Mohon tunggu...
Aris Armunanto
Aris Armunanto Mohon Tunggu... Lainnya - Penghobi jalan pagi.

Hati yang gembira adalah obat yang manjur,...(Amsal 17:22).

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Apa Sih yang Menarik dari Gunung Andong?

27 Juli 2023   21:58 Diperbarui: 9 Agustus 2023   23:37 2806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak pernah terbayangkan sebelumnya saya akhirnya bisa mengajak istri saya hiking sampai ke puncak Gunung Andong. Dulu istri saya pernah mengalami masalah dengan lutut kanannya, sehingga sangat riskan tuk berjalan jauh apalagi naik gunung.

Gunung Andong memang bukan termasuk gunung yang tinggi karena masih di bawah 2.000 mdpl. Tingginya hanya 1.726 mdpl. Namun bukan berarti mudah untuk ditaklukkan. 

Jika dalam keseharian tak rutin melakukan olahraga jenis aerobik seperti jalan kaki, jogging atau renang, nafas Anda pastilah akan "ngos-ngosan" yang berlebihan. Otot kaki pun akan terasa cepat capai. 

Masih beruntung kalau bisa bertahan sampai puncak. Ada yang sampai muntah-muntah dan akhirnya menyerah balik pulang. Padahal belum sampai ke post 1. 

Bagi yang sudah terbiasa naik gunung tentulah akan mudah melalui trek gunung Andong yang mereka anggap "tak cukup menantang". Namun tentunya hiking masih memberikan tantangan yang cukup berat jika dibandingkan dengan jalan kaki dengan intensitas sedang bahkan jalan cepat sekalipun.

Menurut "cnnindonesia.com", inilah perbedaan antara "walking" dan "hiking". "Walking" merupakan aktivitas jalan kaki di lintasan yang datar, sedangkan "hiking" merupakan aktivitas jalan kaki di alam terbuka yang melalui lintasan berupa pendakian. Namun persamaannya, kedua aktivitas aerobik tersebut sama-sama baik untuk "cardiovascular health" yaitu kesehatan jantung dan pembuluh darah.

Gunung Andong telah dikenal luas sebagai gunung yang ramah bagi pendaki pemula. Terletak di Dusun Sawit, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Gunung Andong memiliki empat puncak, yaitu Puncak Makam, Puncak Jiwa, Puncak Alap-Alap dan yang tertinggi Puncak Andong. Basecamp yang paling populer di kalangan para pendaki adalah Basecamp Taruna Jayagiri yang berada di Dusun Sawit. Sehingga lebih sering dibilang pendakian Gunung Andong Via Sawit. Sedangkan Basecamp Pendem dan Basecamp Gogik lokasinya tak terlalu jauh dari Sawit. 

Basecamp merupakan tempat di mana pendaki gunung memperoleh izin masuk suatu kawasan konservasi. Di sini merupakan pos awal sebelum melakukan pendakian menuju ke puncak. Selain itu juga sebagai tempat untuk beristirahat (elib.unikom.ac.id).

Jalur pendakian via Dusun Sawit merupakan basecamp yang paling populer dibandingkan yang lainnya. Fasilitas penunjangnya pun terbilang lengkap untuk Anda yang hobi naik gunung, yaitu tempat parkir, mushola, warung makan, toilet, persewaan peralatan camping, dan ada juga "homestay" disewakan buat anda dan keluarga yang ingin bermalam di sana. Sayangnya waktu saya tanya ke ibu pemilik warung, ia tak tahu berapa sewanya per malam.

Hari Sabtu 22 Juli pukul 05:30 WIB saya dan istri berkendara menuju ke Gunung Andong. Kami melalui Jalan Raya Salatiga-Kopeng lalu terus sampai pasar Ngablak. Kami berbelok masuk ke jalan sebelah kanan yang ada gapuranya. 

Tak lama kemudian akhirnya kami sampai di basecamp Taruna Jayagiri di Dusun Sawit. Sekitar satu jam perjalanan dari rumah.

Inilah kali kedua saya mendaki Gunung Andong. Suasana di lokasi basecamp tersebut sangat jauh berbeda dibandingkan beberapa tahun yang lalu sebelum pandemi Covid-19. Sekarang jauh lebih ramai. Banyak bangunan baru yang dulu belum ada. 

Cukup banyak mobil diparkir di pinggir kiri jalan beraspal. Namun masih memungkinkan mobil lain pelan-pelan melintas. Ada yang berplat B, AD dan H. Mudah menebak mereka berasal dari mana. Sedangkan parkiran sepeda motor ada di beberapa lokasi, sepintas terlihat penuh. Seperti parkiran di pasar.

Saya melirik ke arloji di pergelangan tangan kiri. Menunjukkan pukul 06:35. Namun ternyata sudah banyak pendaki yang datang, mungkin pagi-pagi sekali sebelum kami tiba di lokasi, atau hari sebelumnya dengan tujuan menghabiskan malam camping di puncak Gunung Andong. Berharap bisa menikmati "golden sunrise".

Ketika saya mencari tempat parkir sepeda motor, istri saya berjalan menuju ke pos registrasi. Di pos ini para pendaki wajib mengisi di buku registrasi nama lengkap, asal atau organisasi, lalu mencantumkan no handphone, dan tanggal pulang. Kami tercatat di nomor 41. Yang ditulis cukup satu orang yang mewakili grup entah kelompok besar atau cuma berdua.

Satu orang dikenakan biaya Rp20.000 rupiah. Perinciannya: "Pendakian Gunung Andong dan Religi" Rp15.000; dan untuk "Kas dan Kebersihan" Dusun Sawit Rp5.000; ditambah Rp5.000 untuk parkir sepeda motor. 

Pengunjung dilindungi oleh asuransi Amanah Githa. Kami juga mendapat potongan foto copy-an kecil "Peta Jalur Pendakian Gunung Andong via Dusun Sawit Basecamp Taruna Jayagiri". Di bawah peta ada tertulis "Peringatan" atau larangan buat para pendaki. Cuma sayangnya hasil foto copy-nya kurang bisa terbaca dengan jelas. 

Dari basecamp, kami lalu berjalan menuju gerbang masuk pendakian Gunung Andong. Suasana pendakian sangat terasa sekali. Ada sekelompok anak-anak muda terlihat sedang duduk-duduk dilantai teras sampai ruangan dalam sebuah rumah beralaskan tikar. Diatas pintu tertulis "Res Area Gunung Andong".

Saya pun jadi teringat bahwa Gunung Andong dijuluki "Gunung Sejuta Umat". Terbukti kebenarannya, suasananya meriah sekali. Banyak pendaki yang berlalu lalang. 

Menurut informasi dari seorang warga lokal, pada tiap hari Jumat, Sabtu dan hari libur nasional dan liburan sekolah, ada sekitar 1.000 an pendaki Gunung Andong setiap harinya. 

Sedangkan di hari-hari biasa cuma sekitar 200 sampai 300-an pengunjung. Wow fantastis sekali ya. Wisata pendakian gunung ternyata banyak peminatnya. Ini pun baru dari jalur pendakian via Dusun Sawit belum pendaki yang dari basecamp lainnya.

Kami beruntung saat itu langit terlihat cerah. Namun udara masih terlalu dingin bagi kami yang tinggal di negara tropis. Suhu udara di Dusun sawit di pagi itu mencapai 17 derajat Celsius!

Saya yang mendaki hanya memakai celana pendek dan kaos tipis lengan pendek badan terasa agak menggigil kedinginan. Namun setelah beberapa menit berjalan tubuh baru terasa hangat.

Tak terasa kami sudah menapakkan kaki ke jalan rabat beton sedikit menurun yang cukup lebar. Di sebelah kiri ada tiga kamar mandi berderet. Didepannya ada kotak kayu kecil dan diatasnya tertulis 2.000 dan 3.000. 

Tak perlu dijelaskan pastilah tahu. Kalau naik gunung jangan lupa bawa uang receh yang cukup. Hawa dingin biasanya bawaannya pingin ke toilet. 

Akhirnya sampai ke pertigaan masih jalan rabat beton. Ada sesuatu yang baru yang belum saya temui sebelumnya. Ada papan ikonik besar bertuliskan "Andong Via Sawit" paduan warna putih dan merah seperti warna bendera Indonesia dengan background Gunung Andong menjadi "landmark" cantik basecamp ini. 

Setiap pendaki pun terlihat antre berfoto di sini. Ah saya malah kelupaan tidak berfoto disitu. Tapi cukuplah sudah diwakili istri saya.

Gunung Andong (Dokumentasi pribadi)
Gunung Andong (Dokumentasi pribadi)

Sepanjang jalan menuju ke pendakian Gunung Andong mata disuguhi keelokan "Gunung Sejuta Umat" dan tanah pertanian luas berhiaskan tanaman sayuran khas pegunungan, seperti kol, tomat, cabai dan labu siam.

Tak lama berjalan, akhirnya kami sampai gerbang masuk mengawali pendakian. Disitu ada tulisan melengkung besar "Pendakian Gunung Andong" dan dibawahnya tulisan lebih kecil horizontal, "Taruna Jaya Giri Sawit". 

Mulai dari sini jalan sudah sedikit naik. Disebelah kiri ada tembok pembatas yang agak tinggi terlihat berundak-undak mengikuti jalanan dari batu alam tersusun rapi yang diperkuat dengan adonan semen. 

Sedangkan di sebelah kanan kebun cabai yang nampaknya siap untuk dipanen. Langsung terbayang kalau ada mendoan dan tahu isi goreng, tinggal petik tuh cabainya.

Dari pos registrasi sampai sini jalan tak terlalu jauh, namun cukup buat "warming up". Badan mulai terasa hangat pun meningkatkan aliran darah ke otot-otot sehingga kaki menjadi lentur. 

Menurut keterangan seorang petani yang kami temui di dekat kebun cabai, nama Gunung Andong berasal dari nama pohon yang banyak tumbuh di hutan gunung itu. Daun "Pohon Andong" bisa berfungsi sebagai pembungkus tempe.

Tantangan pertama pendakian kami dimulai disini. Tangga berundak yang sudah disemen rapi sudah menanti langkah-langkah kaki kami. Cukup panjang juga. Istri saya beberapa kali meminta berhenti tuk mengambil nafas dan meredakan kepenatan otot-otot kakinya. 

Baru melewati tantangan pertama ini, ada seorang pendaki perempuan yang muntah-muntah sehingga tak sanggup lagi melanjutkan pendakiannya. Untunglah ketiga temannya memakluminya.

Bagi Anda yang mau istirahat dan sejenak menikmati suasana pendakian Gunung Andong tak perlu kuatir di gunung ini cukup banyak warung loh. Warung pertama yang kami temui berada di sebelah kanan. Di depan warung itu ada bangku bambu dan meja di bawah naungan pepohonan yang rindang. 

"Warung Vano Andong" menyediakan:

# Minuman:

  • Es Teh Rp4.000
  • Teh Anget Rp3.000
  • Es Jeruk Rp4.000
  • Es Campur (harganya tak terbaca)
  • Kopi Hitam Rp3.000
  • Kopi GoodDay Rp4.000

# Makanan:

  • Nasi Goreng Rp10.000
  • Nasi Pecel Rp7.000
  • Nasi Rames Rp7.000
  • Mie Goreng Rp6.000
  • Mie Rebus Rp6.000
  • Pop Mie Rp8.000

Dari warung tersebut trek tetap mendaki sampai akhirnya menemui petunjuk arah panah. D isini pendaki bisa memilih dua pilihan jalur, yaitu jalur lama naik lurus atau jalur baru ke arah sebelah kiri. 

Kami memilih melewati jalur baru karena pertama kali saya mendaki Gunung Andong saya pernah lewat jalur lama. Dan saya pikir jalur yang kiri (jalur baru) tak terlalu berat buat istri saya.

Kami menyusuri trek tanah agak datar sempit dengan dominasi vegetasi pinus dan semak-semak. Ada juga jembatan kecil di sini. Tak lama kami sampai di Pos 1 Kemuning. Di sini ada petunjuk "Peta Jalur Pendakian". Ternyata lewat "Jalur Baru" agak memutar dengan beberapa kelokan.

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

Sayangnya di Pos 1 Kemuning tidak disediakan bangku untuk duduk. Terpaksa istri saya duduk ditanah beralaskan tisu kecil. Tapi kami tak meninggalkan sampah apapun di gunung loh. Sampah dari bungkus makanan pun kami bawa pulang.

Kami pikir setelah Post 1 trek masih agak landai ternyata sebaliknya. Namun dari segi positifnya banyak juga sih. Kami berdua bisa menguji kekuatan fisik kami masing-masing. Aktivitas jalan pagi yang rutin kami lakukan serta mulai aktif berenang lagi terbukti sangat membantu. 

Lutut istri saya yang dulu pernah mengalami masalah. Bunyi "krek" dan terasa nyeri ketika jongkok. Puji Tuhan atas mukjizat-Nya sekarang tidak ada masalah. Dengan rutin jalan kaki pelan-pelan. Kemudian intensitasnya ditingkatkan secara bertahap sesuai kemampuan. 

Setelah lutut merasa nyaman. Uji coba pertama kami hiking ke "Candi Gedongsongo" ternyata ia mampu. Lalu saya pun memberikan tantangan kepada istri saya. Suatu saat harus berani naik Gunung Andong. Terima kasih Tuhan akhirnya harapan kami bisa terkabulkan.

Saya mengajak ia naik Gunung Andong menyesuaikan dengan kemampuan fisiknya. Jika capek ya istirahat. Kalau merasa sangat berat, kita turun saja. Setidaknya sudah pernah mengalami sensasi naik gunung.Namun ternyata motivasi istri saya sangat kuat bahwa ia percaya akan mampu sampai puncak.

Mulai Post 1 trek sudah cukup terjal nanjaknya. Di jalur ini kami menjumpai gubuk kayu beratap asbes. Kami istirahat sebentar disini sambil minum dan makan bekal kami-- sosis ayam agak besar digulung roti tawar dioles margarin lalu dicelup ke kocokan telur lalu dipanggang. Nikmat sekali makan seperti ini sambil menikmati sejuknya udara pegunungan. 

Kami pun sering berjumpa dengan para pendaki lain. Anak-anak sekolah dari Kabupaten Magelang pun terlihat gembira menuruni lereng Gunung Andong. Dengan tubuh yang sehat belajar di sekolah akan lebih maksimal. Tantangan mendaki gunung pun bagus buat menempa mental anak-anak sehingga tidak mudah putus asa.

Setelah cukup beristirahat, kami melanjutkan perjalanan lagi. Akhirnya sampai juga di Post 2: Dewa Ndaru. Disini pun ada "Peta Jalur Pendakian". MMT ini kontribusi dari kegiatan mahasiswa KKN "Institut Agama Islam Negeri Salatiga ". Tentu sangat membantu. Kami jadi tahu sudah sejauh mana kami mendaki. 

Trek mulai Post 2 semakin menantang. Trek sempit berbatu-batu. Disisi kiri lereng gunung curam. Kami pun perlu ekstra hati-hati dalam menapakkan kaki. Jika terpeleset jatuh bisa berakibat fatal.

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

Yang jadi penyemangat bagi kami yaitu cuaca pagi itu masih cukup cerah. Gunung Merbabu dan Gunung Merapi setia menemani pendakian kami. Terlihat sangat indah. Dari atas sini pun bisa terlihat satu perkampungan dikelilingi lahan pertanian jauh di bawah sana.

Beberapa saat kemudian kami pun disuguhi pemandangan alam yang tak kalah indahnya. Gunung Sindoro dan Sumbing beralaskan awan putih tebal. 

Kami pun menjumpai batu-batu besar di antara semak-semak. Namun ada cukup ruang di samping kanannya buat tubuh kami untuk melewatinya sambil berpegangan pada batu-batu tersebut. Diujung atas sana terdengar suara orang. Ternyata itu Post ke 3. Di sinilah titik temu antara jalur lama dan jalur baru.

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

Area Post 3: Watu Wayang cukup landai walau tak terlalu luas. Ada sebuah gubug. Di dalamnya ada dua orang, yang lelaki terlihat sedang memasak mie instan. 

Perlu diingat lagi, Post 3 ini merupakan persimpangan. Kalau turun ke kanan itu "Jalur Baru", trek kami ketika mendaki. Sedangkan kalau turun ke arah kiri adalah "Jalur Lama". 

Jika dari Post 3 turun beberapa meter saja ke arah kiri (jalur lama) Anda akan menjumpai mata air di mana para pendaki bisa mengambil air bersih untuk keperluan mereka.

Di Post 3 ini viewnya sangat memanjakan mata. Rasa lelah sejenak terlupakan ketika melihat keindahan Gunung Merbabu dan Gunung Merapi.

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

Dari Post 3 trek kepuncak semakin menanjak namun cukup lebar untuk berpapasan dengan para pendaki lainnya yang baru turun dari camping di puncak. Beberapa dari mereka memotivasi kami agar tetap semangat sampai berhasil ke puncak. Mereka tahu kami sudah tidak muda lagi. Usia kami sudah kepala lima.

Pendaki Gunung Andong didominasi oleh anak-anak muda. Ada juga dua pasang suami istri yang menggendong balita mereka di punggung. Di masa depan mereka calon pendaki yang tangguh. 

Hal yang menarik dan menambah semangat kami ketika bertemu satu keluarga dari Semarang. Si ibu ternyata sudah berusia 57 tahun. Mereka mendakinya pagi-pagi sekali ketika masih gelap.

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

Sampai tahap ini istri saya semakin semangat karena saya bilang Puncak Makam yaitu puncak pertama sudah dekat. Bertahanlah mumpung ada kesempatan. Kita tak tahu hari esok bisa mendaki kesini lagi atau tidak. 

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

Semakin kami mendekati puncak semakin indah suguhan pemandangan alam pegunungan yang sangat memanjakan mata kami. Sulit dijelaskan dengan kata-kata jika tak mengalami langsung. 

Sekitar 3 jam waktu yang kami butuhkan untuk mencapai titik tertinggi Gunung Andong. Namun bagi mereka yang sudah terlatih fisiknya, bisa menempuhnya selama 1 sampai 2 jam. Diatas masih menyisakan sebagian tenda yang digunakan para pendaki. 

Dari puncak ini jika mata memandang, kita bisa menyimpulkan kenapa Gunung Andong sangat layak didaki:

1. Jalur pendakian Gunung Andong ramah buat pendaki pemula. 

2. Tingginya di bawah 2.000 mdpl.

3. Ada 4 puncak: Puncak Makam, Puncak Jiwa, Puncak Andong 1726 mdpl, dan Puncak Alap-Alap 1692 mdpl.

4. Ada Camping Ground (berada di Puncak Jiwa).

5. Bisa melihat "Golden Sunrise" yaitu matahari terbit dengan warna keemasan yang cantik.

6. Jika cuaca cerah dari puncak bisa melihat beberapa gunung, yaitu Gunung Merbabu, Merapi, Telomoyo, Sindoro, Sumbing, Ungaran bahkan Gunung Slamet.

7. Ada beberapa warung di puncak gunung (kalau tidak salah hitung ada 3 warung). Menjual makanan dan minuman seperti kopi, teh, air mineral, mie rebus, dan mie goreng dengan harga yang wajar.

8. Ada sumber mata air di gunung dan toilet di dekat Puncak Makam.

9. Gunung yang bisa didaki secara "tektok", yaitu bisa didaki dan turun lagi dalam satu hari.

10. Bisa untuk merasakan sensasi naik gunung bersama keluarga tercinta Anda.

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

(DokPri)
(DokPri)

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

Karena kecapean, istri saya hanya mengeksplorasi sampai Puncak Andong saja. Saya suruh dia turun dan menunggu di Puncak Makam. D isana ada "shelter" sehingga tak kepanasan. Dinamakan Puncak Makam karena di lokasi tersebut ada sebuah makam yaitu "Makam Kyai Joko Pekik (Syekh Abdullah Fakih)", Magelang.

Saya terus jalan menuju ke Puncak Alap-Alap. Saya pun melintasi trek yang sempit kanan kirinya jurang, sehingga populer dengan sebutan "Jembatan Setan".

Tak lama kemudian saya kembali ke Puncak Makam. Kami berdua istirahat sejenak. Ketika jam sudah menunjukkan pukul 10:35 WIB, kami memutuskan untuk turun. Udara saat itu pun terasa panas sekali bersamaan kabut sudah mulai turun menutupi pandangan Gunung Merbabu, Merapi, Sindoro, dan Gunung Sumbing. 

Namun turunnya kami tidak melalui jalur pendakian yang sama ketika kami mendaki (jalur baru). Kami memilih lewat jalur pendakian lama yang lebih pendek treknya. Saya pun mengambil kesimpulan, lewat jalur pendakian baru maupun jalur lama hampir sama tingkat kesulitannya.

Sesampainya di "Basecamp Sawit" kami beristirahat sambil makan siang di sebuah warung. Di bawah ini menu yang tersedia di "Pesona Warung Gunung", tidak saya tulis semuanya hanya sebagian saja:

  • Nasi Goreng Rp12.000
  • Nasi Rames Rp8.000
  • Nasi Ayam dan Tempe Goreng plus sambal Rp15.000
  • Indomie Rebus Rp6.000
  • Teh Manis Rp3.000
  • Nutrisari Rp4.000
  • Jeruk Panas/Dingin Rp4.000
  • Kopi Kapal Api Rp4.000

Kami memesan nasi ayam dan tempe goreng plus sambal. Minumannya Aqua botol dan es jeruk. Masakannya sebenarnya cukup enak, namun sayang tak ada lalapannya. 

(Dokumentasi pribadi)
(Dokumentasi pribadi)

Sambil menikmati istirahat dan makan siang kami, dari jauh terlihat kabut mulai turun dari atas puncak Gunung Andong. Sepertinya sengaja menggoda kami tuk mendaki lagi di lain waktu. 

"Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil" (Lukas 1:37).

Puji Tuhan istri saya akhirnya bisa merasakan sensasi mendaki sampai puncak Gunung Andong.

 #silahkan tonton video pendakian Gunung Andong di bawah ini. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun