Kawasan Gunung Ungaran tak pernah ada habisnya menyuguhkan keindahan alamnya. Dengan potensinya yang ada, kamu pun bisa berwisata sekaligus berolahraga di tempat yang asri dan sejuk.Â
Salah satu tujuan wisata menarik yang berada di lereng Gunung Ungaran adalah Curug Lawe Benowo di Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
Hiking ke Curug Lawe Benowo, kamu akan menyusuri hutan lereng Gunung Ungaran yang indah, aliran air, dan dua curug dalam satu area.Â
Menurut catatan ecotree.green, forest hiking atau hiking di hutan adalah aktifitas di luar ruangan yang sangat bagus bagi kesehatan fisik dan mental. Beberapa Manfaat Positif Berjalan Kaki di Hutan, di antaranya:
1. Hiking di hutan adalah olahraga yang sangat bagus. Membakar kalori, menyehatkan jantung, dan tubuh akan merasa baik ketika berada di lingkungan yang alami.
2. Lingkungan yang tenang bisa mengurangi stress. Hutan adalah tempat yang tenang dan damai, menjauhkan kamu dari kekuatiran.
3. Ketika berjalan di hutan, tubuhmu akan mengeluarkan endorphin yang akan memberikan efek positif.Â
4. Belajar tentang alam yang terbaik yaitu berada di alam itu sendiri. Menjumpai tanaman dan hewan dihabitatnya akan sangat mengasyikkan.
5. Hiking di hutan menjauhkan dari suasana kemacetan dan kebisingan lalu lintas di kota.
6. Mencoba sesuatu yang baru dan menantang.
7. Manusia diciptakan untuk aktif bergerak, sehingga jika kebiasaan sehari-hari kurang aktif, terlalu banyak duduk, bisa menimbulkan penyakit.
8. Hiking hutan bisa dikatakan sebagai bentuk petualangan. Akan ada banyak hal yang ditemukan.
9. Suatu cara baru mengisi liburan yang menyenangkan dengan tetap aktif bergerak.
Rute tercepat dari Kota Semarang ke Curug Lawe Benowo menurut petunjuk Google Maps bisa ditempuh 46 menit berkendara (25 km). Jika kamu tinggal di Semarang dan sekitarnya, lokasi curug tak terlalu jauh khan?
Inilah kali pertama saya mengunjungi Curug Lawe Benowo. Hari sabtu pagi (25/11/2023), pukul 09:45 saya tiba di lokasi parkir kendaraan bermotor. Ternyata sudah cukup banyak pengunjung yang sudah datang duluan.
Tiket masuk Rp 8.000, parkir sepeda motor Rp 3.000, dan mobil Rp 5.000. Menurut seorang petugas di loket, pengunjung curug semakin banyak di musim kemarau. Namun dia tak menyebutkan seberapa jumlahnya.
Di loket tak tertulis jam operasional Curug Lawe Benowo. Saya lupa menanyakannya. Setelah saya googling, informasi yang didapatkan: Jam buka loket pukul 08:00 sampai 14:00. Maksimal check out dari lokasi curug pukul 16:00.
Di lokasi parkir ada toilet dan beberapa warung makan. Kamu tak perlu khawatir jika belum sarapan. Di warung juga menjual jas hujan. Kamu bisa membelinya untuk persiapan, jikalau tiba-tiba turun hujan ketika berada di lokasi air terjun atau selama hiking.
Ketika seorang ibu pemilik warung menawarkan jas hujan, saya menolaknya karena saya sudah membawanya dari rumah. Saya sudah mengantisipasinya jika hujan. Saat itu pun cuaca mendung berkabut.
Ketika saya memulai hiking ke curug, ada seorang bapak dan dua orang ibu usia sekitar 50-an tahun, Â bersepatu dan berpakaian olahraga dengan tubuh berkeringat. Mereka baru saja selesai hiking ke Curug Lawe Benowo. Mereka lalu membayar tiket, karena ketika mereka datang, loket masih tutup.
Melihat mereka bertiga, mengingatkan saya dengan komunitas Hash House Harriers (HHH). Komunitas jalan, jogging/lari lintas alam. Namun yang membedakan, komunitas tersebut biasanya dalam kelompok yang banyak, bisa puluhan anggotanya.
Sama seperti sebelum sampai di lokasi parkir, trek menuju ke curug masih melalui perkebunan cengkeh. Kebun cengkeh di Desa Kalisidi ini seluas 305 hektar, dikelola oleh PT Cengkeh Zanzibar. Perusahaan juga membangun akses jalan kebun dan embung (cengkehzanzibar.com).
Sungguh mengasyikkan sekali suguhan pepobonan cengkeh di kanan kiri jalan. Baru kali ini saya berwisata ke curug melewati perkebunan cengkeh.Â
Cengkeh (Syzigium aromaticum) merupakan tanaman rempah yang biasa digunakan sebagai obat tradisional. Bunga, tangkai bunga, dan daun cengkeh diekstrak melalui proses penyulingan menghasilkan minyak atsiri. Minyak ini digunakan sebagai bahan baku industri farmasi dan industri makanan. Sedangkan cengkeh kering digunakan sebagai salah satu bahan utama rokok kretek.
Tak terasa berjalan di perkebunan cengkeh, di depan ada tanda petunjuk arah ke curug. Di sekitar sini juga ada beberapa warung, menjual makanan dan minuman.Â
Saya mengikuti petunjuk arah panah ke arah kiri, lalu menuruni anak tangga. Wisata Alam Air Terjun Curug Lawe Benowo Desa Kalisidi dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) "Bela Pesona," bekerjasama dengan Perum Perhutani (Persero) KPH Kedu Utara sebagai pemilik lahan.
Curug atau air terjun adalah salah satu wisata alam yang banyak dijumpai di kaki atau lereng gunung. Hiking ke Curug Lawe dan Curug Benowo sungguh sangat mengasyikkan.Â
Trekking di area perhutani, mata saya dimanjakan oleh pepohonan hijau di lereng Gunung Ungaran. Saluran irigasi sebelah kanan berada di sisi tebing dan jurang di sebelah kiri mengantar perjalanan saya ke lokasi yang dituju.
Di sini saya menjumpai akar pohon, besar dan kuat berbentuk unik. Seperti angka "0" atau angka "8" yang tidak rapat. Ketika googling, saya lihat foto seorang lelaki berpose sambil duduk rebahan di akar tersebut.Â
Saya melewati "Jembatan Romantis," sepanjang sekitar 25-an meter, berada di atas saluran irigasi yang dicor semen. Namanya sesuai dengan suasananya. Saya berhenti sejenak, menatap ke bawah jurang yang dalam. Saya merasa tenang karena jembatan itu cukup kokoh dan ada pegangan besinya berwarna merah. Alasnya sepertinya jenis kayu Kalimantan, kekuatannya pun jadi terjamin.
Jika beruntung, kamu bisa melihat Lutung Jawa di area hutan ini. Saya pernah melihatnya ketika melakukan solo hiking ke Puncak Botak Gunung Ungaran.
Wisata curug ini, ternyata diminati juga oleh wisatawan asing. Saya bertemu dengan lima orang (satu perempuan) warganegara Kenya. Saya pun menyapanya. Mereka sedang berlibur, jawab salah seorang.Â
Namun sayangnya saya tak bisa ngobrol panjang lebar dengan orang Kenya tersebut. Trek semakin lama menyempit. Ketika berjalan wajib konsentrasi. Di samping kiri jurang. Lengah bisa berakibat pensiun dini dari Kompasiana, pikirku. Ada sih pagar pengaman, namun hanya sebagian, tidak semuanya. Saya berjalan terus meninggalkan mereka.
Petualangan sesunguhnya terasa ketika saya menuruni jalur peralihan lantaran sisi tebing di jalur utama longsor. Sehingga trek pun diarahkan turun memutar. Namun menurut saya ini justru lebih mengasyikkan.
Ban-ban bekas mobil ditanam sebagai alas trek yang dilewati. Ban-ban karet tersebut bisa sebagai penahan erosi. Atasnya dibiarkan terlihat tak tertutup tanah. Ketika kaki saya melangkah di atasnya, seperti anak tangga empuk dan tidak licin.Â
Di bawah ada jembatan besi beralas seng tebal. Suara gemericik air membuat damai di hati. Di sini saya bertemu dengan beberapa wisatawan lokal.
Melalui trekking yang naik turun, badan pun menjadi hangat, sehingga sistem tubuh meresponnya dengan mengeluarkan keringat dari pori-pori kulit. Berjalan di tempat seperti ini tentunya menyehatkan jantung dan memperkuat otot-otot kaki.
Di sini juga ada sebuah shelter di dekat batu-batu besar di tepi sungai. Sekelompok remaja pria sedang beristirahat di situ.Â
Ketika lewat didepannya, saya sempat mendengar, "Ayo semangat, kita jalan lagi!" Salah seorang remaja menyemangati teman-temannya.Â
Memang trek ke Curug Lawe Benowo cukup menguras stamina, sehingga bagi yang tak terbiasa berolahraga akan merasa cape.
Tak lama memutar di jalur peralihan, saya kembali berada di jalur utama. Di sini saya jumpai bendungan kecil untuk mengatur debit air.
Setelah itu trek menanjak dan ada Rest Area di sebelah kanan. Dengan fasilitas toilet dan mushola. Yang menarik, di sini ada sebuah "pohon" berdaun sandal dan sepatu bekas. Mungkin milik wisatawan yang tertinggal atau rusak yang dibiarkan di lokasi curug atau hanyut terbawa air.
Bagi yang biasa tinggal di perkotaan, sangat wajar jika terkadang merasa jenuh dengan panorama perkotaan. Suasana hutan Gunung Ungaran yang sejuk tenang, bisa menjadi alternatif liburan yang menyenangkan.
Di persimpangan antara trek menuju ke Curug Benowo dan Curug Lawe, di dekatnya ada warung di bawah sebuah pohon besar tinggi menjulang, mendominasi pepohonan di sekitarnya. Bagi penyuka kopi, di warung itu kamu bisa merasakan sensasi minum kopi di tengah hutan sambil menikmati udara sejuk hutan Gunung Ungaran.
Seperti rencana semula, saya akan menuju ke Curug Benowo (ke arah kiri) terlebih dahulu, yang menurut informasi tidak seramai Curug Lawe. Jaraknya pun lebih dekat. Seketika saya sudah dihadapkan dengan jembatan kecil menyeberang sungai yang airnya sangat jernih. Airnya berasal dari Curug Benowo, pikirku.
Di seberang jembatan kecil, di pohon di dekatnya ada petunjuk; 700 meter menuju ke Curug Benowo.Â
Trek menuju ke Curug Benowo naik turun cukup ekstrim. Trek berbatu terkadang licin. Vegetasinya pun lebih rapat. Hanya pecinta alam sejati yang menyukai tantangan ini. Sehingga wajarlah jika pengunjung ke Curug Benowo tak seramai Curug Lawe.Â
Setelah menyeberangi jembatan terakhir, dari kejauhan sudah terlihat Curug Benowo. Saya pun berjalan mendekatinya. Saya berada di lembah yang terbuka.Â
Di sini saya bertemu empat anak muda yang terdiri dari satu perempuan dan tiga laki-laki. Nampaknya mereka sudah puas menikmati keindahan air terjun tersebut. Ketika mereka pergi dan tak terlihat lagi dari pandangan mata, saya pun sendirian di lokasi Curug Benowo.
Menurut aplikasi Map Runner, dari area parkir kendaraan bermotor - Curug Benowo berjarak 2,6 km dengan waktu tempuh hanya 56 menit. Ternyata tidak sampai 2 jam, seperti informasi yang beredar hasil dari Google Search.
Kabut terlihat mulai turun menyelimuti tebing. Hanya suara gemericik air terjun yang terdengar. Percikan air tipis terbawa angin menimpa tubuh saya ketika saya mendekatinya. Namun saya mendekat pada batas aman karena batuannya licin. Saya pun membasuh muka dengan air sejuk yang menyegarkan muka saya.
Dalam kesendirian, hanya berteman suara gemericik air terjun, saya pun teringat bahwa pernah ditemukan mayat pria di bawah aliran air Curug Benowo Kalisidi  (joglosemarnews.com_5/4/2019). Saya pun berfikir, apakah kejadian itu yang menyebabkan pengunjung Curug Benowo jadi sedikit? Mereka lebih memilih ke Curug Lawe. Entahlah...
