Di suatu desa, ada seorang kaya raya bernama Tuan Haris. Ia memiliki segalanya---rumah megah, mobil mewah, kebun yang luas, bahkan koleksi barang antik dari seluruh dunia. Namun, setiap malam, Tuan Haris susah tidur. Ia khawatir hartanya akan dicuri, bisnisnya gagal, atau investasinya merugi. Setiap pagi, ia bangun dengan stres baru tentang bagaimana melindungi apa yang ia miliki.
Di sisi lain desa, ada seorang pria sederhana bernama Pak Ibrahim. Ia bukan orang kaya. Namun, Pak Ibrahim adalah seorang guru yang memiliki banyak ilmu. Ia menghabiskan waktunya belajar, mengajar, dan berbagi kebijaksanaan dengan orang-orang di sekitarnya. Meskipun hidupnya sederhana, Pak Ibrahim selalu terlihat damai dan bahagia. Ketika ditanya rahasia kebahagiaannya, Pak Ibrahim hanya tersenyum dan berkata, "Aku tak punya banyak harta yang perlu aku jaga. Tapi ilmu yang kumiliki selalu menjagaku dari kesulitan."
Suatu hari, desa tersebut dilanda banjir besar. Rumah-rumah hancur, kebun-kebun rusak, dan banyak barang-barang milik penduduk hilang terbawa arus. Tuan Haris kehilangan hampir seluruh hartanya. Ia pun jatuh miskin dalam semalam dan tidak tahu bagaimana memulai hidupnya kembali. Sementara itu, Pak Ibrahim juga kehilangan rumahnya, namun ia tetap tenang. Dengan ilmu serta pengetahuan yang ia miliki, Pak Ibrahim berhasil menghimpun kembali dan memimpin masyarakat desa, bahu-membahu membantu membangun kembali desa dan menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang.
Ali bin Abi Thalib, sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW, dikenal dengan kebijaksanaannya yang memukau. Salah satu ucapannya yang menggugah alam pikiran kita berbunyi begini: "Bila memiliki banyak harta maka kitalah yang akan menjaga harta, namun jika kita memiliki banyak ilmu maka ilmulah yang akan menjaga kita." Kalimat ini adalah nasihat sederhana, akan tetapi penuh makna dan menantang kita untuk berpikir lebih dalam. Bagaimana bisa harta justru membebani, sementara ilmu, yang katanya 'ringan', justru bisa menjaga kita?
Apa yang dimaksud Ali bin Abi Thalib dengan "menjaga harta"? Kita seringkali merasa bahwa memiliki banyak harta adalah jalan menuju kebebasan. Semakin banyak uang, tanah, mobil, dan barang mewah, semakin besar pula kendali kita atas hidup ini, bukan? Namun, sayangnya, realitas tak seindah fantasi. Ali r.a mengingatkan bahwa semakin banyak harta yang kita miliki, semakin besar pula beban kita untuk menjaga dan mengurusnya. Kita harus membayar pajak, asuransi, perawatan, dan keamanan untuk melindungi harta benda tersebut. Bukannya merasa bebas, kita justru terjebak dalam jeratan kepemilikan yang semakin sempit. Alih-alih kita yang memiliki harta, sering kali, hartalah yang 'memiliki' kita.
Ketergantungan yang Membelenggu
Di era modern saat ini, ketergantungan kita terhadap harta semakin kentara. Kita terobsesi dengan kemewahan, status sosial, dan kesenangan yang sejatinya instan. Media sosial memperparahnya dengan menampilkan kehidupan penuh glamor orang-orang yang sering kali hanya menampilkan setengah dari cerita mereka sebenarnya. Di saat kita sibuk menjaga harta, kita kehilangan esensi hidup. Bukannya bebas, kita justru menjadi budak dari apa yang kita kumpulkan. Apakah uang bekerja untuk kita? Mungkin di atas kertas iya, akan tetapi dalam kenyataannya, kita justru bekerja untuk melindungi uang kita. Mau liburan? Takut rumah kemalingan. Mau santai? Ada perawatan mobil yang menunggu antrian. Jadi, siapa yang sebenarnya menjaga siapa?
Namun sebaliknya, jika kita memiliki dan menguasai ilmu, maka ilmulah yang akan menjaga kita. Ilmu tidak memerlukan penjaga keamanan, tidak perlu dibayar pajaknya, dan tidak akan berkarat. Ketika kita menguasai ilmu, kita tidak perlu khawatir kehilangan ilmu tersebut kecuali jika kita berhenti belajar. Ilmu adalah teman setia yang akan selalu ada di saat kita butuhkan, membantu kita melihat jalan keluar di saat-saat sulit, dan memberikan kekuatan di saat kita merasa lemah.
Mengapa Anak-Anak Muda Harus Memahami Pesan Ini?
Di era digital saat ini, sudah bukan tidak biasa lagi bahwa banyak anak-anak muda terjebak dalam ilusi bahwa kesuksesan hanya diukur dari harta benda yang terlihat. Mulai dari konten influencer yang menampilkan gaya hidup mewah hingga tren "flexing" di media sosial, kita seolah terpapar pada nilai-nilai materialistis yang mengubah dan akhirnya membentuk pola pikir kita. Generasi muda saat ini perlu diberi pemahaman bahwa kesuksesan tidak hanya datang dari berapa banyak yang kita miliki, tetapi lebih dari itu, dari seberapa bijak kita bisa hidup dengan apa yang kita ketahui.
Pesan Ali bin Abi Thalib ini relevan dan kritis untuk disampaikan kepada generasi muda. Pendidikan formal mungkin penting, tetapi pendidikan sejati adalah tentang bagaimana kita belajar dari kehidupan itu sendiri. Ilmu tidak terbatas pada teori-teori di sekolah atau di kampus-kampus, tapi juga tentang pengalaman, kebijaksanaan, dan nilai-nilai hidup yang kita kumpulkan sepanjang perjalanan.
Di dunia yang berubah serba cepat ini, ilmu adalah satu-satunya modal yang bisa bertahan. Dengan ilmu, generasi muda bisa menjadi inovator, pemecah masalah, dan pemimpin masa depan. Harta mungkin bisa membuat seseorang terlihat hebat dari luar, tetapi ilmu menjadikan seseorang hebat dari dalam.
Menjebak Diri di Dalam Harta
Jika Anda punya dua mobil, maka masalah yang muncul buat Anda adalah tempat parkir. Jika Anda punya satu mobil, masalah yang muncul bagi Anda adalah bahan bakar. Jika Anda tidak punya mobil, masalah yang muncul hanya menunggu angkot lewat."
Coba lihat fenomena di kota-kota besar. Rumah-rumah mewah bak benteng yang dikelilingi pagar tinggi, CCTV di setiap sudut, bahkan ada penjaga 24 jam. Semua itu untuk melindungi harta. Tapi lihatlah mereka yang tidak memiliki apa-apa---tidur nyenyak di bawah bintang-bintang, tanpa cemas akan kehilangan apa saja yang tidak mereka miliki. Bagi mereka, mungkin itu adalah kebahagiaan tersendiri.
Mengumpulkan harta seperti mengisi ember bocor---tak pernah penuh, selalu mengalir keluar. Sebaliknya, mengumpulkan ilmu seperti mengisi bejana emas---tak hanya menampung, tapi juga menerangi kemegahan dunia di sekitarnya.
Buat anak-anak muda, camkanlah bahwa ilmu adalah investasi sejati. Ilmu tidak akan tergerus inflasi, tidak bisa dicuri, dan tidak akan usang oleh waktu. Dengan ilmu, kita bisa menciptakan harta baru, tetapi dengan harta saja, kita tidak bisa serta merta menciptakan ilmu.
Ali bin Abi Thalib sejatinya mengajarkan kita untuk memilih jalan yang lebih bermakna. Harta mungkin memberi kita singkatnya kenyamanan, tetapi ilmu memberi kita makna tentang sejatinya kekuatan. Dalam perjalanan hidup, beliau seperti berpesan, lebih baik menjadi orang yang bijak daripada menjadi orang yang kaya tetapi kosong jiwanya.
Jangan hanya mengejar  harta yang sementara, kejar ilmu yang hakiki yang akan selalu menjaga kita, bahkan ketika harta sudah lenyap. Hanya dengan ilmu kita bisa menciptakan perubahan, dan hanya dengan ilmu kita bisa hidup dengan penuh makna.
Dari kisah Tuan Haris dan Pak Ibrahim, kita belajar bahwa harta bisa hilang dalam sekejap, tetapi ilmu tidak. Ilmu menjadi aset sejati yang bisa menyelamatkan kita di saat-saat paling kritis. Ketika ilmu itu diterapkan dengan bijak, ia akan menjadi penjaga yang tak terlihat, membimbing kita melewati badai kehidupan yang pekat.
Jadi, siapa yang menjaga siapa? Sudah jelas---ilmulah yang akan menjaga kita. Sebaliknya, harta? Ah, jangan terlalu berlebihan berharap, karena semua itu dengan segala ornamennya adalah fana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI