Mohon tunggu...
Aris Armunanto
Aris Armunanto Mohon Tunggu... Lainnya - Penghobi jalan pagi.

Hati yang gembira adalah obat yang manjur,...(Amsal 17:22).

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Ngadem di "Kali Odo", Desa Wisata Gedangan Tuntang

4 Mei 2023   20:27 Diperbarui: 22 Mei 2023   20:10 3649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada banyak sekali pilihan wisata mata air di Kabupaten Semarang. Salah satu yang menarik perhatian saya berada di Dusun Karangnongko, Desa Gedangan, Kecamatan Tuntang. Tempat itu bernama "Kali Odo".

Gedangan adalah sebuah desa yang letak geografisnya berbatasan dengan Desa Kalibeji, Rowosari, Polobogo, Sraten dan wilayah Kota Salatiga.

Dilansir "gedangan.desa.id", Desa wisata Gedangan diresmikan pada tanggal 9 November 2016 dan sudah terdaftar di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Semarang dan Provinsi Jawa Tengah.

Sejarah singkat Desa Gedangan

Dahulu dimasa kolonial Belanda, Wijaya Kusuma dan Wicitra Kusuma beserta para bangsawan dari Keraton Surakarta dan prajuritnya melarikan diri karena tidak sependapat dengan kebijakan pihak kolonial.

 Akhirnya sampailah mereka ke suatu daerah yang aman, subur dan tak bertuan yang banyak ditumbuhi pohon "gedang" (pisang). Lalu menetaplah mereka disana dan desa tersebut pun terus berkembang, lalu dinamakan "Desa Gedangan".

Sedangkan versi kedua; Wijaya Kusuma dan Wicitra Kusuma beserta anak buahnya dari Keraton Solo (Surakarta) kalah dalam pertempuran melawan pasukan Belanda yang jumlahnya lebih banyak. 

Mereka sempat dikejar namun berhasil lolos dan bersembunyi di daerah yang dipenuhi pohon "gedang" atau pohon pisang. Untuk mengenang peristiwa tersebut, tempat itu dinamakan "Desa. Gedangan".

Masyarakat dan tokoh masyarakat menyadari potensi wisata di desa mereka. Daya dukungnya berupa sumber daya alam, budaya serta pertanian. Dan banyaknya pepohonan salak dan duku merupakan ciri khas dari desa ini.

Selain itu sumber air di Desa Gedangan sangat melimpah pun di musim kemarau. Tak pernah mengalami kekeringan. Air berlimpah bersumber dari "Sumber Mas Kali Odo". Ada sebagian yang menyebutnya "Kali Ngodo". Namun lebih populer dengan nama "Kali Odo", terletak di Dusun Karangnongko.

Kenapa dinamakan "Sumber Mas Kali Odo"?

Indonesia kaya akan kearifan lokal. Setiap daerah termasuk di tempat wisata mempunyai ceritranya sendiri yang menarik tuk disimak, walaupun secara ilmiah terkadang sulit untuk dijelaskan.

Pada suatu pagi di bulan Desember tahun lalu saya berjalan ke "Kali Odo". Saat itu hari Sabtu dan baru sekitar pukul 07:30 WIB, pengunjung masih sepi. Hanya beberapa warga lokal yang sedang melakukan rutinitas harian; mencuci pakaian. 

Namun beruntunglah ada satu warung yang sudah buka, pemiliknya suami istri sedang menyiapkan jualannya. Jadi bisa duduk beristirahat sejenak sambil menikmati keindahan "Kali Odo" di pagi hari.

Saya lalu memesan Pop Mie dan segelas kopi. Sambil menunggu saya mengobrol dengan mereka dan bertanya tentang arti nama "Sumber Mas Kali Odo".

Menikmati Pop Mie dan segelas kopi di Kali Odo (DokPri).
Menikmati Pop Mie dan segelas kopi di Kali Odo (DokPri).

Menurut kepercayaan warga setempat yang diceritakan turun temurun antar generasi. Jika ada pengunjung wanita yang mandi atau berenang di kolam dan masih mengenakan perhiasan emas, perhiasan tersebut bisa hilang jatuh ke dasar kolam dan tak bisa ditemukan. 

Kata mereka lagi, pernah ada kejadian seperti itu. Seorang wanita kehilangan perhiasannya di "Kali Odo". Dan di lain hari ada seseorang yang sedang dalam kesulitan keuangan berendam di kolam itu. Tiba-tiba dia menemukan perhiasan emas. Anehnya cincin tersebut mengapung di permukaan kolam. 

Setelah di cek ke penjual emas, memang betul emas asli bukan imitasi. Tentu saja dia sangat senang sekali karena mendapatkan uang dari hasil penjualan cincin emas tersebut. Sehingga setelah kejadian tersebut, sumber mata air itu dinamakan "Sumber Mas Kali Odo".

Merti Dusun.

Tradisi budaya pun masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Gedangan. Setiap tahun diadakan upacara tradisional "Merti Dusun". 

Ini merupakan salah satu wujud ungkapan rasa syukur warga desa kepada Sang Pencipta atas berkat dan hasil pertanian yang telah mereka peroleh sepanjang tahun.

"Persembahan" berupa buah-buahan, sayuran, jajanan pasar dan lainnya. Kemudian diletakkan berjejer mulai dari tepi kolam sumber mata air sampai keluar dari gapura depan. Warga Desa Gamol Salatiga pun turut serta. Begitulah cerita dari  Pak Rohi (55), seorang warga lokal, yang pagi itu sedang menggendong cucunya.

Karangnongko merupakan salah satu dari tujuh dusun yang berada di Desa Gedangan. Tentunya warga setempat bisa merasakan dampak positif dari keberadaan "Kali Odo " di dusun mereka.

Aktifitas warga lokal di "Kali Odo" di pagi hari.

Banyak warga desa yang tinggal didekat "Kali Odo" memanfaatkan air sungai tersebut untuk mencuci pakaian. Ini merupakan kebiasaan sederhana yang pada umumnya di lakukan para wanita di desa ini di pagi hari. 

Selain itu fungsi sosial dari keberadaan mata air itu juga sebagai tempat untuk berinteraksi. Bertemu dengan tetangga desa bisa mengobrol banyak hal. "Gosip" seputar persoalan rumah tangga pun mungkin bisa di dengar disini.

Obyek wisata "Kali Odo" hanya berjarak 5.5 Km dari pusat Kota Salatiga, dan dengan berkendara bisa ditempuh sekitar 14 menit. 

Didukung aksesibilitas yang memadai. Sedangkan dari Ambarawa juga tak terlalu jauh, berjarak 15 Km yang bisa ditempuh dengan berkendara sekitar 31 menit.

"Kali Odo" biasanya ramai dikunjungi wisatawan lokal pada hari Jumat, Sabtu, Minggu dan pada hari libur nasional. Mereka umumnya berasal dari Salatiga, Kecamatan Tuntang dan sekitarnya. Fasilitas yang tersedia berupa; tempat parkir, warung penjual jajanan dan minuman, toilet, kamar ganti, persewaan ban dan beberapa gazebo bambu untuk duduk bersantai.

DokPri 
DokPri 

Di "Kali Odo" anda bisa menikmati kesegaran air dari sungai yang sudah dibendung jadi menyerupai sebuah kolam. Air bersumber dari beberapa mata air alami yang keluar dari sela-sela akar pepohonan besar.

Fenomena unik tentang sumber mata air ini adalah debit air akan semakin banyak ketika musim kemarau. Sedangkan di musim penghujan justru air akan berkurang. Air dari "Kali Odo" mengairi lahan persawahan di Desa Gedangan, Sraten dan Rowosari, sebelum akhirnya bermuara ke "Rawa Pening".

Walaupun sudah beberapa kali ke Desa Wisata Gedangan, namun tak pernah membuat saya bosan. Alam pedesaan yang cantik nan alami serta keramahtamahan warga desanya selalu menjadi daya pemikat. Tempat ini menjadi salah satu rute jalan pagi favorit saya, selain tentunya area persawahan di Desa Sraten.

Pagi hari melangkahkan kaki menuju Desa Gedangan yang berhiaskan kebun-kebun dengan aneka jenis pepohonan senantiasa menggembirakan hati dan menyejukkan mata.

Gapura masuk ke
Gapura masuk ke "Kali Odo". Sebelah kiri tempat parkir mobil (DokPri).

Menjelajah Desa Wisata Gedangan selain menyehatkan juga menjadi cara saya untuk refreshing otak dan tentunya bisa menambah pengetahuan.

Dengan berjalan kaki, kesempatan tuk menyapa dan sedikit mengobrol dengan warga lokal pun lebih terbuka. Hal yang tadinya tak diketahui pun kini sudah tersimpan di dalam ingatan.

Sesuatu yang menarik perhatian saya ketika berjalan dari Desa Jombor ke "Kali Odo"  adalah pepohonan duku dan salak. Di Desa Gedangan, dua jenis pohon ini yang paling banyak dijumpai. Ada juga sih warga desa yang menanam pohon durian, sengon dan kopi di kebun mereka.

Pohon-pohon duku di Desa Wisata Gedangan tumbuh di depan rumah warga (DokPri)
Pohon-pohon duku di Desa Wisata Gedangan tumbuh di depan rumah warga (DokPri)

Duku adalah tanaman perkebunan yang berasal dari Asia Tenggara dengan nama latin "Lansium parasiticum". Tanaman ini umumnya dibudidayakan untuk tujuan komersial. Tumbuhan yang menghasilkan buah kecil bulat panjang dan oval ini bisa mencapai ketinggian 30 meter. Buahnya tumbuh bergerombol seperti anggur. Buah duku yang berbentuk bulat paling populer dikonsumsi di Indonesia (rimbakita.com).

Selain di kebun, pinggiran jalan dan halaman rumah warga, di bibir "Kali Odo" pun tumbuh beberapa pohon duku. 

Sayangnya di tahun ini pohon duku tak berbuah. Gagal panen karena curah hujan yang tinggi. Kalaupun bisa berbuah pun cuma sedikit dan rasanya hambar.

Kalau "mangsa rendeng" (musim  hujan) panjang bisa gagal panen, namun ketika "mangsa ketiga" (musim panas) lebih panjang, tanaman duku bisa menghasilkan buah. Warga desa bisa panen buah duku, kata Pak Maryadi (60) warga Dusun Karangnongko. Wajah kecewapun terlihat di raut muka seorang ibu yang sedang menyapu dedaunan duku yang jatuh di halaman depan rumahnya. "Tahun ini gagal panen pak", katanya lirih.

Tanaman duku di Desa Gedangan merupakan warisan "leluhur". Mereka  yang menanam pohon sudah menghadap Sang Khalik.  

Ketika menyapa suami istri yang sedang duduk-duduk bersantai di teras rumah mereka, si suami pun mengatakan pohon duku besar yang ada di halaman depan rumahnya sudah ada dan sebesar itu sejak ayahnya masih kecil.

Perlu diketahui, tanaman duku bisa mencapai usia 300 tahun atau lebih. Ini tergantung dari; sifat atau jenis tanaman, cara pemeliharaan, dan kondisi lingkungan tempat tumbuh. Tanaman duku yang diperbanyak dari biji, baru bisa berbuah ketika umur tanaman 12 tahun bahkan lebih (dispertanpp.karanganyarkab.go.id).

Ada jalan Rabat Beton sebagai akses pendukung perkembangan sektor wisata di Dusun Karangnongko, Desa Gedangan. Bantuan dari Pemerintah Kabupaten Semarang bersumber dari dana desa tahun 2018 sebesar Rp. 82.053.000. Volume jalan: P. 204 M / L. 3 M / T. 0.12 M. Diresmikan pada tanggal 15 September 2018 oleh Kepala Desa Gedangan, Bapak Daroji.

Pak Ngatimin (70) pun terlihat bangga ketika "Kali Odo" yang berada di dusun ia tinggal telah resmi menjadi tempat wisata. Ia mengatakan bahwa pohon beringin menjulang tinggi di bibir sungai, yang batangnya menopang gazebo bambu, berperan penting menjaga suplai air. Ia menambahkan jika pohon itu mati maka air di "Kali Odo" akan surut, jadi harus ditanam pohon baru.  

Bapak "sepuh" itu berbicara sambil memikul cangkul dan menenteng "arit" untuk menyabit rumput liar.  Sepeda motornya ia parkir di tepi kolam. Beliau mengatakan masih diberi tanggung jawab merawat 100 pohon kelapa. Dalam sehari ia masih kuat memanjat 10 pohon kelapa dan mengambil buahnya. Padahal pohon kelapa disini tinggi-tinggi. Hebat sekali ya?

Bagaimana terjadinya mata air?

Mata air terjadi ketika air permukaan atau air hujan meresap ke dalam tanah dan menembus celah-celah bebatuan lalu terkumpul di akuifer atau waduk besar di dalam tanah. 

Ketika ada retakan di permukaan tanah, air dari akuifer akan meluap ke permukaan tanah. Mata air secara alami kaya akan mineral (nationalgeographic.com).

Sensasi berenang di Kali Odo

Menurut informasi dari Mbak pemilik warung di sebelah barat kolam. Sumber mata air "Kali Odo" ada di ujung selatan kolam yang banyak pepohonannya. Saya pun jadi kepo. 

Lalu hari berikutnya saya datang lagi naik sepeda motor. Kali ini ditemani istri. Saya pun tak lupa membawa kacamata renang. Sedangkan istri saya duduk menunggu di gazebo bambu beratapkan ijuk, sambil makan mendoan dan rolade daun singkong. Lokasinya agak jauh karena gazebo yang di tepi kolam sudah ditempati orang lain.

Kali Odo (DokPri)
Kali Odo (DokPri)

Hari itu Senin 1 Mei bertepatan dengan libur nasional (May Day). Sebelum pukul 08:00 WIB kami sudah berada di lokasi. Waktu itu pengunjung "Kali Odo" masih belum banyak, namun ibu-ibu penjual aneka jajanan sudah membuka warung mereka. Menjemput rezeki dari wisatawan yang semakin siang akan banyak berdatangan.

Jika dibandingkan dengan "Pemandian Muncul" di Banyubiru, air di "Kali Odo" tidaklah terlalu dingin walaupun di pagi hari. Jadi tetap menyenangkan jika anda cuma sekedar ingin berendam saja. Sedangkan kalau di "Pemandian Muncul" kita akan merasa kedinginan kalau berhenti berenang terlalu lama.

Kalau debit air sedang banyak, kolam "Kali Odo", kedalaman air  mencapai 1,7 meter. Ketika masih belum banyak pengunjung, air kolam nampak jernih. Dasar kolam bisa terlihat jelas. Ada ikan-ikan kecil berenang. Di dasar kolam banyak batu-batuan kecil. Sedangkan batu-batu besar ada sedikit di sebelah barat. Juga sisa bagian pangkal pohon yang sudah ditebang.

Saya pun berenang mengelilingi kolam. Di ujung selatan kolam dari sela-sela akar pepohonan terlihat air mengalir. Kalau tidak salah hitung ada 5 sumber mata air. 

Di ujung selatan paling kanan itulah sumber mata air yang paling besar. Kira-kira lebarnya dua jengkal tangan saya. Air mengalir keluar sangat deras terlihat jelas dari  jarak 2 meteran. Tak berani saya terlalu dekat. Banyak batu dan beberapa daun salak yang menjulur ke kolam. Bisa-bisa melukai muka saya. Di area sekitar sini juga banyak dijumpai pohon salak jenis lokal.

Sensasi berenang di kolam dari sumber mata air yang terus mengalir membuat rileks otot-otot badan. Menyegarkan sekali. Pikiranpun menjadi damai ketika menyatu dengan alam. 

Mata dimanjakan oleh pepohonan yang menjulang tinggi. Udara sejuk bebas polusi. Sinar mentari pagi pun sesekali menyembul dari sela-sela dahan pepohonan. 

Namun ketika pengunjung mulai banyak yang datang. Air di kolam mulai sedikit keruh karena sudah mulai tercampur dengan tanah dari dasar kolam.

Kali Odo (DokPri)
Kali Odo (DokPri)

Sehingga saya pun tak perlu berlama-lama merasakan sensasi berenang. Bisa diulang di lain waktu ketika masih sepi pengunjung pikirku. Kemudian saya beranjak dari kolam dan menuju ke persewaan ban. Sewa ban Rp. 5 ribu bisa dipakai sepuasnya. Boleh pilih ban yang kecil maupun besar. 

Tiduran di atas ban karet di atas kolam sungguh merasakan sensasi yang berbeda. Mata menatap langit yang sedikit berawan. Pucuk-pucuk pepohonan berdaun hijau jadi terlihat sangat tinggi. Serasa saya sedang berada di daerah pedalaman yang sangat jauh dari pemukiman.

"River Tubing" di sungai dekat kolam sambil berbaring  di atas ban dalam truk ternyata cukup mengasyikkan. Saya bisa terbawa aliran air walaupun aliran air tak terlalu kencang. Menurut saya ini cocok buat anak-anak kecil karena airnya dangkal, namun tetap perlu didampingi orangtuanya.

Kali Odo cocok buat wisata keluarga (DokPri).
Kali Odo cocok buat wisata keluarga (DokPri).

Ketika suhu udara sedang panas. Badan pun terasa "gerah" jadi malas tuk beraktivitas. Kita perlu "ngadem", mendinginkan tubuh. Jika tubuh segar pikiran pun akan tenang.

 "Kali Odo" merupakan salah satu tempat wisata air alternatif di Kabupaten Semarang yang cukup menyenangkan tuk di kunjungi.

Salam wisata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun