Mohon tunggu...
Pendidikan Artikel Utama

Sekolah yang Sesungguhnya

27 Maret 2015   17:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:54 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekolah adalah sebuah tempat memanusiakan manusia muda menuju taraf insani. Ini bukanlah urusan yang mudah apalagi desakan politik pendidikan begitu kuat di negeri tercinta ini. Tapi, bukan berarti harus menyerah dengan keadaan. Seorang siswa harus berjuang dalam mengarungi lika-liku sekolah dengan segala kendala dan idealismenya. Benediktus Sindhu Kriswiranda adalah seorang siswa yang mencoba menghidupi hidupnya dengan segala dinamika hidup yang dia alami dan selami. Berikut secuil kisah dan refleksinya:

................................

Hampir 4 tahun sudah menjadi bagian dari keluarga besar ini. Hampir 4 tahun menjalani kehidupan di sekolah yang menyenangkan ini. Hampir 4 tahun pula aku menjalani pasang surut kehidupan yang benar-benar bisa kurasakan. Di sela-sela masalah keluarga yang masih terjadi, aku masuk ke sekolah yang penuh dengan dinamika yang tidak akan pernah aku lupakan.

Mengenal sosok guru Bahasa Indonesia yang selalu sama selama hampir 4 tahun. Ya, pak Aris Wahyu atau yg lebih akrab di panggil Pak Why. Memang sejak awal Pak Why bukanlah sosok guru favorit bagiku, tapi memang harus diakui bahwa dinamika-dinamika yang di terapkan di kelas adalah dinamika yang sangat berbeda dari guru-guru lain di sini. Dari pak Why aku mengetahui nilai yang sampai saat ini aku pegang yaitu “Non Scholae Sed Vitae Discimus.” Yang berarti sekolah tidaklah semata-mata hanya mengejar nilai-nilai akademik, tetapi juga nilai-nilai kehidupan yang justru akan lebih berguna bagi kita di kemudian hari.

Apalah aku ini saat menginjakkan kaki di sekolah ini? Seorang pemalas yang setiap pelajaran isinya hanya asik sendiri, setiap pulang sekolah berkumpul dengan teman-teman sampai malam dan selalu bertindak semaunya. Hingga pada akhirnya, Tuhan menghukumku lewat Loyola yaitu dengan membuatku tidak naik kelas tahun pertama.Sejak saat itu aku memulai semuanya dari awal lagi, usaha awal yang aku lakukan adalah menjadi sosok veteran yang baik bagi teman-temannya. Menjadi sosok yang setidaknya mampu memberi nasehat bagi teman teman baru lewat pengalaman yang sudah aku lalui.

Bagiku, FESFIAS (Festival Film Anak Sosial) adalah benar-benar sebuah momen di mana aku bisa membuktikan ke orang tua, guru, teman temanku semua untuk pertama kalinya, bahwa aku bisa bertanggung jawab meskipun bukan dalam hal prestasi akademik. Melaksanakan tanggung jawab yang sudah diberikan oleh teman-temanku kelas. Memang berat, tapi pada akhirnya aku merasa sudah berhasil karena mampu melewati banyak dinamika yang sulit dari FESFIAS. Di tahun terakhirku di Loyola, Tuhan masih memberiku kesempatan sekali lagi untuk berkarya lewat PARFIOS (Parade Film Tema Sosial). Dan aku kembali merasa berhasil. Tapi di momen PARFIOS ini ada hal yang bagiku sangat berharga, yaitu saat Pak Why memberiku tanggung jawab untuk mengurus semua keperluan acara. Jujur saja, aku sempat memiliki ambisi untuk paling tidak sekali saja bisa mendapatkan sebuah kepercayaan dari guru atau sekolah. Karena selama ini aku belum pernah sama sekali merasakan rasanya diberi sebuah tanggung jawab oleh sekolah. Dan Tuhan benar-benar mendengarkan doa umat-Nya. Bagiku FESFIAS dan PARFIOS adalah pengalaman yang paling berharga buatku selama sekolah di Loyola.

Masih ada banyak pengalam berharga lain, tetapi semua pengalaman itu terlalu banyak untuk diketik dalam 500 kata. Dan yang aku sadari adalah bahwa sebagian dari semua pengalamanku itu berkaitan dengan Pak Why. Banyak pengalaman yang sudah aku lewati bersama Pak Why dan terkadang konflik pun juga terjadi. Tapi aku tidak dapat memungkiri bahwa Pak Why sudah berperan besar dalam proses pendewasaanku di Loyola. Lewat nasehatnya, lewat amarahnya, lewat FESFIAS dan PARFIOS-nya. Terima kasih Pak Why, semua pengalaman berharga ini tidak akan pernah aku lupakan selamanya.Kini saya mohon restumu, agar saya dapat menaklukan UN dan US.

.........................

Biarpun dunia pendidikan di negeri ini sudah terlalu carut-marut, masih ada semangat untuk mengembalikan dan menumbuhkembangkan roh pendidikan yang sesungguhnya: memanusiakan manusia muda menuju taraf insani. Salam Edukatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun