Mohon tunggu...
Ari Rosandi
Ari Rosandi Mohon Tunggu... Guru - Pemungut Semangat

Menulis adalah keterampilan, mengisinya dengan sesuatu yang bermakna adalah keniscayaan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Saat Like dan Comment Jadi Penentu Keharmonisan Keluarga

4 Agustus 2024   06:40 Diperbarui: 4 Agustus 2024   14:53 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Image by Freepik

Ketika kita berbicara tentang keluarga, apa yang terlintas di benak kita? Kelembutan kasih sayang? Kebersamaan? Atau justru kerumitan dan drama yang tak berkesudahan? Nah, coba bayangkan bagaimana jadinya ketika semua itu berpindah ke dunia maya, di mana setiap like dan comment bisa jadi menyimpan sejuta makna dan potensi konflik yang tak kalah seru.

Di antara keluarga kita siapa saja yang bermain media sosial? jawabannya, bisa jadi dari nenek yang suka main TikTok, bapak yang sibuk berbagi berita politik di Facebook, sampai adik yang terus-terusan update story di Instagram. Hampir semua anggota keluarga kita kini telah menjadi warga dunia maya. Bahkan, si kucing peliharaan pun mungkin sudah punya akun Instagram sendiri, lengkap dengan follower yang lebih banyak dari kita.

Era sekarang ini, media sosial telah menjadi satu bagian integral dari kehidupan kita sehari-hari. Kita bisa melihat dari berbagai survei bahwa pengguna media sosial dari berbagai kalangan umur terus meningkat. 

Menurut laporan dari We Are Social dan Hootsuite pada tahun 2024, lebih dari 80% populasi dunia menggunakan media sosial. Ini berarti, hampir semua anggota keluarga kita, mulai dari yang termuda hingga yang tertua, telah terhubung dalam jejaring maya ini.

Namun, pertanyaan selanjutnya yang lebih menarik adalah: "Apakah sesama anggota keluarga di rumah saling 'berteman' di media sosial?" Dan di sinilah drama keluarga sering kali dimulai. Berteman dengan keluarga di media sosial bisa jadi bagaikan berjalan di atas tali—salah langkah sedikit saja, Anda bisa terjatuh.

Ketika Privasi dan Transparansi Beradu

Pertanyaannya, apakah kita harus seterbuka itu dengan keluarga terkait aktivitas di media sosial? Pada dasarnya, setiap orang memiliki tingkat kenyamanan yang berbeda terkait privasi mereka. Ada yang nyaman berbagi segala hal, dari foto makanan hingga curhatan hati yang paling dalam, sementara yang lain lebih suka menjaga jarak.

Media sosial pada dasarnya adalah ruang publik yang sangat privasi. Apa yang kita bagikan di sana bisa diakses oleh banyak orang, termasuk keluarga kita. Namun, apakah kita harus seterbuka itu? Privasi adalah hak setiap individu. Kita harus menyadari bahwa tidak semua hal harus dibagikan, dan tidak semua anggota keluarga harus mengetahui setiap detail kehidupan kita.

Pernahkah Anda menahan suatu unggahan karena tahu ada anggota keluarga yang juga mengetahuinya? Mungkin Anda ingin mengunggah foto saat sedang berpesta hingga larut malam, tapi berpikir dua kali karena ibu Anda juga ada di daftar teman Anda. Atau mungkin Anda ingin menulis status yang sedikit sinis tentang politik, tapi khawatir paman Anda yang super fanatik akan tersinggung. 

Saling mengikuti di media sosial memang bisa menjadi dilema. Di satu sisi, kita ingin berbagi momen-momen penting dan menyenangkan dengan keluarga. Di sisi lain, kita mungkin merasa tidak nyaman karena tahu bahwa setiap unggahan akan dinilai dan dikomentari oleh mereka. Ini bisa menciptakan tekanan tersendiri yang akhirnya membuat kita memilih untuk menahan diri.

Dampak Saling Follow Antar-Keluarga

Mengikuti satu sama lain di media sosial bisa membawa dampak yang beragam. Di satu sisi, ini bisa menjadi cara untuk tetap terhubung dan mempererat hubungan. Anda bisa tahu apa yang sedang dilakukan oleh anggota keluarga yang jarang bertemu, atau melihat perkembangan terbaru dari keponakan yang baru lahir.

Namun di sisi lain, terlalu banyak keterlibatan di media sosial juga bisa memicu konflik. Bayangkan jika ibu Anda terus mengomentari setiap foto yang Anda unggah dengan komentar bernada mengkhawatirkan, atau jika saudara Anda terus menerus membagikan postingan yang bertentangan dengan pandangan Anda. Hal-hal semacam ini bisa menguji kesabaran dan hubungan Anda dengan mereka.

Saling mengikuti di media sosial juga bisa memperlihatkan sisi lain dari setiap anggota keluarga yang mungkin tidak kita ketahui sebelumnya. Kadang-kadang, kita menemukan bahwa anggota keluarga kita memiliki pendapat atau hobi yang berbeda jauh dari yang kita bayangkan. Hal ini bisa menambah wawasan, tetapi juga bisa menimbulkan perdebatan dan perselisihan.

Bayangkan jika ayah Anda yang sebelumnya hanya tahu cara menyalakan komputer, tiba-tiba berubah menjadi seorang influencer. Setiap pagi, alih-alih membaca koran, dia sibuk membuat video tips dan trik berkebun yang diunggah ke YouTube. Setiap kali ada yang bertanya di kolom komentar, ia menjawab dengan penuh semangat, seakan-akan sedang memberikan seminar nasional.

Atau bayangkan ibu Anda yang tadinya hanya sibuk di dapur, sekarang jadi bintang Instagram dengan akun kuliner yang followers-nya lebih banyak dari Anda. Setiap kali Anda pulang, makanan yang disajikan harus difoto dulu dari berbagai sudut, dengan pencahayaan yang pas, sebelum boleh dimakan. 

Dalam kenyataannya, kejadian-kejadian semacam ini memang sering terjadi. Banyak orang tua yang kini semakin aktif di media sosial dan justru menjadi lebih 'eksis' dibanding anak-anaknya. Media sosial bisa mengubah dinamika keluarga dengan cara yang tak terduga.

Manfaat Positif dari Saling Follow

Namun, mari kita lihat sisi positifnya. Saling mengikuti di media sosial bisa memberikan beberapa manfaat yang tidak terduga. Pertama, hal ini bisa menjadi cara untuk saling mendukung. Ketika Anda melihat saudara Anda mengunggah sesuatu yang membanggakan, Anda bisa memberikan like atau komentar positif yang bisa membuatnya merasa dihargai.

Selain itu, hal ini juga bisa menjadi cara untuk belajar lebih banyak tentang anggota keluarga Anda. Anda mungkin menemukan bahwa adik Anda yang pendiam ternyata sangat berbakat dalam fotografi, atau bahwa ibu Anda memiliki hobi baru yang belum pernah Anda ketahui.

Dan lebih dari itu, saling mengikuti di media sosial bisa menambah kehangatan dan keeratan antar-anggota keluarga. Ketika Anda melihat postingan dari anggota keluarga, Anda merasa lebih terhubung dengan mereka, meskipun jarak memisahkan. Ini bisa menjadi topik pembicaraan ketika berkumpul, dan bisa memperkuat ikatan emosional di antara Anda.

Saling mendukung dan menghargai prestasi satu sama lain di media sosial bisa memperkuat ikatan keluarga. Melalui komentar dan like yang diberikan, setiap anggota keluarga bisa merasa lebih dihargai dan didukung. Hal ini bisa menambah kepercayaan diri dan kebahagiaan, serta membuat hubungan antar-anggota keluarga menjadi lebih erat.

Media Sosial dan Makna Keluarga

Media sosial, pada dasarnya, adalah cerminan dari kehidupan nyata kita. Ia memperlihatkan siapa kita, apa yang kita pikirkan, dan bagaimana kita berhubungan dengan orang lain. Dalam konteks keluarga, ini bisa menjadi alat yang kuat untuk mempererat hubungan, atau sebaliknya, bisa menjadi sumber ketegangan.

Keluarga adalah unit sosial yang paling dasar dan penting dalam hidup kita. Di dalamnya, kita belajar tentang cinta, dukungan, dan konflik. Media sosial, dengan segala kelebihannya, bisa memperkaya pengalaman keluarga kita, jika digunakan dengan bijak. Tetapi, seperti halnya semua hal dalam hidup, keseimbangan adalah kuncinya. Terlalu banyak keterlibatan bisa membuat kita merasa tercekik, sementara terlalu sedikit bisa membuat kita merasa terisolasi.

Apa yang kita bagikan di media sosial mencerminkan siapa kita dan bagaimana kita melihat dunia. Dalam konteks keluarga, media sosial bisa memperlihatkan dinamika hubungan dan nilai-nilai yang dianut oleh setiap anggotanya.

Medsos, Tempat Curhat atau Arena Drama?

Terkadang, media sosial bisa menjadi arena drama yang tak terduga. Postingan yang tadinya dimaksudkan sebagai curhat bisa berubah menjadi bahan gosip keluarga. Komentar yang tadinya dimaksudkan untuk mendukung bisa disalahartikan sebagai sindiran. Jadi, apakah media sosial adalah tempat yang tepat untuk membuka diri? Atau justru kita harus lebih selektif dan bijaksana dalam berbagi?

Bayangkan jika setiap anggota keluarga punya grup WhatsApp yang terpisah, yang masing-masing digunakan untuk membicarakan anggota keluarga yang lain. Media sosial bisa menjadi tempat di mana kita merasa diawasi terus-menerus, atau justru menjadi tempat di mana kita bisa merasa diterima sepenuhnya.

Hal ini bisa menggambarkan realitas bahwa media sosial sering kali menjadi tempat di mana kita merasa perlu menampilkan versi terbaik dari diri kita. Di sisi lain, ini juga bisa menjadi tempat di mana konflik dan ketegangan antar-anggota keluarga lebih mudah muncul. Setiap unggahan dan komentar bisa diinterpretasikan dengan berbagai cara, tergantung pada sudut pandang masing-masing.

Memilih Bijak dalam Saling Follow

Pada akhirnya, keputusan untuk saling mengikuti di media sosial dengan anggota keluarga adalah pilihan pribadi yang harus diambil dengan hati-hati. Jika Anda merasa nyaman dan melihat manfaatnya, maka lanjutkanlah. Tetapi jika Anda merasa bahwa ini justru menambah tekanan dan konflik, maka tidak ada salahnya untuk menetapkan batasan.

Media sosial seharusnya menjadi alat untuk memperkaya hubungan kita, bukan sebaliknya. Jadi, mari kita gunakan dengan bijak, saling menghargai privasi masing-masing, dan tetap menjaga kehangatan serta keakraban di antara kita. Ingatlah bahwa di balik setiap akun media sosial, ada manusia nyata dengan perasaan dan kehidupan yang rumit. 

Keluarga adalah harta yang paling berharga. Mereka adalah orang-orang yang akan selalu ada untuk kita, baik di saat senang maupun susah. Media sosial bisa menjadi alat yang luar biasa untuk menjaga hubungan kita tetap erat, asalkan kita menggunakannya dengan bijak dan penuh tanggung jawab.

Ingatlah bahwa di balik setiap layar dan setiap akun media sosial, ada orang-orang yang kita cintai dan yang mencintai kita. Saling mengikuti di media sosial bisa menjadi cara yang menyenangkan untuk tetap terhubung, tetapi jangan biarkan itu menjadi sumber konflik yang merusak kehangatan keluarga.

Teknologi menghubungkan kita, akan tetapi hati yang tulus menjaganya untuk tetap bersama. Media sosial hanyalah alat, tetapi kebijaksanaan dan kasih sayang kita yang akan menentukan bagaimana hubungan kita dengan keluarga berkembang. Gunakanlah media sosial untuk menyebarkan cinta, bukan kebencian; untuk mempererat, bukan memecah belah; dan untuk membawa kebahagiaan, bukan kesedihan.

Dengan begitu, kita akan menemukan bahwa meskipun dunia semakin maya, kehangatan dan kedekatan keluarga tetap tak tergantikan dan nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun