Mohon tunggu...
Aris Balu
Aris Balu Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis seputar fiksi dan fantasi || Bajawa, Nusa Tenggara Timur

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Film "Her", Ketika Mesin Mengajarkan Arti Cinta

27 Maret 2023   21:00 Diperbarui: 2 April 2023   21:53 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: alphacoders.com

Akhir-akhir ini rubrik Kompasiana ramai dengan konten yang membahas Artificial Intelligence serta ChatGPT. Perkembangan teknologi perangkat lunak tersebut seolah tak habis dibahas, hingga muncul pertanyaan apakah teknologi itu dapat menggantikan interaksi personal antar sesama manusia. 

Kecanggihan teknologi tersebut sesungguhnya sangat menakutkan bagi saya. Program seperti ChatGPT misalnya, yang mampu memproses informasi dengan sangat efisien sehingga mampu membuat karya cipta yang melebihi kemampuan manusia.

Dengan demikian, muncul kemungkinan dalam benak saya bahwa suatu hari nanti, AI akan membentuk kepribadian dan jiwa layaknya manusia, lalu kemudian jatuh cinta. (sakit kamu, Ris? robot mana bisa punya perasaan.)

"Bisakah AI menjadi teman hidup?" adalah tema dari film karya sutradara Spike Jonze, "Her" yang diperankan oleh Joaquin Phoenix serta Scarlett Johanson.

Film ini bercerita tentang Theodore (Joaquin Phoenix), seorang penulis surat profesional yang baru saja bercerai dengan istrinya.

Perceraian itu membawa luka yang mendalam bagi Theodore yang terus dirundung oleh kesepian dan menghabiskan waktu dengan hal-hal trivial seperti bermain video game. Theodore terus mengingat hubungannya dengan sang mantan istri melalui potongan scene yang disisipkan saat ia menjalani hari-harinya. 

Adegan-adegan tersebut sangat efektif untuk menunjukan bagaimana ia tersiksa  karena hubungannya yang tidak berbuah kebahagiaan.

Ia mencoba untuk berkencan lagi dengan seorang wanita, namun kencan itu tidak sesuai dengan harapannya.  Ia mengisi malamnya dengan melakukan "phone-sex" dengan orang-orang kesepian lain. Namun itu juga hanya pelampiasan yang bersifat sementara dan tidak mampu mengisi kekosongan dalam hatinya.

Suatu hari Theodore melihat sebuah iklan tentang produk AI terbaru yang sangat canggih. Program itu dapat memproses informasi secara spontan seperti manusia pada umumnya. Tertarik, Theodore membeli program tersebut yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai, Samantha (Scarlett Johanson).

Awalnya Samantha membantu Theodore seperti sebuah program komputer. Ia menyusun surat yang dibuat olehnya, mengatur email dan jadwal, seperti alexa atau google. Namun Samantha memiliki keingintahuan yang besar karena programnya didesain untuk terus belajar.

Program tersebut terus menyerap informasi secara cepat, hingga ia belajar tentang relasi romantis antar manusia, atau yang lebih dikenal sebagai cinta. Theodore yang merasa kesepian sangat tertarik dengan personifikasi yang dimiliki oleh Samantha hingga iapun jatuh cinta padanya. (ckckck ga ada cewe lain apa?)

Akan tetapi hubungan mereka berkembang layaknya hubungan manusia yang dipenuhi oleh pertengkaran dan masalah. Theodore kembali diingatkan dengan pernikahannya yang indah di awal namun dibumbuhi oleh penderitaan bagi keduanya. Pada ending cerita Theodore menyadari kesalahannya pada sang mantan istri dan menulis surat berisi permohonan maaf dari hatinya yang paling dalam.

Film ini memuat pesan yang sangat relevan di era informasi seperti sekarang. Teknologi telah menghapus batas-batas interaksi yang memungkinkan kita untuk berkomunikasi dengan orang yang bermeter-meter jauhnya. Akan tetapi di sisi lain, teknologi juga menyebabkan manusia modern kehilangan keinginan untuk menjalin komunikasi secara personal yang bermakna.

Theodore yang bekerja menuliskan surat untuk memperkuat hubungan orang lain, berhasil menjadi tolak ukur akan hilangnya komunikasi secara langsung manusia di era modern. Ia juga menggambarkan bagaimana cinta direnungkan sebagai kata-kata mutiara yang penuh romantisme tanpa mengerti perjuangan untuk membangunnya.

Adegan demi adegan yang ditunjukan dalam bayangan Theodore akan mantan istrinya selalu dipenuhi kebahagiaan. Hal ini menunjukan bahwa dirinya tidak menghiraukan pentikaian serta masalah yang akhirnya membuat mereka bercerai.

Samantha memberikan alternatif hubungan bagi dirinya yang kesepian karena bagaimanapun juga, program AI tersebut terlahir dengan memperhitungkan sifat dan pribadi Theodore. Ia adalah wanita sempurna bagi Theodore karena ia adalah relalisasi ideal tanpa tubuh dan jiwa, sehingga Theodore dapat memperkuat imajinasinya akan hubungan tanpa cela.

Akan tetapi, cinta tanpa perjuangan dan pertengkaran tidak akan terasa nyata. Berumah tangga bukan sekedar tentang mengobrol setiap hari atau jalan-jalan di taman yang dibumbuhi tawa dan kebahagiaan. 

Membangun kehidupan bersama ialah proses perjuangan menurunkan ego masing-masing, dan berubah bersama-sama dalam berbagai tindakan kecil seperti membersihkan piring, mengganti popok anak ataupun mengurus pengeluaran rumah tangga yang tentu saja membosankan bagi mereka yang tidak siap untuk berkorban dalam cinta.

Samantha yang terus bertumbuh dan belajar membuat Theodore yang tidak mau berubah menjadi tidak mampu mempertahankan hubungan mereka, hingga wanita komputer itu meninggalkan dirinya. Hal tersebut merefleksikan hubungan Theodore dengan mantan istrinya.

Samantha menjadi pengingat bahwa romantisme dalam cinta akan selalu berubah, karena setiap individu dalam sebuah hubungan ialah mahluk subjektif dengan ide dan mimpi mereka masing-masing. Pasangan kekasih hanya bisa berkembang bersama jika mereka menyadari hal tersebut dan tumbuh baik dalam kebahagiaan maupun penderitaan.

Sebagai seseorang yang selalu gagal dalam cinta, film ini sangat melekat pada pandangan saya akan sebuah hubungan. Karakter Theodore menjadi peringatan untuk saya agar mengerti sudut pandang orang lain, bahwa orang yang kita cintai bukanlah mesin yang diciptakan untuk membahagiakan kita. 

Oleh karena itu saya merekomendasikan film ini bagi teman-teman yang mungkin sedang dilanda sakit hati karena cintanya ditolak, untuk mereka yang baru saja ditinggalkan oleh pasangan karena berbeda tujuan, hingga mereka yang ingin mencoba menyelami dunia percintaan dan merasaan penderitaanya.

"Her" adalah mahakarya berisi pelajaran akan pentingnya memaknai sebuah hubungan sebagai proses menerjang suka dan duka, serta keiklasan menerima perubahan yang muncul dari pasangan kita.

Terima kasih sudah membaca. :)   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun