Cerita sukses tentang penyelenggaraan Natal Bersama Gereja-Gereja Salatiga (BKGS) sudah merupakan hal yang biasa. Acara dilangsungkan di Lapangan Pancasila Salatiga pada hari selasa 25 Desember 2018 sepertinya sudah merupakan berita rutin yang selalu didengar setiap tahun di kota tertoleransi kedua di Indonesia.
Buah dari kerja keras dari panitia yang di ketuai oleh bapak Pdm Toni Baskoro dari Gereja Bethani dan ketua BKGS bapak Purwanto beserta jajaran pengurusnya. Mereka telah melakukan persiapan selama dua bulan terakhir sebelum acara terselenggara. Tentunya juga dukungan dari Pemkot Kota Salatiga serta aparat keamanan baik dari unsur TNI dan Polri yang menurunkan sejumlah anggota Polres Salatiga.
Satu kompi Brimob, pasukan gegana dan seekor anjing pelacak yang terlatih bantuan dari mabes Polri terlihat sibuk mensteril  seluruh area. Juga pihak terkait yang turut menjaga keberlangsungan Natal Bersama ini seperti ormas dan perkumpulan seni beladiri Lindu Aji sudah sepantasnya diapresiasi.
Bertemu dan bercakap dengan beliau waktu terasa begitu singkat bagaikan sahabat lama yang baru berjumpa. Dari beliaulah saya baru tahu bahwa bapak Pdm Toni Baskoro, yang piawai bermain jimbe, adalah ketua panitianya. Beliau pecinta alat musik perkusi. Jadi jangan kaget jika anda bertandang kerumahnya di perumahan Permata Argosari, sebagian dari ruang tamunya terisi dengan beragam ukuran jimbe mulai dari super mini bahkan sampai yang jumbo.
Umat Kristiani di Salatiga cukup antusia mengikuti acara Natal Bersama yang mengusung tema Yesus Kristus Hikmat Bagi Kita. Acara tersebut diselenggarakan pada hari Selasa, 25 Desember pukul 04:30 atau setelah Adzan Subuh berkumandang juga dihadiri oleh Walikota Kota Salatiga.
Tak terpengaruh dengan sisa guyuran air hujan semalam dan beberapa hari sebelumnya. Lapangan Pancasila terlihat masih basah, sang surya masih tertidur dan dinginnya udara pagi mencapai 21 derajat Celsius masih tak bisa membendung animo Umat Kristiani untuk berdatangan.
Mereka berasal dari 94 gereja di Salatiga dan menjejali lapangan tersebut dengan jumlah hampir mencapai 15 ribu orang. Itupun sudah banyak berkurang sekitar 5 ribu orang setelah Kecamatan Getasan mengadakan acara sendiri dengan nama Badan Kerjasama Antar Gereja se-Kecamatan Getasan, kata bapak Pdt Sri Bangun Wismono dari GKJ Salatiga Timur.
Ketika fajar mulai menyingsing, umat yang berdatangan mulai bertambah banyak sehingga membikin becek lapangan. Maka sepulang dari acara itu sepatu atau sandal wajib dicuci jika ingin dipakai lagi.Â
Sebaliknya kondisi ini malahan memberikan rezeki bagi beberapa penjual plastik untuk alas. Menyerupai plastik pembungkus kado seharga Rp 5 ribu rupiah per lembar. Dan mereka juga menjual lilin yang nantinya dinyalakan ketika menyanyikan lagu Malam Kudus. Para pedagang sepertinya mengetahui peluang bisnis yang menguntungkan.
Disekitar area Lapangan Pancasila saya menjumpai tiga mobil ambulance yang berjaga-jaga jikalau ada yang membutuhkan bantuan medis, setidaknya pertolongan pertama. Saya sempat berbincang dengan bapak Dwi Haryanto dari PMI yang menyiapkan 7 orang anggota di lapangan sedangkan 3 orang lainnya berjaga di kantor.Â
Peran petugas medis sangat penting walaupun kehadiran mereka seolah tak terlihat. Resiko pekerjaannya cukup berat, seperti ketika pernah mengangkut jenasah yang baru ketahuan setelah meninggal selama 4 hari. Kondisi mayatnya sudah keluar belatung. Keluar dari mulut dan bau busuk menyengat hidung. Sia-sialah masker yang telah mereka kenakan  maupun tas pembungkus mayat yang sudah rangkap dua. Bau busuk masih menyengat tajam. Sehingga sampai beberapa waktu setelah kejadian tersebut, makanan selezat apapun tak bakalan membangkitkan selera makan mereka.
Sebagai seorang petugas parkir, Pak Parno memotivasi dirinya sendiri tuk melangkahkan kaki tuanya yang mulai rapuh. Dari rumah sejak jam dua pagi adalah semata-mata untuk menjemput rezeki.
Ia yang terpaksa berjualan balon ketika menyadari ketidak mampuan orangtuanya membiayai sembilan orang anak. Dia urungkan niat untuk merasakan duduk dibangku kuliah. Tarikan nafasnya tak menutupi kekecewaan dan kepasrahan yang menjadi satu. Irama musik riang dan banyaknya umat yang beribadah terbukti mendongkrak omset penjualan balonnya. Harga jual balon biasa Rp 10 ribu dan balon boneka Rp 15 ribu. Dia bisa mengantongi uang sampai Rp 200 ribu.Â
Jumlah yang sangat banyak bagi seorang yang masih setoran ke seorang boss. Diusianya yang menginjak 41 th, Nurcholish masih menyimpan asa andaikan anak lelaki sulungnya yang telah selesai mengikuti pelatihan di LPK di bidang mesin bisa berangkat ke negeri matahari terbit. Tapi sayang kemampuan bahasa asingnya masih jadi kendala, "katanya dengan suara lirih."
Terdengar lagu Selamat Natal dan Tahun Baru dikumandangkan. Nurcholish pun beranjak menuju ke tempat hiburan lain yang menawarkan asa yang berbeda tentunya. Semoga hikmat, Â berkat dan damai Natal senantiasa menyertai Nurcholish dan kita semua. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H