Fenomena unik tentang sumber mata air ini adalah debit air akan semakin banyak ketika musim kemarau. Sedangkan di musim penghujan justru air akan berkurang. Air dari "Kali Odo" mengairi lahan persawahan di Desa Gedangan, Sraten dan Rowosari, sebelum akhirnya bermuara ke "Rawa Pening".
Walaupun sudah beberapa kali ke Desa Wisata Gedangan, namun tak pernah membuat saya bosan. Alam pedesaan yang cantik nan alami serta keramahtamahan warga desanya selalu menjadi daya pemikat. Tempat ini menjadi salah satu rute jalan pagi favorit saya, selain tentunya area persawahan di Desa Sraten.
Pagi hari melangkahkan kaki menuju Desa Gedangan yang berhiaskan kebun-kebun dengan aneka jenis pepohonan senantiasa menggembirakan hati dan menyejukkan mata.
Menjelajah Desa Wisata Gedangan selain menyehatkan juga menjadi cara saya untuk refreshing otak dan tentunya bisa menambah pengetahuan.
Dengan berjalan kaki, kesempatan tuk menyapa dan sedikit mengobrol dengan warga lokal pun lebih terbuka. Hal yang tadinya tak diketahui pun kini sudah tersimpan di dalam ingatan.
Sesuatu yang menarik perhatian saya ketika berjalan dari Desa Jombor ke "Kali Odo" Â adalah pepohonan duku dan salak. Di Desa Gedangan, dua jenis pohon ini yang paling banyak dijumpai. Ada juga sih warga desa yang menanam pohon durian, sengon dan kopi di kebun mereka.
Duku adalah tanaman perkebunan yang berasal dari Asia Tenggara dengan nama latin "Lansium parasiticum". Tanaman ini umumnya dibudidayakan untuk tujuan komersial. Tumbuhan yang menghasilkan buah kecil bulat panjang dan oval ini bisa mencapai ketinggian 30 meter. Buahnya tumbuh bergerombol seperti anggur. Buah duku yang berbentuk bulat paling populer dikonsumsi di Indonesia (rimbakita.com).
Selain di kebun, pinggiran jalan dan halaman rumah warga, di bibir "Kali Odo" pun tumbuh beberapa pohon duku.Â
Sayangnya di tahun ini pohon duku tak berbuah. Gagal panen karena curah hujan yang tinggi. Kalaupun bisa berbuah pun cuma sedikit dan rasanya hambar.