Mohon tunggu...
Arisa Elsa Mardianti
Arisa Elsa Mardianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Stunting Pada Anak

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Stunting Pada Anak: Peran Orang Tua Sangat Mempengaruhi

28 November 2023   09:45 Diperbarui: 28 November 2023   10:28 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu permasalahan tumbuh kembang bayi usia di bawah lima tahun (balita) adalah stunting atau masalah asupan gizi kronis (malnutrisi) yang saat ini masih menjadi tantangan besar dalam mengatasi dan menurunkan prevalensinya di Indonesia.

Stunting merupakan masalah global yang tidak bisa diremehkan karena dapat mempengaruhi pembangunan sumber daya manusia di Indonesia. Data yang dilansir pada Rapat Kerja Nasional BKKBN telah mengumumkan bahwa saat ini prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di tahun 2022. Namun angka ini masih berada di atas angka acuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 20%. Itulah sebabnya mengapa Presiden RI Joko Widodo menyebut secara tegas bahwa masalah stunting akan menjadi salah satu prioritas utama yang harus diselesaikan dengan berhasil mencapai target 14% di tahun 2024.

Apa itu stunting?

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh anak balita akibat tidak terpenuhinya kebutuhan asupan gizi dan/atau tidak mendapatkan stimulasi psikososial yang cukup sejak mereka di dalam kandungan sampai 1.000 hari pertama kehidupannya.

Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO, 2015) sendiri mendefinisikan stunting sebagai gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada balita yang disebabkan gizi buruk dan terserang infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar dari umur seusianya (pendek/kerdil).

Apakah semua balita yang pendek mengalami stunting?

Seorang balita baru bisa dikategorikan sebagai balita stunting apabila tinggi badannya berada pada kisaran di bawah normal setelah hasil pengukuran dibandingkan dengan standar baku menurut kelompok usia balita.

Perlu kita ketahui bahwa tidak semua anak balita yang bertubuh pendek itu disebut sebagai balita stunting, karena stunting tidak hanya mempengaruhi tinggi badan seorang anak secara (fisik) tetapi juga mempengaruhi otak dan kemampuan kognitif nya dalam berkreasi, memecahkan masalah, dan berinteraksi. Tidak hanya itu, anak yang mengalami stunting berpotensi menjadi individu dewasa yang tidak sehat, rentan terhadap penyakit, serta berisiko mengalami diabetes, hipertensi, dan bahkan obesitas.

Bagaimana peran orang tua mempengaruhi stunting?

Orang tua memiliki tanggung jawab besar terhadap kesejahteraan dan perkembangan anak. Pendidikan dan pengetahuan orang tua mengenai kebutuhan si kecil dapat mempengaruhi tinggi rendahnya angka stunting yang terjadi karena dapat berdampak pada perbaikan pola asuh yang mencakup praktek pemberian makanan pada bayi dan balita, pemberian imunisasi lengkap, serta kebersihan tempat tinggal.

Masa setelah anak balita lepas dari pemberian air susu ibu (ASI) ekslusif yaitu pada usia 6 bulan hingga 2 tahun, harusnya menjadi fase emas dimana pertumbuhan fisik dan otak anak menentukan kesejahteraan di masa depan. Namun harapan itu berbanding terbalik, banyak balita yang malah mengalami stunting di masa-masa tersebut. Balita yang seharusnya mendapatkan MPASI yang sehat setelah ASI ekslusif, justru diberikan makanan orang dewasa yang dihaluskan oleh orang tuanya.

Lalu apa yang menyebabkan hal demikian bisa terjadi? Lagi-lagi ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan orang tua yang tidak hanya diberatkan pada pengetahuan seorang ibu tetapi pengetahuan seorang ayah juga tak kalah penting.

Selain pendidikan dan pengetahuan, faktor ekonomi sebenarnya juga mempengaruhi terjadinya stunting pada anak balita. Tetapi hal ini masih bisa dikendalikan terutama oleh orang tua yang tinggal di pedesaan dan berpenghasilan rendah.

Ekonomi yang rendah tidak selamanya berpengaruh pada kesehatan dan pertumbuhan anak. Orang tua yang tinggal di daerah pedesaan juga bisa memberikan perawatan yang baik untuk anak-anak mereka dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia di daerahnya. Mereka dapat memberikan asupan yang bergizi, misalnya ikan dari hasil melaut, sayuran dari hasil tani, ataupun susu dan telur dari hasil ternak, karena pada dasarnya kebutuhkan tubuh anak akan protein hewani seperti susu, telur, dan daging (terutama ikan) sangat penting dalam proses pertumbuhan.

Dan perlu diperhatikan bahwa kebutuhan gizi anak tidak bisa dipenuhi jika hanya berfokus pada banyaknya jumlah makanan yang dikonsumsi, tapi makanan yang dikonsumsi juga harus mengandung zat gizi sesuai kebutuhan anak.

Secara keseluruhan, peran orang tua dapat mencegah stunting pada anak, mulai dari pemenuhan asupan gizi yang tepat, perawatan yang baik, menciptakan lingkungan yang sehat, dan mempunyai pengetahuan yang cukup. Dengan demikian, melibatkan orang tua dalam upaya pencegahan stunting sangat diperlukan untuk melahirkan anak yang sehat, cerdas, hebat, tangguh, kreatif, dan inovatif yang nantinya akan menjadi harapan bagi bangsa dan negara di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun