasuk parkir dan makan satu kali ketika turun. Menunya berupa nasi putih dengan lauk telur pindang, mie goreng dan oseng tempe.

Basecamp Thekelan berada pada elevasi 1.600 mdpl dan memiliki panjang jalur 6.8 km. Pendaki akan bisa mengamati obyek fenomena alam yang sangat menarik, yaitu karts pereng putih (di siang hari), watu gubug dan kawah mati.

Basecamp Thekelan (dokumentasi pribadi)
Basecamp Thekelan (dokumentasi pribadi)

Basecamp - Pos 1 Pending

Setelah urusan registrasi selesai, kami pun secara bergantian naik ojek ke pos 1 yang ditempuh dalam waktu sekitar 10 menit. Kalau berjalan kaki kurang lebih 1 jam. Lumayan bisa hemat waktu dan tenaga, sekaligus membantu warga setempat.

Naik ojek gunung jangan berharap nyaman. Pengemudi ojek langsung tancap gas ketika pantat kita baru menyentuh jog sepeda motor. Adrenalin penumpang pun dipaksa naik dengan cepat. Jantung pun berdetak sangat kencang ketika menikung, sepeda motor seperti mau jatuh. 

Terkadang penumpang disuruh turun kalau sepeda motor ojek tidak kuat naik ke tanjakan tanah terjal. Kak Lilie pun sempat khawatir dikira mau ditinggal sendirian di tengah hutan. Ternyata pengemudi ojek mencari tempat datar untuk ancang-ancang agar bisa tancap gas lagi. Kak Lilie pun bisa tersenyum lega ketika dipersilahkan membonceng lagi.

Lega rasanya ketika sudah berada di Pos 1 Pending. Irama jantung pun kembali berdetak normal. Pos 1 ini berada pada ketinggian 1.922 MDPL, juga merupakan pos pangkalan ojek. Di siang dan sore hari banyak ojek yang mangkal di sini menunggu para pendaki turun. 

Sebagian dari kami duduk-duduk di dalam shelter sambil menunggu teman yang lain sampai ke pos 1, karena pada dini hari ini hanya tersedia 3 ojek.

Pos 1 Pending (dokumentasi pribadi)
Pos 1 Pending (dokumentasi pribadi)

Pos 1 Pending - Pos 2 Pereng Putih

Pendakian kami dimulai pada pukul 01:30, namun sebelumnya kami berdoa menurut agama dan kepercayaan kami masing-masing untuk keselamatan bersama.

Headlamp (senter kepala) wajib dibawa ketika mendaki di malam hari, jangan sampai lupa. Namun, ada sebagian dari kami yang merasa lebih nyaman memegang senter ditangan. Saya sendiri lebih menyukai headlamp sehingga tangan saya lebih leluasa untuk memotret dan merekam video pendek.

Trek menuju ke Pos 2 berupa jalan tanah yang masih agak basah, masih relatif landai. Ada tanjakan tapi masih wajar. Disini kami menyeberangi sungai kecil, meniti di jembatan kayu. Di trek ini terlihat ada pipa saluran air.

Pukul 02:18 rombongan terakhir sampai di Pos 2 Pereng Putih. Seperti di Pos 1, disini juga ada sumber air yang bisa langsung diminum dan sebuah shelter. Di shelter ada beberapa pendaki lain yang sedang beristirahat. 

Pos 2 berada pada elevasi 2.200 mdpl . Dari atas sini, cahaya lampu dari Kota Salatiga terlihat sangat indah.

Pos 2 Pereng Putih (dokumentasi pribadi)
Pos 2 Pereng Putih (dokumentasi pribadi)

Pos 2 Pereng Putih - Pos 3 Gumuk Menthul 

Dulunya para pendaki melewati bawah Pereng Putih untuk menuju ke Pos 3. Namun ketika terjadi longsor, jalur dipindahkan naik di punggungan Pereng Putih. Pembuatan jalur baru, dilakukan pada tahun 2018 (sumber: The Slacker Hiker TV).

Di Pos 2, Om Jack mempersilahkan Om Harahap, beserta anak dan kemenakannya (Ihsan dan Farhan) untuk jalan duluan, menunggu kami di Pos Pemancar. 

Naik ke Pos 3 jalurnya zig zag cukup terjal. Stamina kami benar-benar diuji disini karena semakin lama terasa berat dikaki dan nafas.

Jalur menuju ke Pos 3, kami melewati pohon Akasia Kembar, Sabarnak 1, Akasia Tunggal dan Sabarnak 2. Untunglah langit cukup cerah bertabur bintang sehingga suasananya terasa menyenangkan sekali. Ada harapan kami bisa melihat view indah pegunungan ketika sunrise. 

Pukul 03:56 kami tiba di Pos3 Gumuk Menthul. Ada beberapa tenda yang kami jumpai selama pendakian. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Pos 3 Gumuk Menthul - Pos 4 Lempong Sampan 

Setelah melalui hutan mati dengan pohon-pohon kering yang dulu pernah mengalami kebakaran, pukul 05:05 kami sampai di Pos 4 Lempong Sampan. Butuh waktu 1 jam 9 menit berjalan dari Pos 3.

Pos 4 Lempong Sampan - Pos Pemancar 

Untuk menghemat waktu dan tenaga, kami tidak melewati Watu Gubug yang arahnya ke kiri. Kami terus jalan karena energi sudah banyak terkuras.

9 orang peserta tektok kali ini dibagi dalam tiga grup. Jauh didepan Om Harahap dengan dua remaja laki-laki. Kemudian Richardo dan Cinta jauh di depan kami tapi masih bisa terlihat, sedangkan Om Jack, Mbak Ayu, Kak Lilie dan saya berada di belakang. 

Menuju ke Pos Pemancar kami sungguh bersyukur disuguhi pemandangan pegunungan cantik. Langit pun terlihat cerah dan mentari pagi menerangi trek yang kami lalui. Kami pun bisa mematikan headlamps dan senter.

Dokumentasi pribadi 
Dokumentasi pribadi 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Walaupun kami tidak bisa melihat golden sunrise karena terlambat sampai di Puncak Pemancar, namun kami tetap bersyukur dengan pencapaian kali ini. Kami masih bisa melihat lautan awan disekitar Gunung Telomoyo. Dan bisa melihat keindahan Puncak Gunung Sindoro, Sumbing, Andong dan Gunung Ungaran. Tapi Gunung Merapi tak terlihat karena berada di sisi sebelah selatan.

Sekitar pukul 07:30 kami akhirnya sampai di Pos Pemancar. Namun pemancarnya sudah roboh terkena badai pada 9 Maret yang lalu. 

6 jam waktu yang kami butuhkan dari basecamp untuk sampai ke Puncak Pemancar. Disini sudah banyak tenda yang didirikan. Beruntung masih ada satu tempat tersisa buat kami mendirikan tenda. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Om Harahab, Ihsan dan Farhan tidak kami jumpai, tentunya mereka sedang ke Puncak Kenteng Songo dan Trianggulasi.

Setelah mendirikan tenda, kami beristirahat sambil menikmati Pop mie dan makanan lain yang kami bawa. 

Pada umumnya, mereka yang ingin menaklukkan Seven Summits of Mount Merbabu, berkemah dulu disini, keesokan harinya ketika badan sudah bugar, melanjutkan pendakian lagi. Kecuali mereka yang staminanya sangat prima, bisa sekali tektok dapat 7 puncak.

Rencananya, pukul 11:00 kami akan turun ke basecamp. Saat ini pukul 09:15, sehingga masih cukup waktu bagi saya untuk ke Puncak Geger Sapi yang ada di depan mata.

Saya pun bergegas jalan menuruni lembah, melewati kawah mati yang masih menyisakan sedikit aroma belerang, lalu menaiki tanjakan yang terjal berbatu. 40 menit kemudian, sampailah saya di Puncak Geger Sapi, walaupun bukan titik yang tertinggi. Namun dari situ saya bisa menikmati view yang indah, termasuk Puncak Pemancar.

Puncak Geger Sapi (dokumentasi pribadi)
Puncak Geger Sapi (dokumentasi pribadi)

Di Puncak Geger Sapi ada banyak tanaman edelweiss, namun bunganya belum mekar sempurna. Tak berlama-lama di puncak ini, saya kembali ke Puncak Pemancar. 

Sekitar pukul 11:00 Om Harahap, Ihsan, dan Farhan sudah turun ke Puncak Pemancar. Setelah tenda dibongkar, kami semua pun turun ke basecamp. Kami cukup puas dengan tektok kali ini. 

Sahabat pembaca Kompasiana bisa menonton video tektok kami (durasi 5 menit) di bawah ini. Terima kasih. Salam lestari.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun