Sejak sebelum, saat dan sesudah Pepera dan juga saat Otonomi Khusus Papua diberlakukan sampai saat ini, pemerintah terus membangun narasi bahwa telah mensejahterahkan rakyat Papua. Selain itu, dalam konteks Papua sendiri, pemerintah telah berhasil mengkotak-kotakkan rakyat Papua berdasarkan suku, kelas dan gender dengan retorika perpecahan secara sistemik, sehingga menimbulkan konflik vertikal dalam tubuh rakyat Papua sendiri.
Retorika perpecahan yang dibangun oleh pemerintah baik di pusat maupun daerah melalui sebagian elite asli Papua sendiri itulah yang dimaksudkan penulis sebagai gelagat “neo-sofisme”. Untuk membongkar pembusukan retoris “neo-sofisme”, metode maiutika ala Papua yakni dialog yang dimediasi pihak ketiga mesti terus didorong. Dialog tentu bukan hal baru dalam tradisi setiap suku di Papua. Sejak turun-temurun, dialog selalu dijadikan saran penyelesaian konflik, entah dalam keluarga, klen maupun suku.
Karena itu, demi mencegah munculnya “neo-sofisme”, marilah dengan rendah hati para pihak yang bertikai membuka diri untuk duduk setara mendialogkan, mengidentifikasi dan mencari solusi atas kompleksitas masalah Papua secara bermartabat. Kita tidak ingin terus hidup dalam kebohongan dan kemunafikan. Kita tidak ingin moralitas buruk para sofis justru menjadikan kita sebagai “neo-sofisme” yang akan dicatat dalam sejarah peradaban manusia Papua.
Referensi
Achmadi, Asmoro. 2008. Filsafat umum, Ed. I. Cet. 8; Jakarta: PT. RAJAGrafindo Persada.
Ahbel-Rappe, Sara & Kamtekar, Rachana. 2006. A Companion to Socrates, Malden-USA: Blackwell Publishing Ltd.
Asyhari-Afwan, Budi. 2015. Mutiara Terpendam Papua, Potensi Kearifan Lokal untuk Perdamaian di Tanah Papua, Yogyakarta: Center for Religious and Cross-cultural Studies.
Djopari, John. 1993. Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kelompok Kerja Pendokumentasian Kekerasan & Pelanggaran HAM Perempuan Papua. 2009-2010. Stop Sudah!, Jakarta: PT. Sandiwan Media Cipta.
Laporan International Center for Transitional Justice & ELSHAM Papua. 2012. Masa Lalu yang Tak Berlalu: Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanah Papua Sebelum dan Sesudah Reformasi.
Syadali, Ahmad dan Mudzakkir. 1997. Filsafat Umum, Cet.I; Bandung: CV. Pustaka Setia.