Pak Agus bergegas menuju ruang tamu saat matahari pagi sudah mulai nampak semakin tinggi. Di kamar, anaknya, Budi, masih terpaku di depan layar komputer, mengetik cepat dengan jari-jarinya. "Budi, ayo sarapan!" Teriak Pak Agus. "Sebentar, Pak. Lagi tanggung main game lawan raja musuh penting!" jawab Budi tanpa mengalihkan pandangan dari layar. Suara efek tembakan dan suara lawan yang terjatuh menggema sampai ke ruang tamu. Pak Agus hanya menghela napas panjang. Di dalam hatinya, ia bertanya-tanya, apakah Budi dan generasi sebayanya akan bisa menjadi Generasi Emas 2045?
Fenomena Game Online: Hiburan atau Bencana?
Game online memang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan banyak orang, terutama anak-anak dan remaja. Mengutip dari laman RRI, berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet di Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia menunjukan angka 171,17 juta jiwa dari total populasi penduduk Indonesia 264,16 juta jiwa.
Dan yang tidak mengejutkan sebenarnya, pengguna internet tertinggi berdasarkan usia 15-19 tahun sebesar 91%, perangkat yang digunakan untuk mengakses internet adalah 93,9% terhubung ke internet melalui smartphone atau tablet, dan 54,13% pengguna internet di Indonesia memanfaatkan internet sebagai hiburan yaitu untuk bermain game online.
Seaungguhnya menyelami dunia game online bukanlah sekadar tentang bermain, tetapi juga tentang bagaimana anak-anak ini berinteraksi dengan teknologi dan dunia maya. Game online menyediakan dunia alternatif di mana mereka bisa menjadi siapa saja yang mereka inginkan, melarikan diri dari tekanan kehidupan nyata, dan mendapatkan rasa pencapaian yang instan. Sayangnya, ini sering kali datang dengan biaya yang mahal: waktu, kesehatan mental, dan bahkan perkembangan sosial mereka.
Salah satu daya tarik terbesar dari game online adalah kemampuan untuk bermain dengan teman-teman atau bahkan orang asing dari seluruh dunia. Interaksi ini, meski terlihat positif, dapat menimbulkan tekanan sosial dan emosional yang tidak jarang sulit diantisipasi. Anak-anak sering kali merasa tertekan untuk terus bermain demi mempertahankan status mereka dalam game, yang bisa mengarah pada kecanduan. Ini adalah contoh nyata bagaimana teknologi, jika tidak digunakan dengan bijak, dapat merusak keseimbangan hidup.
Dampak Negatif Game Online
Beberapa waktu lalu, kita dihebohkan dengan kasus tiga orang anak di Semarang yang harus dirawat di rumah sakit jiwa karena kecanduan game online. Anak tersebut mengalami gangguan tidur, perilaku agresif, dan mulai kehilangan minat pada kegiatan sehari-hari seperti belajar dan berinteraksi dengan keluarga. Kasus ini menggarisbawahi bahwa kecanduan game online tidak hanya merusak kesehatan mental tetapi juga menghancurkan dinamika keluarga.
Sudah banyak berita muncul dimana anak keranjingan game online mengalami penurunan drastis dalam prestasi akademiknya akibat terlalu banyak bermain hingga larut malam. Mereka yang sebelumnya dikenal sebagai siswa berprestasi, seringkali dimulai dengan menunjukkan gejala-gejala kecanduan seperti sulit tidur, kurang konsentrasi di sekolah, dan bahkan menunjukkan perilaku agresif ketika diminta untuk berhenti bermain. Ini menunjukkan betapa seriusnya dampak game online terhadap pendidikan anak-anak kita.
Dalam kasus lain, seorang anak kecanduan game online dengan terpaksa harus menjalani terapi intensif setelah menunjukkan gejala depresi berat. Dalam beberapa kasus, mereka menghabiskan lebih dari 10 jam sehari bermain game, mengabaikan tugas sekolah dan kehidupan sosialnya. Orang tuanya, yang awalnya menganggap game online sebagai hiburan yang tidak berbahaya, akhirnya menyadari betapa seriusnya dampak kecanduan ini ketika anak mereka mulai menunjukkan tanda-tanda gangguan mental.
Dampak Jangka Panjang
Melihat fenomena ini, kita harus bertanya: apa ini arah yang kita inginkan untuk Generasi Emas 2045? Dalam visi Indonesia Emas 2045, kita berharap dapat melahirkan generasi yang berdaya saing, inovatif, dan memiliki kemampuan berpikir kritis yang tinggi. Namun, bagaimana kita bisa mencapai ini jika anak-anak kita lebih sibuk bermain game online daripada belajar atau mengembangkan keterampilan mereka?
Dampak jangka panjang dari kecanduan game online amat sangat merugikan. Anak-anak yang kecanduan game cenderung memiliki kemampuan sosial yang rendah, karena mereka lebih sering berinteraksi dengan layar daripada dengan orang-orang di sekitar mereka. Mereka juga berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan seperti obesitas, gangguan penglihatan, dan masalah tidur. Lebih dari itu, kecanduan game online dapat merusak kemampuan anak-anak untuk berkonsentrasi dan menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan perhatian jangka panjang, yang pada akhirnya dapat menghambat prestasi akademis mereka.
Selain itu, game online sering kali menanamkan nilai-nilai yang kurang sehat, seperti kekerasan dan kompetisi yang tidak sehat. Banyak game yang populer di kalangan anak-anak dan remaja mengandung konten kekerasan yang bisa mempengaruhi perkembangan psikologis mereka. Anak-anak yang sering terpapar kekerasan dalam game mungkin menganggap perilaku agresif sebagai sesuatu yang normal dan dapat diterima.
Apakah Anak-anak Kita Generasi Gamers atau Generasi Emas?
Akankah anak-anak kita nantinya lebih mahir dalam memenangkan game “mobile legend” daripada bersaing di olimpiade matematika atau olimpiade ilmu pengetahuan.
Bisa jadi di masa depan, ketika kita bertanya kepada anak-anak apa cita-cita mereka, alih-alih menjawab dokter, insinyur, atau ilmuwan, mereka mungkin akan menjawab "pro player eSports" atau "streamer game profesional." Ini mungkin akan terdengar tidak mengejutkan, tetapi jika kita tidak mengambil tindakan sekarang, maka skenario ini bisa menjadi kenyataan. Memang, menjadi pemain game profesional bisa menjadi karir yang menguntungkan, tetapi hanya segelintir orang yang berhasil. Kekhawatiran saya, bagi kebanyakan anak, mimpi ini lebih sering menjadi jebakan yang menghalangi mereka mencapai potensi penuh mereka yang lain.
Mengapa Kita Harus Peduli?
Kebiasaan kecil yang kita lakukan setiap hari akan menentukan masa depan kita. Begitu kata Aristoteles, maka jika kebiasaan kecil anak-anak kita adalah bermain game online sepanjang hari, apa yang akan terjadi pada masa depan mereka? Apakah kita sedang membentuk generasi yang cerdas, kreatif, dan berdaya saing, atau justru generasi yang pasif, kurang produktif, dan tidak siap menghadapi tantangan dunia nyata?
Memilih untuk membiarkan anak-anak kita terperangkap dalam dunia maya berarti kita sedang memilih untuk tidak memberikan mereka kesempatan agar berkembang menjadi individu yang utuh. Kita sedang memilih untuk tidak mempersiapkan mereka menjadi bagian dari Generasi Emas 2045 yang kita impikan.
Jika kita memilih untuk membiarkan anak-anak kita bermain game tanpa batas, kita sedang menentukan jati diri mereka sebagai individu yang tidak terlibat dalam realitas sosial dan fisik mereka. Kita sedang mengorbankan potensi mereka untuk berkembang dalam bidang-bidang yang lebih konstruktif.
Solusi: Pendidikan dan Pengawasan
Lantas, apa yang bisa kita lakukan? Pertama, edukasi dan literasi digital sangat penting. Anak-anak perlu diajarkan tentang penggunaan teknologi yang sehat dan bertanggung jawab. Mereka harus memahami bahwa game online hanyalah salah satu bentuk hiburan, bukan tujuan hidup. Pendidikan literasi digital juga harus mencakup pengenalan tentang potensi bahaya dari kecanduan game dan cara-cara mengelolanya.
Kedua, pengawasan dari orang tua dan pendidik sangat diperlukan. Batasi waktu bermain game online dan dorong anak-anak untuk terlibat dalam kegiatan lain yang lebih bermanfaat seperti olahraga, membaca, atau kegiatan seni. Libatkan mereka dalam diskusi dan keputusan yang berkaitan dengan penggunaan teknologi di rumah. Orang tua juga perlu memberikan contoh yang baik dengan menunjukkan penggunaan teknologi yang bijak dan seimbang.
Ketiga, pemerintah dan pembuat kebijakan juga harus memainkan peran. Regulasi di beberapa negara sudah mengatur konten game online yang tersedia untuk anak-anak dan remaja, serta menyediakan fasilitas dan program yang mendukung pengembangan bakat dan minat mereka di luar dunia maya. Pemerintah dengan kuasanya bisa bekerja sama dengan pengembang game untuk memastikan bahwa game yang dibuat memiliki fitur-fitur yang mempromosikan penggunaan yang sehat dan bertanggung jawab.
Keempat, institusi pendidikan juga harus berperan aktif dalam mengedukasi siswa tentang penggunaan teknologi yang sehat. Sekolah bisa memasukkan materi pembelajaran terintegrasi terkait literasi digital yang mengajarkan siswa tentang potensi risiko dan manfaat dari teknologi, serta cara menggunakan teknologi untuk mendukung pembelajaran dan perkembangan pribadi mereka.
Bayangkanlah sebuah dunia di mana anak-anak kita, bukannya terjebak dalam dunia maya, justru menjadi pemimpin, inovator, dan pemikir besar yang membawa bangsa ini menuju kejayaan. Masa depan bangsa terletak pada generasi mudanya. Jika mereka terjebak dalam ilusi maya, masa depan itu hanya akan menjadi bayangan semu.
Mengapa Ini Penting?
Ketika kita berbicara tentang Generasi Emas 2045, kita berbicara tentang generasi yang akan mengisi posisi kepemimpinan, inovasi, dan kemajuan bangsa. Mereka adalah generasi yang akan mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, revolusi teknologi, dan dinamika ekonomi yang terus berubah. Jika mereka lebih mahir dalam memenangkan pertempuran di dunia maya daripada menghadapi tantangan nyata, bagaimana kita bisa berharap mereka akan membawa kita ke masa depan yang lebih baik?
Kita perlu mengingat bahwa setiap anak memiliki potensi yang luar biasa. Potensi ini hanya bisa berkembang jika mereka diberikan kesempatan dan dukungan yang tepat. Mengizinkan mereka tenggelam dalam dunia game online tanpa batasan berarti kita menghambat potensi mereka untuk berkembang. Sebaliknya, jika kita membimbing mereka untuk menggunakan teknologi dengan bijak, kita bisa membuka pintu bagi mereka untuk menjadi generasi yang kuat, cerdas, dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Sebagai orang tua, pendidik, dan anggota masyarakat, kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa anak-anak kita tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan mereka secara holistik.
Kita harus selalu ingat bahwa anak adalah investasi masa depan. Apa yang kita tanamkan pada mereka hari ini akan menentukan apa yang mereka capai di masa depan. Dalam konteks ini, membiarkan mereka terjebak dalam kecanduan game online tanpa kontrol yang tepat sama saja dengan mengabaikan masa depan mereka.
Kita harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang sehat, di mana teknologi digunakan sebagai alat untuk belajar dan berkembang, bukan sebagai pelarian dari realitas. Generasi Emas 2045 bukan hanya tentang teknologi canggih dan inovasi, tetapi tentang manusia yang bijak dan berkarakter kuat.
Kita semua punya mimpi besar untuk menciptakan generasi yang tidak hanya ahli dalam teknologi, tetapi juga bijak dalam penggunaannya. Generasi yang mampu membawa bangsa ini menuju kejayaan sejati, dengan kaki yang kokoh berpijak di dunia nyata, bukan hanya di dunia maya.
Dengan begitu, ketika kita melihat ke belakang pada tahun 2045, kita bisa bangga dan berkata, "Kita telah melakukan yang terbaik untuk anak-anak kita, dan mereka telah menjadi yang terbaik untuk masa depan dunia.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H