Pukul 10:45 saya meninggalkan Curug Benowo menuju ke Curug Lawe. Saya tak mau berlama-lama di area Curug Benowo. Langit terlihat semakin mendung. Saya tak ingin kehujanan sebelum sampai ke tujuan akhir, yaitu Curug Lawe.
Saya pun kembali menuju ke persimpangan antara Curug Benowo dan Curug Lawe. Trek dari persimpangan itu menuju ke Curug Lawe masih naik turun tetapi tak terlalu ekstrim.Â
Curug Lawe merupakan favorit mayoritas pengunjung Wisata Curug di lereng Gunung Ungaran ini. Sebagian wisatawan lokal terlihat sedang menikmati makanan dan minuman di sebuah warung sederhana.
Sebelum mencapai lokasi Curug Lawe, trek semakin terjal. Lumayan untuk melatih stamina kita. Setelah itu trek menurun dan gemericik suara air terjun terdengar. Semakin lama semakin keras.Â
Saya menyusuri lembah dengan sungai berair jernih sejuk menerobos celah batu-batuan besar. Di sini cukup banyak pengunjung. Kecuali saya, semuanya adalah anak-anak muda. Curug Lawe terlihat sangat indah.
Trekking dari Curug Benowo ke Curug Lawe berjarak 1,7 km, dan saya tempuh dalam waktu 38 menit. Jadi kalau dihitung secara keseluruhan  dari area parkir kendaraan bermotor-Curug Benowo-Curug Lawe, saya sudah berjalan sejauh 4,3 km dengan waktu tempuh 1 jam 33 menit.Â
Sekitar pukul 11:40, saya memutuskan meninggalkan lokasi Curug Lawe. Cuaca semakin mendung. Walaupun sudah membawa jas hujan di dalam tas, namun saya tak mau kehujanan di sini. Menghindari resiko terpeleset ketika turun hujan.
Menjelang sampai di area perkebunan cengkeh, tiba-tiba turun hujan. Saya mampir di sebuah warung menunggu hujan reda, lalu memesan nasi pecel plus telur dadar dan segelas kopi. Semuanya Rp 16.000;Â
Cuaca berkabut dan hujan, udara pun terasa dingin. Telur yang baru saja digoreng terasa dingin di lidah saya. Nasi pun dingin. Hanya kopi yang terasa masih hangat di tenggorokkan.
Kesimpulan
Bagi kamu yang suka petualangan dan tantangan. Obyek Wisata Curug Lawe Benowo yang berada di lereng Gunung Ungaran cocok bagi kamu. Trek yang naik turun dengan panorama alam yang indah sungguh mengasyikkan untuk dijelajahi. Wisata yang menyehatkan.
Curug Lawe Benowo cukup terawat dengan baik. Fasilitas penunjang pun tersedia, termasuk tempat sampah. Cuma sayangnya di area Curug Lawe, kantong sampah tidak muat lagi, sehingga botol-botol plastik bekas minuman tercecer di bebatuan.Â
Ini yang perlu diperhatikan bagi pengunjung untuk selalu menjaga kebersihan. Jika kantong sampah penuh, buanglah di kantong sampah lain yang tersedia yang masih kosong atau bawa sampahmu, masukkan ke dalam tas. Dan untuk pengelola obyek wisata Curug  Lawe Benowo, dimohon untuk sering mengecek ke lokasi.
Ingat kebersihan merupakan salah satu dari Sapta Pesona Pariwisata. Dan yang terakhir, ada spot di saluran irigasi yang perlu diberi pengaman. Jurang dibawahnya cukup dalam. Jangan sampai setelah terjadi kecelakaan baru bertindak. Wisatawan keburu kabur dulu. Keamanan merupakan Sapta Pesona Pariwisata poin pertama.
Akhir kata. Semoga Curug Lawe Benowo Kalisidi (CLBK) semakin berkembang maju, dan tetap menjadi favorit wisatawan. Ramai wisatanya, sejahtera masyarakatnya.
Salam wisata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H