Selesai istirahat makan siang, saya lalu melanjutkan perjalanan lagi. Sisa mendoan dua biji saya bungkus plastik buat dimakan nanti. Saya melalui jalanan setapak berupa batuan kecil yang diratakan, namun terkadang saya memilih berjalan di atas rumput karena lebih terasa nyaman di kaki.Â
Saya segera menyadari, banyak wisatawan lebih memilih ke Curug Jenggala berjalan kaki. Pengendara sepeda motor tentunya tak akan nyaman melalui jalan ini.
Di perjalanan saya menjumpai ada dua warung lagi. Setelah melewati trek sempit menanjak, sampailah saya di sebuah tempat di mana ada kolam penampungan air yang dipagar keliling. Inilah Kolam Tando Harian (KTH) PLTA Ketenger yang dibangun pada tahun 1938.
Saya mengikuti jalan kecil sepanjang kolam tando, diujungnya adalah loket Kawasan Wisata Alam Jenggala Kalipagu. Obyek wisata alam ini buka setiap hari mulai pukul 7:30--16:30 WIB. Harga tiket masuk Rp15.000 per orang. Dari loket masuk sampai ke Curug Jenggala, estimasi waktu tempuh sekitar 15 menit (500 m).
Wisata Alam Jenggala
Wisata Alam Jenggala menyajikan pemandangan alam yang sangat indah serta udaranya yang sejuk khas pegunungan. Saya menapaki cukup banyak anak tangga melalui taman yang asri, cantik tertata rapi. Fasilitas yang tersedia pun cukup memadai, seperti mushola, toilet, warung, shelter untuk duduk beristirahat sambil menikmati indahnya panorama alam, dan ada juga spot foto instagamable yaitu selfie deck berbentuk love.
Dari atas bukit ada anak tangga menurun menuju ke Curug Jenggala, melewati jembatan kecil menyeberangi sungai dengan aliran air yang cukup deras.Â
Ada tiga air terjun sejajar dengan tinggi sekitar 30-an meter. Suara gemuruh air terjun yang khas sungguh mengagumkan, membuat hati terasa damai. Inilah musik alam yang memecah keheningan lereng Gunung Slamet. Setiap pengunjung terlihat menikmati karya Tuhan dengan versinya masing-masing.
Di sini ada larangan bagi pengunjung untuk tidak berenang di curug yang memiliki kedalaman 5 meter. Air dari gunung terasa dingin dan segar di kulit ketika tangan saya menyentuhnya. Saya pun tidak berani terlalu mendekat ke curug, batu-batunya licin dan menghindari bahaya banjir bandang di musim hujan yang bisa datang tiba-tiba.