Mohon tunggu...
Ari Rosandi
Ari Rosandi Mohon Tunggu... Guru - Pemungut Semangat

Menulis adalah keterampilan, mengisinya dengan sesuatu yang bermakna adalah keniscayaan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Lupa Itu Sulit, Memaafkan Juga Tidak Mudah

15 Agustus 2024   19:02 Diperbarui: 15 Agustus 2024   19:05 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Namun, kita juga tidak bisa menutup mata bahwa ada orang-orang yang memaafkan tapi menyimpan kenangan buruk sebagai bentuk proteksi diri. Ini bukan sepenuhnya salah. Sebagai manusia, kita memiliki insting untuk melindungi diri dari rasa sakit yang sama. Tetapi, jika kenangan itu terus dibawa dengan perasaan negatif, bukankah kita yang rugi?

Selembar Kertas Putih yang Ternoda

Memaafkan itu ibarat kembali memberikan kertas putih yang sempat ternoda, namun noda itu tetap ada. Apakah kita akan terus memandang noda itu dan meratapi kertas kita yang tak lagi sempurna? Atau kita memilih untuk mulai menulis cerita baru di atasnya? Kalau kita terus melihat noda, kita tidak akan pernah memulai sesuatu yang baru. Begitu juga dengan hidup. Kalau kita terus terjebak pada memori buruk, kapan kita akan melangkah maju?

Memaafkan: Bebaskan Dirimu

Memaafkan itu seperti membebaskan diri dari rantai yang tak terlihat. Saat kita memaafkan, bukan berarti kita membenarkan apa yang dilakukan oleh orang lain, tapi kita membebaskan diri kita dari beban yang tidak perlu. Ingat, memaafkan bukan soal memberi maaf kepada orang lain, tapi lebih kepada diri kita sendiri. Ini tentang bagaimana kita bisa berdamai dengan masa lalu dan memberikan ruang bagi diri kita untuk tumbuh.

Ketika kita mampu memaafkan dengan tulus, kita memberi ruang bagi kebahagiaan dan kedamaian untuk hadir dalam hidup. Memaafkan bukan tentang orang lain, tapi tentang diri kita sendiri. Jadi, saat kita berkata "Saya memaafkan, tapi tidak akan melupakan," tanyakan pada diri sendiri, apakah saya sudah benar-benar memaafkan? Atau saya masih terikat pada masa lalu yang seharusnya sudah saya tinggalkan?

Sang Pendendam: Jangan Tertawa Sendiri!

Bagi mereka yang terus berkata "Saya memaafkan tapi tidak akan melupakan," saya punya satu pesan: jangan sampai tertawa sendiri ketika melihat orang yang pernah menyakiti kita jatuh. Kenapa? Karena mungkin saja suatu saat kita yang akan menjadi bahan tertawaan orang lain. Hidup ini berputar, dan apa yang kita tanam, itu yang kita tuai. Jika kita menanam kebencian, kita juga akan menuai kebencian. Tapi kalau kita menanam ketulusan, mungkin kita akan menuai kebahagiaan yang tak pernah kita duga darimana dan kapan datangnya.

Pilihan Ada di Tangan Kita

Akhirnya, pilihan ada di tangan kita. Apakah kita ingin memaafkan dengan sepenuh hati dan membiarkan kenangan buruk itu menjadi bagian dari perjalanan hidup yang tak lagi menyakitkan? Ataukah kita memilih untuk terus memelihara kenangan itu, meski dengan mengatakan "saya memaafkan"? Setiap orang punya caranya masing-masing, tapi satu hal yang pasti: hidup terlalu singkat untuk terus-menerus memendam rasa sakit. 

Mari belajar untuk memaafkan dengan ketulusan dan tidak lagi terbelenggu oleh masa lalu. Kita boleh saja tidak lupa, tetapi jangan biarkan kenangan itu menjadi beban yang menghalangi langkah kita menuju kebahagiaan hakiki. Dan kalaupun kita memilih untuk mengingat, ingatlah dengan senyuman, bukan dengan kepahitan. Sebab, hidup ini lebih indah jika kita bisa memaafkan dan melepaskan dengan hati yang lapang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun