Mohon tunggu...
Aris Balu
Aris Balu Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis seputar fiksi dan fantasi || Bajawa, Nusa Tenggara Timur

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Studi Karakter: Patrick Bateman, Panutan atau Peringatan Bagi Pria Modern?

24 Desember 2022   14:07 Diperbarui: 25 Desember 2022   13:12 9196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image:https://www.rtve.es/television/20211114/american-psycho-patrick-bateman-christian-bale-rutina-cuidados-fisicos/2221003.shtml

Maka dari itu, mari rehat sejenak dan silahkan menikmati pemaparan singkat saya tentang sang Psikopat Amerika, Patrick Bateman.

Film American Psycho dibuka dengan menampilkan Bateman yang sedang makan bersama rekan kerjanya di sebuah restoran mewah. Atmosfer dalam adegan tersebut sarat akan nuansa yang sangat formal. Para pelayan memaparkan menu dengan nada monoton kelas atas, sementara Bateman dan rekan-rekannya berbincang mengenai bisnis. 


Sejak awal film, penonton ditunjukan pada gaya hidup para pebisnis Wall Street yang  penuh dengan kehampaan, dimana setiap karakter yang duduk dimeja tersebut hampir tidak bisa dibedakan antara satu dengan yang lain. Adegan pembuka tersebut menurut saya berhasil menunjukan tema film yang merupakan sindiran terhadap subkultur "Yuppie" atau Young Urban Profesional yang berkembang di Amerika Serikat pada tahun 1980an, ketika negara itu mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. 

Patrick Bateman merupakan penggambaran ekstrim dari sub kultur materialistis tersebut. Karakter yang diperankan oleh Christian Bale itu memenuhi kriteria yang mendeskripsikan pebisnis muda yang mendedikasikan hidup mereka demi memaksimalkan penampilan luar. Hal itu ditunjukan secara jelas dalam adegan rutinitas pagi dimana Bateman menggunakan lebih dari selusin sabun dan pembersih wajah untuk membersihkan diri, mengkonsumsi makanan yang bergizi tanpa pengawet serta berolahraga untuk menjaga kebugaran tubuhnya.

Selain itu, Bateman gemar mendengarkan karya Phill Collins, Whitney Houston serta Huey Lewis yang ia anggap sebagai musisi berkelas. Ia juga bangga akan pengetahuan musiknya yang bersifat trivial, hingga mampu menguraikan sejarah serta makna dari musik yang ia dengarkan. (He's literally me, frfr) 

Rutinitas Bateman memang punya aspek positif dalam pelaksanaannya. Sangat disayangkan hal tersebut tidak ia lakukan dengan motif yang signifikan. Bateman mengatakan bahwa dirinya tidak lebih dari sebuah konsep abstrak tanpa kemanusian dalam dialog yang berbunyi:

"There is an idea of a Patrick Bateman; some kind of abstraction. But there is no real me: only an entity, something illusory. And though I can hide my cold gaze, and you can shake my hand and feel flesh gripping yours and maybe you can even sense our lifestyles are probably comparable... I simply am not there. "

Dialog di atas menunjukan bagaimana eksistensi psikologis Bateman sangatlah terpisah dari kenyataan. Setiap hal yang ia lakukan bertujuan untuk mempertahankan ilusi akan seorang Patrick Bateman, pebisnis muda nan karismatik yang memiliki gaya hidup elegan dan selera musik yang tinggi. Dengan demikian, keberadannya akan tetap diterima oleh lingkungan sosialnya. 

Fenomena ini dapat kita identifikasikan dengan memperhitungkan salah satu pola dasar intisari psikologis manusia, "The Shadow" yang dicetuskan oleh Carl Jung. The Shadow merupakan bagian dari alam bawah sadar  yang terdiri dari ide-ide yang ditekan, kelemahan, hasrat dan insting, serta  kekurangan yang dimiliki oleh seorang individu. Hal ini terbentuk karena upaya kita beradaptasi dengan norma-norma serta ekspektasi lingkungan sosial.  Dengan demikian, pola dasar tersebut mengandung berbagai aspek yang tidak diterima oleh kehidupan sosial maupun nilai moral pribadi kita.

Jung berpendapat bahwa seorang individu harus menerima keberadaan the shadow sebagai bagian dari pribadinya, sehingga setiap kejahatan yang dilakukan oleh manusia mampu diperbuat oleh manusia lain. Sebagai contoh, kalian pasti menganggap bahwa perbuatan kanibalisme yang dilakukan oleh Sumanto adalah perilaku binatang dan bertolak belakang dengan sifat manusiawi. Namun menurut pemikiran Jung, Sumanto adalah seorang manusia sehingga potensi akan perbuatan tersebut melekat dalam diri setiap manusia lain juga. Oleh karena itu, kalian juga berpotensi untuk melakukan kanibalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun