Kekacauan itu mengenalkan kita pada Thomas (Ty Simpkins), seorang pengkotbah yang kebetulan lewat di rumah Charlie. Ia menerobos masuk dan menawarkan bantuan, namun Charlie memintanya untuk membacakan naskah ulasan buku klasik "Moby Dick" yang ditulisnya.
Setelah Thomas membaca naskah itu, Charlie kembali menenangkan diri dan memintanya untuk menelepon Lizz (Hong Chau) sahabatnya yang seorang suster rumah sakit.Â
Lizz datang dan memeriksa Charlie dan mengatakan bahwa hidupnya tidak lama lagi karena semua organ dalamnya sudah rusak parah. Wanita itu meminta Charlie untuk pergi kerumah sakit, namun Charlie menolak dengan alasan ia tidak mempunyai uang.
Charlie yang kini berada di ujung usia memutuskan untuk kembali berkomunikasi dengan putrinya, Ellie (Sadie Sink). Ia merasa bersalah karena telah meninggalkan Ellie setelah bercerai dengan istrinya.
(!!Spoiler Alert!!) Hal itu terjadi karena Charlie berselingkuh dan menjalin hubungan sesama jenis dengan mantan muridnya, Dave yang juga merupakan saudara angkat Lizz.
Karakterisasi tokoh utama yang "abu-abu" menghadirkan penilaian ganda dari para penonton. Di satu sisi, saya merasa sangat kasihan pada kondisi Charlie yang harus menderita sendirian karena penyakitnya.
 Kematian Dave membuat Charlie kehilangan segalanya. Impiannya untuk hidup bahagia bersama orang yang ia cintai seketika sirna ketika Dave ternyata tidak bahagia dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Namun di sisi lain, saya juga menganggap Charlie sebagai ayah egois, yang meninggalkan tanggung jawabnya untuk kepuasan pribadi.Â
Sebagai seorang pria, tidak seharusnya kita melepaskan diri dari keluarga hanya demi kesenangan sesaat seperti jatuh cinta lagi (terlepas dari bentuk hubungan yang homoseksual maupun heteroseksual). Hal itulah yang membuat saya begitu membenci karakter Charlie.
Konflik internal yang diperankan dengan total oleh Brendan Fraser berhasil menyajikan drama mendalam yang secara pribadi, tidak pernah saya temui dalam film lainnya.
Jujur saja, saya kaget dengan jangkauan acting Brendan Fraser yang terkenal dengan peran bernuansa komedi hingga aksi, ternyata mampu menenggelamkan saya kedalam lautan emosi yang berbeda. (sedih iya, marah iya)