Tak pelak lagi, debu jalanan beterbangan di depan kami. Pandangan hanya berjarak sekira 2-3 meter akibat dari tebalnya debu yang disebabkan oleh truk-truk jumbo itu. Belum lagi, berpapasan dengan mobil dari arah Kota Palu yang turut menyumbang asap dan debu.
Dengan sigap sopir kami segera menutup rapat kaca mobil. Udara luar terhalang masuk. Sayang, sang sopir tetap asik dengan rokoknya. Entah lupa atau sengaja. Asapnya memenuhi seluruh ruang sempit di mana kami duduk
. Anehnya, tak satupun dari kami yang berani menegur. Kututup hidung dengan kedua telapak tanganku, sambil berdoa, ya Allah, bantu kami. Berilah hidayah kepada sopir ini.
Mobil melaju dengan pelan. Setelah 10 menit berjibaku dengan asap rokok dan debu jalanan, akhirnya sampailah di jalan mulus beraspal. Hatiku terasa lega. Rinai hujan mulai mengiringi perjalanan kami selanjutnya.
Aku kembali teringat dengan teman lama satu asrama semasa kuliah. Semalam baru ketemu setelah 25 tahun terpisah. Ia sudah menjadi kepala sekolah di salah satu sekolah dasar di daerah terpencil. Ia sempat bercerita tentang tetangganya yang berusia panjang. Ia menyimpulkan sendiri, bahwa usia panjang tetangganya itu karena tidak merokok.
Saat teman hendak pamitan pulang, Ia sempat bertanya padaku, "Kau masih merokok?" Aku menggelengkan kepala tanda tak lagi merokok. "Aku mau berhenti merokok, agar bisa berumur panjang," katanya. Aku tersenyum, karena aku tahu betul siapa temanku yang satu ini. Jarang sekali hal yang serius disampaikan kepadaku. "Iya, lakukanlah," jawabku menguatkan keinginannya.
Perjalanan siang ini di sepanjang jalur Kebun Kopi menjadi pengalaman berharga bagiku. Satu hal penting dalam perenunganku, jangan merampas kebahagiaan orang lain hanya karena memenuhi kesenangan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H