Mohon tunggu...
Aris Armunanto
Aris Armunanto Mohon Tunggu... Lainnya - Penghobi jalan pagi.

Hati yang gembira adalah obat yang manjur,...(Amsal 17:22).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Beragam Kisah yang Perlu Anda Ketahui di Natal Bersama BKGS 2018

25 Desember 2018   20:30 Diperbarui: 22 April 2023   14:35 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disekitar area Lapangan Pancasila saya menjumpai tiga mobil ambulance yang berjaga-jaga jikalau ada yang membutuhkan bantuan medis, setidaknya pertolongan pertama. Saya sempat berbincang dengan bapak Dwi Haryanto dari PMI yang menyiapkan 7 orang anggota di lapangan sedangkan 3 orang lainnya berjaga di kantor. 

Peran petugas medis sangat penting walaupun kehadiran mereka seolah tak terlihat. Resiko pekerjaannya cukup berat, seperti ketika pernah mengangkut jenasah yang baru ketahuan setelah meninggal selama 4 hari. Kondisi mayatnya sudah keluar belatung. Keluar dari mulut dan bau busuk menyengat hidung. Sia-sialah masker yang telah mereka kenakan  maupun tas pembungkus mayat yang sudah rangkap dua. Bau busuk masih menyengat tajam. Sehingga sampai beberapa waktu setelah kejadian tersebut, makanan selezat apapun tak bakalan membangkitkan selera makan mereka.

photogrid-1545707279879-5c221e0b43322f715a770f97.png
photogrid-1545707279879-5c221e0b43322f715a770f97.png
Bagi lelaki tua ini, semua acara yang berlangsung di Lapangan Pancasila adalah berkah baginya. Mbah Suparno, 70 th,  tak menyukai semua musik yang dimainkan pada ibadah Natal Bersama itu. Bukan berarti intoleran, beliau yang biasa dipanggil Parno Kendang di kampung Bancaan, dulunya adalah seorang pemain kendang yang handal pada sebuah group Wayang Orang. Group itu pernah mengalami masa kejayaan di tahun 70 an. Beliau mengaku hanya musik yang ber genre karawitan dengan instrument gamelan yang cocok di telinganya. Titik!! 

Sebagai seorang petugas parkir, Pak Parno memotivasi dirinya sendiri tuk melangkahkan kaki tuanya yang mulai rapuh. Dari rumah sejak jam dua pagi adalah semata-mata untuk menjemput rezeki.

dokpri
dokpri
Ribuan umat yang menjalankan ibadah Natal Bersama juga membuat senyuman Nurcholish kembali terlihat. Lelaki beranak dua yang asli Klero, masih menyimpan harapan akan perubahan nasib pada diri dan keluarga. 

Ia yang terpaksa berjualan balon ketika menyadari ketidak mampuan orangtuanya membiayai sembilan orang anak. Dia urungkan niat untuk merasakan duduk dibangku kuliah. Tarikan nafasnya tak menutupi kekecewaan dan kepasrahan yang menjadi satu. Irama musik riang dan banyaknya umat yang beribadah terbukti mendongkrak omset penjualan balonnya. Harga jual balon biasa Rp 10 ribu dan balon boneka Rp 15 ribu. Dia bisa mengantongi uang sampai Rp 200 ribu. 

Jumlah yang sangat banyak bagi seorang yang masih setoran ke seorang boss. Diusianya yang menginjak 41 th, Nurcholish masih menyimpan asa andaikan anak lelaki sulungnya yang telah selesai mengikuti pelatihan di LPK di bidang mesin bisa berangkat ke negeri matahari terbit. Tapi sayang kemampuan bahasa asingnya masih jadi kendala, "katanya dengan suara lirih."

Terdengar lagu Selamat Natal dan Tahun Baru dikumandangkan. Nurcholish pun beranjak menuju ke tempat hiburan lain yang menawarkan asa yang berbeda tentunya. Semoga hikmat,  berkat dan damai Natal senantiasa menyertai Nurcholish dan kita semua. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun