Vegetasi di hutan ini cukup rapat. Saya bisa merasakan kesejukkannya. Menurut petugas di Pos Registrasi, di Gunung Prau banyak ditanam pohon cemara bintami.
Trekking menuju ke Pos 3 tergolong berat. Banyak tanjakan terjal. Melintasi tanah yang padat bergelombang dan akar-akar pohon sebagai pijakan kaki. Perlu ekstra hati-hati kalau mendaki di musim hujan, trek yang dilalui ada yang licin.
Beberapa kali saya berpapasan dengan pendaki lain yang turun. Mereka nge-camp semalaman. Cuaca cerah ketika sunrise, kata mereka. Sungguh alangkah beruntungnya mereka. Panorama di puncak Gunung Prau pasti sungguh indah.
Sebelum Pos 3 ada sumber mata air yang bisa langsung diminum. Air disalurkan melalui kran. Air asli pegunungan terasa dingin dan menyegarkan. Saya mencuci tangan dan membasuh muka, lalu mencicipi tiga tegukan air dari kran. Sungguh terasa kesegarannya.
Setelah Pos Mata Air, saya sampai ke Pos 3 Cacingan di ketinggian 2.389 mdpl. Sampai sini pun trek masih menanjak ekstrem. Benar-benar jalur pendakian Patak Banteng cocok buat uji ketahanan fisik dan mental.Â
Trek mulai landai ketika saya sampai di Plawangan (zona signal) pada elevasi 2536 mdpl. Lima menit kemudian, saya sampai di Sunrise Camp, puncak Gunung Prau. Jarum jam menunjukkan pukul 11:15. Start dari basecamp pukul 08:40. Jadi saya membutuhkan waktu 2 jam 35 menit untuk sampai ke puncak.Â
Lumayanlah untuk ukuran seorang lelaki, yang sudah berusia 52 tahun, dan sebentar lagi menginjak usia 53 tahun. Rutin olahraga renang dan jalan kaki pagi hari, terbukti manfaatnya. Performa mendaki terasa ada peningkatan.
Kesimpulan
Walaupun panorama indah dari puncak Gunung Prau tertutup kabut, bukan berarti pendakian yang saya lakukan tidak bermanfaat.