Mohon tunggu...
Aris Kurniawan
Aris Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - offering perspectives

menawarkan sudut pandang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Degradasi Ilmu

15 Juni 2013   18:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:58 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_268037" align="aligncenter" width="300" caption="jer basuki mawa beya...setelah basuki harus bisa mengembalikan beya..(ilustrasi : salmanitb.com) : "][/caption] Dulu..dulu sekali sebelum pabrik pertama di bangun...jauh sebelum revolusi industri inggris yang memicu kapitalisme global...para cendikia menempati kedudukan yang terhormat di antara umat. mereka belajar untuk terus menambah ilmu bukan karena menginginkan kedudukan, jabatan, ataupun limpahan harta atas ilmu yang mereka pelajari. pagi hari mereka sudah tenggelam dalam tumpukan literatur untuk dipelajari. siang mereka adalah peluh keringat penelitian tentang berbagai bidang keilmuan. dan malam-malam mereka adalah pujian akan kebesaran sang pencipta juga percakapan dengan sang khalik tentang misteri alam raya ini. sungguh, hari itu tidak terbersit dalam benak cendikia untuk bertanya..kenapa aku harus terus belajar? bukankah aku tidak dibayar untuk melakukan ini? siapa yang akan membayarku ketika aku menemukan sesuatu?......mereka hanya belajar, menggali lebih dalam, mencoba memahami setitik rahasia alam yang maha luas ini dengan satu tujuan: taqorrub ilallah. hasilnya?..sejarah sudah mencatat bagaimana kiprah mereka di pentas dunia! tapi sekali lagi itu dulu...dulu sekali sebelum pabrik pertama dibangun. karena sekarang orientasi keilmuan seperti itu mulai terkikis. orang mendatangi sebuah lembaga pendidikan bukan lagi karena gairah intelektual yang ingin mempelajari ayat-ayat kauniah yang ada di muka bumi ini. gairah itu lambat laun melenceng (atau malah berbelok) dari hakiki ilmu itu sendiri. jaman modern seperti sekarang, ketika seseorang akan memilih kampus mana yang akan mereka pilih, maka pertimbangan utama mereka adalah "kalau sudah lulus bisa kerja dimana?". "apa kalu sekolah disana bisa dapat pekerjaan yang layak?"....mereka khawatir jika uang yang mereka keluarkan untuk mencari ilmu akan menjadi "sia-sia" karena setelah lulus ijazah mereka "tidak laku". Pernah suatu sore aku berbincang denga kawan-kawanku semasa SMA. Setelah lebih dari sepuluh tahun berpisah, ternyata banyak sekali kisah menarik yang mereka ceitakan. ada satu cerita yang menurutku cukup menggelitik. salah satu kawanku itu menceritakan tentang seorang teman yang lulus dari sebuah perguruan tinggi ternama dan sekarang bekerja sebagai penjual mie godog yang mangkal di pasar burung dekat sekolah SMA dulu. dengan nada bercanda kawanku itu mengatakan "weh...saiki dia jadi sarjana gagal. masak kuliah tinggi-tinggi sekarang jualan mie"..........."sarjana gagal"... yapz...mungkin pernyataan ini memang bercandaan saja, tapi bagiku..ini adalah sebuah representasi dari persepsi masyrakat tentang arti "ilmu" pada era dinasti kapitalis sekarang ini. persepsi yang menganggap bahwa ilmu (sekolah) ya untuk cari kerja, dan kalu ilmu (sekolah) itu tidak bisa untuk mencari pekerjaan berarti kita telah gagal dan sekolah yang kita jalani adalah hal yang sia-sia!......padahal......hmmmmmm. Meminjam istilah sepakbola...saat ini pemikiran kita tentang mencari ilmu sudah mulai terdegradasi dari yang seharusnya....karena berbagai alasan, secara sadar atau tidak, kita telah menempatkan kemuliaan "ilmu" pada tingkatan terendahnya (atau lebih buruk lagi). "kita mencari ilmu (sekolah) hanya untuk mencari pekerjaan (uang)".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun