Saya pun kembali berjalan menyusuri jalur rel kereta api yang banyak bebatuan kecil. Perlu diketahui, sepanjang jalur rel kereta api harus rutin dirawat. Dibersihkan dari rumput yang tumbuh. Jika rumput banyak tumbuh, tanah di bawah bantalan rel akan menjadi gembur. Jika keadaan ini dibiarkan, jalur kereta api bisa ambles ketika dilewati kereta api. Resikonya bisa terjadi kecelakaan, gerbong bisa keluar dari rel.
Kondisi rel kereta api didekat Jembatan Kereta Api agak sedikit melengkung. Namun rel baja tersebut tak bisa diluruskan karena beresiko patah. Tapi masih aman untuk dilalui. "Kata Wiji, petugas dari Kereta Api Indonesia (KAI)." Ia pun mengatakan, rel baja buatan tahun 1909, sedangkan bantalan rel terbuat dari besi buatan tahun 1913. Ia pun menunjukkan goresan yang mulai terkelupas bertuliskan angka di rel dan bantalan rel.
Jembatan Kereta Api yang ada di Dusun Sumurup juga merupakan peninggalan Belanda. Per meternya, jembatan tersebut hanya mampu menahan beban lokomotif seberat 20 ton. Sehingga masih mampu dilalui kereta api wisata dengan lokomotif uap dan disel. Perlu diketahui, bahwa lokomotif buatan terbaru beratnya bisa lebih dari 60 ton. Terima kasih, Mas Wiji, sudah berbagi pengetahuan tentang perkereta apian.
Legenda Asal-Usul Rawa Pening
Saya kembali berjalan menyusuri rel kereta api sambil melihat aktifitas seputar Rawa Pening, saya pun jadi teringat cerita legenda danau tersebut. Sebagian masyarakat mungkin masih mempercayai tentang legenda terjadinya Rawa Pening dan Naga Baru Klinting. Secara ringkas kisahnya demikan:
Dahulu kala ada seorang wanita melahirkan anak yang menyerupai seekor ular. Lalu dinamakan Baru Klinting. Ketika menginjak remaja, ular naga itu bersemedi di sebuah gunung. Lalu tubuhnya bisa berubah menjadi manusia. Ketika lapar, ia pergi ke desa untuk meminta makanan, namun ia malah diusir oleh warga desa itu. Lalu Baru Klinting menjadi marah. Tempat itu dikutuk menjadi rawa. Sejak saat itu, desa yang telah terendam air itu dinamakan Rawa Pening.Â
Rawa Pening
Rawa Pening adalah danau alam dengan luas 2.670 hektar, terletak di cekungan tiga gunung; Gunung Ungaran, Telomoyo dan Merbabu. Air dari rawa bermuara ke Sungai Tuntang. Secara administratif, Rawa Pening menempati wilayah Kecamatan Bawen, Ambarawa, Tuntang, dan Banyubiru (id.m.wikipedia.org).
Danau Rawa Pening berfungsi sebagai; pengendali banjir, irigasi, tempat wisata dan airnya yang berlimpah, terutama di musim hujan, dimanfaatkan sebagai sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jelok, di Desa Delik, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.
Namun ketika musim kemarau yang panjang, air danau surut dan sebagian Rawa Pening berubah menjadi sabana. Seperti di tahun ini 2023. Terakhir fenomena alam tersebut terjadi 5 tahun yang lalu. Saya pun tak menyia-nyiakan mengalami sensasi berjalan di Sabana Rawa Pening yang gembur, namun sialnya kaki kanan terperosok, sepatu jadi kotor terkena lumpur. Salah saya kurang hati-hati.Â
Ketika tepian Danau Rawa Pening berubah menjadi padang rumput, sempat viral jadi wisata dadakan. Banyak yang datang sekedar berfoto disini. Warga pun senang karena bisa jualan jajanan dan minuman di area sabana.