Ada semacam kerisauan intelektual yang di hadapi oleh mahasiswa saat ini, dimana 300 mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri itu malah memilih mengundurkan diri. Fenomena tak biasa ini terjadi pada sekelompok mahasiswa Universitas Diponegoro Semaranag.
Disaat pemerintah mengumumkan ekonomi sedang lesu (daya beli menurun), bukannya harga bahan bakar minyak (BBM) yang dituntut agar diturunkan, tetapi justru nalar kritis suatu entitas yang notabene bisa merubah kebijakan pemerintah dalam suatu Negara itu malah ikut menurun. Entah apa yang merasukinya. Padahal masih ada jalan agar mengatasi kesulitan yang melandanya.
Menarik untuk diperbincangkan, karena fenomena ini sungguh diluar nalar akal sehat, apalagi ini menyangkut mahasisiwa. Untungnya 200 dari 300 mahasiswa berhasil diselamatkan setelah pihak kampus memberikan keringanan dengan melakukan penghapusan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Memang aneh, tetapi nyata adanya. Kenapa di katakan sebuah keanehan? Karena akibat daya beli menurun (ekonomi lesu), daya kritis mahasiswa juga ikut menurun. Jika mindset seluruh mahasiswa demikan, maka habis masa depan bangsa ini.
Betapa pun saat ini kita tengah dihadapkan dengan situasi yang sangat sulit, namun dunia pendidikan tetap harus di kedepankan. Tak boleh ada segelintirpun anak bangsa ini kehilangan harapan apalagi sampai putus kuliah. Sebagai kaum terdidik, mahasiswa tak boleh kehabisan ide. Menggundurkan diri memang pilihan, namun bukan solusi.
Kalimat sakti yang terbiasa terdengar dimimbar orasi "Diam Tertindas atau Bangkit Melawan, Sebab Mundur adalah Pengkhinatan" tampaknya hanya sebatas kalimat usang yang tak relevan lagi dengan keadaan zaman. Ramalan-ramalan "Mahasiswa telah Mati" menjadi bukti nyata dengan perilaku mahasiswa dewasa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H